Berita Bangli

Harga Cabai Meroket Jelang Akhir Tahun, Ini Keluh Kesah Pedagang Cabai di Pasar Kidul Bangli

Harga cabai rawit merah terus meroket jelang akhir tahun 2021. Usut punya usut, tingginya harga cabai sudah terjadi sejak beberapa pekan terakhir.

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Freedy Mercury
Ni Nyoman Sani saat ditemui di Pasar Kidul Bangli sedang berjualan cabai. Senin (20/12) 

"Selain itu juga karena pengaruh cuaca, apalagi sekarang musim penghujan. Petani sangat sulit memelihara cabainya hingga masa panen. Sebab di musim ini, tanaman cabai rentan terkena penyakit antraknosa, yang mengakibatkan cabai rontok dan busuk," jelasnya.

Lain halnya dengan para petani yang sumringah, bagi para pedagang, meroketnya harga cabai justru mengakibatkan dagangan jadi sepi pembeli.

Hal tersebut diungkapkan salah satu pedagang bumbu dapur di Pasar Kidul Bangli, Ni Nyoman Sani.

Ia mengeluh karena tak hanya harganya yang melambung, pasokan cabai dari petani pun juga berkurang.

"Sekarang pasokan juga seret. Katanya sih petani banyak yang mengalami penurunan panen akibat cuaca buruk. Sehingga tanamannya banyak yang terserang penyakit," jelasnya.

Sani mengatakan, harga cabai rawit merah mulai mengalami kenaikan secara bertahap sejak beberapa pekan trakhir. Dari awalnya harga cabai hanya berkisaran Rp15 ribu hingga Rp20 ribu perkilonya, dalam beberapa pekan terakhir menjadi Rp65 ribu dan kini Rp85 ribu per kilo.

"Kalau normal saya biasanya bisa jual 15 kilo sehari. Tapi sekarang paling hanya 5 kilo saja sehari. Karena harganya mahal, pembeli juga hanya berani ambil sedikit," ucapnya.

Keluhan yang sama juga dikatakan Bu Nina.

Pedagang lalapan itu mengaku akibat tingginya harga cabai, ia terpaksa menambahkan charge apabila pelanggan meminta tambah sambal.

"Kalau dulu harga cabai masih murah, saya tidak masalah orang makan disini tambah sambal. Saya kasih gratis. Tapi karena harganya sekarang mahal, terpaksa tambah Rp. 2 ribu," ujarnya.

Hal senada juga dilontarkan salah satu ibu rumah tangga Ni Kadek Ariani.

Wanita asal Dusun Kayang, Desa Kayubihi, Bangli itu mengaku akibat melonjaknya harga cabai, ia terpaksa harus mengurangi pemakaian cabai untuk bumbu masakan.

"Kalau mahal seperti ini ya terpaksa diatur pemakiaanya. Kalau dulu setiap masak bisa mengunakan sepuluh butir, sekarang paling empat atau lima butir saja biar terasa. Mudah-mudahan harga cabai bisa kembali normal," harapnya. (mer)

Berita Bangli Lainnya

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved