Berita Denpasar
Perbedaan Sebutan Ida dan Ratu Dalam Tatanan Bahasa Bali yang Baik dan Benar
Sejak dikenal bahasa sebagai alat komunikasi di dalam kehidupan masyarakat tentunya mempermudah komunikasi
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Karsiani Putri
Munculnya anggah-ungguhing basa Bali, disebabkan adanya stratifikasi masyarakat suku Bali pada zaman dahulu (zaman kerajaan).
Dan hingga kini masih dilestarikan.
Namun seiring kemajuan zaman, banyak generasi muda yang tidak paham bahkan tidak mengerti dengan bahasa Bali.
Padahal bahasa Bali adalah bahasa ibu, bahasa warisan leluhur nenek moyang suku Bali.
Satu contoh nyata, adalah dalam penggunaan kata ida. Beliau mengatakan, bahwa ida adalah kata ganti orang ketiga.
Sehingga tidak tepat menyebutkan kata ida untuk lawan bicara orang kedua.
Semisal si A berbicara dengan si B, maka sepatutnya yang disebut dengan ida adalah si C bukan si B.
Sementara penyebutan untuk si B, bisa dengan ratu atau atu.
Namun apabila lawan bicara tidak akrab bisa dengan sebutan jero, atau ragane.
Kata ida, jelas beliau, adalah untuk menyebutkan seseorang di luar lawan bicara kedua atau orang ketiga.
Baca juga: PRO KONTRA Pengunduran Diri Ida Rsi Lokanatha, Bolehkah Mencium Istri Menurut Sesana Sulinggih?
Baca juga: MEGAH! Pelebon Ida Cokorda Pemecutan XI Bakal Gunakan Bade Tumpang Sebelas, Ada Mapeed Ogoh-ogoh
Ida pedanda berharap semoga hal ini dapat diluruskan di tengah masyarakat, sehingga tidak ada lagi yang salah menggunakan kata ida di dalam berbahasa Bali.
(*)