Berita Bali
Peternak Babi Mesadu Tak Dapat Perhatian Pemerintah, DPRD Bali Bakal Usulkan Perda Perlindungan Babi
Berbeda dengan harga pasar di luar Bali, seperti di Jakarta dan Surabaya, harga babi justru sangat tinggi mencapai Rp 60.000 per kilo hidup
Penulis: Ragil Armando | Editor: Wema Satya Dinata
Seperti diketahui, kegiatan upacara keagamaan di Bali tak pernah lepas dari babi.
Inilah yang menjadi kekhawatiran tersendiri apabila banyak peternak yang gulung tikar dan beralih profesi.
Sebab selama beternak tak pernah mendapatkan untung.
"Kalau peternak yang mencoba beternak tanpa bantuan dari pemerintah ini, kemudian harga babi tertekan dan sangat murah, kedepan mereka tidak berani beternak. Bayangkan akan terjadi kekosongan produksi di Bali, dan berbahaya untuk menjaga budaya," tegasnya.
Sebelum adanya Pandemi Covid-19, serapan daging babi di Bali cukup tinggi karena adanya pariwisata.
Namun, sejak Pandemi serapan daging babi menurun drastis.
Hal tersebut lantaran sektor pariwisata mati suri, penerapan social distancing, hingga pembatasan kegiatan upacara keagamaan.
"Dengan adanya Covid-19, mempengaruhi pariwisata. Sehingga daya serap babi kecil. Yang kita andalkan adalah upacara-upacara.
Masalahnya sekarang social distancing lagi nih. Ada regulasi yang melarang kerumunan. Makin kecil lah serapan," tandasnya.
Baca juga: Babi Bali Banyak Dijual Keluar, Dewan Badung Terima Keluhan Tukang Jagal Kesulitan Dapat Stok
Hary Suyasa menambahkan, babi di Bali bukan hanya sebagai produk ekonomi, melainkan juga produk budaya.
Oleh karenanya, peran pemerintah dalam memberikan perlindungan sangat dibutuhkan.
Misalnya saja, intervensi harga melalui penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Kita minta kebijakan pemerintah, bisa tidak membuat kebijakan atau regulasi yang melindungi peternak," pintanya.
Sementara Ketua Komisi II DPRD Bali IGK Kresna Budi menyatakan, pihaknya sangat mengapresiasi dan mendukung masukan dari para peternak babi tersebut.
"Ini sangat memprihatinkan, kita mohon kepada Pak Gubernur," akunya.