Alutsista TNI
Situasi LCS Tak Menentu Menhan Prabowo Menata Senjata: Borong 42 Rafale, 32 Jet Tempur F-15 Menyusul
Sebagaimana diketahui, gelar kekuatan tempur TNI AU dalam beberapa tahun terakhir dapat dikatakan cukup minim dan hanya mengandalkan jet tempur F-16
Sebut saja perang Azerbaijan Vs Armenia dan potensi perang di perbatasan Ukraina dan Rusia.
Itu belum jika kita menambahkan sikap agresif China di Laut Natuna.
Pengamat: Tak bisa hanya lewat diplomasi
Langkah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menambah kekuatan pertahanan dengan memboyong 42 Jet Tempur Rafale produksi Prancis menuai apresiasi.
Kebijakan tersebut dianggap menambah daya gentar (detterent) di kawasan Asia Tenggara, terutama dalam mengawasi wilayah udara RI yang sangat luas dan menghadapi ketegangan di Laut China Selatan (LCS).
"Situasi di Natuna Utara solusinya memang dengan modernisasi senjata, tidak bisa hanya dengan diplomasi saja. Dengan menunjukkan kita punya persenjataan itu, China pasti jadi pikir-pikir untuk berurusan," ujar pengamat militer, Beni Sukadis saat dihubungi di Jakarta, Jumat (11/2/2022).
"Kita jadi semakin disegani. Apalagi, setahu saya, Pak Prabowo pesan ini berikut senjatanya karena selama ini kita tidak punya senjata," imbuh dia.
Beni menilai, kehadiran Rafale di Angkatan Udara (AU) Indonesia sudah cukup untuk mengejar ketertinggalan selama ini. Dari sisi kemampuan mesin, lanjut dia, sama-sama double engine dan punya kemampuan multiroles.
"Artinya, tidak hanya bisa difungsikan sebagai pesawat tempur saja, tapi bisa juga bomber dan memiliki kemampuan jammer dari pesawat lain. Kecanggihan perang elektroniknya sudah lengkap," ujarnya.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia tertinggal dari Singapura dalam jumlah pesawat tempur. Berdasarkan data Global Fire Power 2021, Singapura memiliki 100 pesawat tempur, sedangkan Indonesia hanya 41 unit.
Beni menambahkan, pertahanan Indonesia bakal semakin menguat seiring adanya rencana Indonesia mengakuisisi dua kapal selam (kasel) Scorpene dari Naval Group, yang juga perusahaan berbasis di Prancis.
Keputusan Indonesia memboyong alutsista asal Prancis juga dianggap tepat dalam menghadapi situasi geopolitik saat ini.
Alasannya, "Negeri Mode" secara teknologi dan strategis merupakan mitra yang tepat dalam upaya pengadaan alutsista Tanah Air.
"Prancis dikenal sebagai negara yang memiliki kemandirian dalam hal produksi alutisista dan mereka mau bekerja sama dalam skema offset (timbal balik dagang dalam pembuatan spare part pesawat atau kerja sama lainnya)," jelasnya.
"Dan yang lebih penting lagi, Prancis walaupun negara NATO, tapi (kebijakan) polugri (politik luar negeri) lebih netral dalam isu-isu sensitif, seperti menolak invasi AS di Irak dan lainnya," tandas Beni.