Pawai Ogoh Ogoh di Denpasar

BREAKING NEWS: Pemkot Denpasar Putuskan 2 Hal Terkait Rangkaian Nyepi

Berikut hasil rapat pemerintah kota dengan Forkopimda, beserta seluruh Bendesa Adat dan Perkumpulan Seka Teruna Denpasar pada Senin 21 Februari 2022

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Putu Supartika
Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar menggelar rapat terkait pelaksanaan melasti dan pawai ogoh-ogoh serangkaian Nyepi tahun saka 1944, Selasa 8 Februari 2022. 

Sedangkan tingkat banjar dengan banten caru Eka Sata serta kelengkapannya. Selain menghaturkan banten caru di catus pata, saat Tawur Agung juga menghaturkan banten di masing-masing rumah warga.

Pada tingkat rumah tangga, bantennya adalah saji mancawarna 9 tanding, iwak atau lauk olahan ayam brumbun, yang semuanya dihaturkan ke hadapan Sang Bhutaraja dan Sang Kalaraja. 

Sega sasah 108 tanding, iwak jajeron matah, segehah agung satu tanding, yang dihaturkan ke hadapan Sang Bhutakala dan Sang Kalabela.

Kemudian semua keluarga mabyakala dan maprayasita bersama. Perlu diketahui, untuk waktu pelaksanaan Tawur Agung di rumah tangga, banjar atau dusun, serta desa dilakukan pada sore hari. 

Sedangkan untuk tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi dilakukan pada tengah hari (tengai tepet) sekitar pukul 12.00 siang.

Baca juga: Desa Adat Sega Karangasem Gelar Nyepi Adat Selama Empat Jam

Sesudah selesai rangkaian upacara Tawur Agung, maka dilanjutkan dengan ngerupuk yang merupakan rangkaian pelaksanaan upacara pacaruan (tawur). 

Pada ngerupuk inilah biasanya muda-mudi akan mengarak ogoh-ogoh keliling desa, yang laki-laki mengusung ogoh-ogoh, dan yang perempuan membawa obor.

Dengan diawasi dan dipandu oleh bendesa adat serta prajuru desa, suasana meriah dengan sorak-sorai akan terasa tatkala ngerupuk ini. Tak hanya itu, di masing-masing rumah warga juga harus melakukan ritual ngerupuk.

Namun tidak dengan mengarak ogoh-ogoh. Di masing-masing rumah hanya perlu membunyikan kaleng atau kulkul kecil keliling rumah. Disertai dengan membawa obor atau api.

Tentunya juga untuk nyomia bhuta kala di pekarangan rumah agar berdamai dan tidak menganggu keluarga yang ada di sana. Usai ngerupuk ogoh-ogoh akan dibakar agar energi negatif ternetralisir dan tidak berdiam di badan ogoh-ogoh.

Barulah jalanan mulai sepi, karena keesokan harinya umat Hindu di Bali khususnya akan menjalani kesunyian pada hari suci Nyepi. Ada empat pantangan saat Nyepi, yang dikenal dengan sebutan Catur Brata Penyepian. 

Diantaranya, Amati Geni atau tidak menghidupkan api dan lampu serta mengendalikan diri dari emosi dan amarah.

Amati Karya, tidak melakukan kegiatan kerja jasmani dalam bentuk apapun dan fokus pada yoga semadi.

Amati Lelungan, tidak keluar rumah atau bepergian dan mawas diri atau introspeksi diri.

Baca juga: Ogoh-ogoh Batal Jika PPKM Naik, Forkopincam Gianyar Bahas Perayaan Nyepi

Kemudian Amati Lelanguan, tidak bersenang-senang dan menjaga diri dari hal duniawi serta fokus memikirkan Tuhan atau manifestasiNya. 

Nyepi sendiri bertujuan menyucikan dan memurnikan alam semesta berserta isinya. Memberikan waktu alam untuk istirahat dan manusia untuk instrospeksi diri.

Sehingga tahun baru saka, bisa lahir dengan sesuatu yang baik sesuai Dharma Hindu. Setelah Nyepi usai, biasanya akan dilanjutkan dengan Ngembak Geni dan pelaksanaan Dharma Shanti dengan Dharma Wacana atau Dharma Gita.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved