Serba Serbi

Malukat di Merajan dan Genah Panglukatan, Apa Bedanya?

Biasanya malukat dilakukan di geria yang ada sulinggih, atau di merajan dan sanggah sendiri. Bisa pula mendatangi pura yang ada genah panglukatannya

Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
genah panglukatan di Pura Mangening Tampaksiring, sebagai salah satu lokasi alternatif malukat di Bali. 

Membuat suasana ritual malukat dirasa kurang, karena hanya dengan menghaturkan canang dan membasuh badan saja.

 "Terkadang bagi beberapa orang, malukat secara ramai dan tanpa japa mantra pemangku atau sulinggih. Secara psikologis dirasa kurang kuat esensinya," jelas pensiunan dosen UNHI ini.

Sehingga bagi beberapa orang, kurang suka malukat di lokasi panglukatan. Khususnya bagi orang yang suka dengan suasana khusyuk, malukat terlalu ramai dianggap seperti mandi biasa. Padahal esensinya sama saja.

Sebab dalam Hindu sumber mata air, khususnya yang telah dibangun pura memang dianggap berkah dan bisa membersihkan energi negatif dari diri.

Kemudian bagi orang tersebut, yang suka malukat di kamulan merajan, atau sanggahnya dianggap lebih berkah.

Sebab biasanya ada yang memberikan mantra, baik itu pemangku atau sulinggih. Dengan mengucapkan mantra yang sesuai untuk malukat, hal tersebut dianggap lebih khusyuk.

"Apalagi kalau malukat di kamulan merajan atau sanggah, ada syarat etika tertentu. Seperti tidak boleh bercanda, berpakaian rapi dan masih banyak syarat upakara dan upacara lainnya," sebut beliau.

Hal inilah yang membuat sebagian orang kian percaya dan yakin, bahwa malukat di kamulan dengan dibarengi mantra akan lebih baik.

Beliau mengingatkan, bahwa hal tersebut adalah pengaruh secara psikologis.

Namun beliau pula menambahkan, bahwa secara niskala malukat dengan sarana upakara dan upacara yang lengkap.

Baca juga: Kajeng Kliwon Enyitan Berbarengan Tilem Kapat & Buda Kliwon Gumbreg, Hari Baik untuk Muspa & Malukat

Apalagi dipadu doa dan mantra oleh pemangku atau sulinggih, memang lebih memiliki aura positif. Sebab jika dilakukan di kamulan merajan atau sanggah, itu langsung meminta restu kepada leluhur dan bhatara-bhatari yang berstana di palinggih rong tiga. Sehingga banyak yang merasa lebih mantap.

Hal ini diamini oleh Jero Mangku Ketut Maliarsa, pemangku dari Pura Campuhan Windhu Segara.

Pensiunan kepala sekolah ini, menegaskan bahwa malukat harus diawali dan didasari dengan keyakinan, doa dan usaha.

"Tempat malukat ada banyak, bisa di tempat suci seperti pura dan beji. Bisa pula di laut, lebuh dan jaba sanggah atau merajan," sebut pemangku asli Bon Dalem ini.

Intinya adalah keyakinan yang malukat dimana, dan harus tanpa paksaan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved