Berita Nasional
TERUNGKAP Begini Kolonel Priyanto Perintahkan Buang Tubuh Sejoli Handi dan Salsabila
Ini kalimat yang digunakan Kolonel Priyanto hingga Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko tunduk untuk buang tubuh Handi dan Salsabila
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM – Terungkap kalimat Kolonel Infrantri Priyanto hingga Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko tunduk untuk buang tubuh korban tabrak lari dua sejoli di Nagreg, Handi dan Salsabila ke sungai.
Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa 8 Maret 2022 mengungkapkan fakta terbaru soal kasus tabrak lari dua sejoli di Nagreg.
Kolonel Priyanto diketahui merupakan inisiator dari pembuangan tubuh Handi dan Salsabila ke aliran Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Selain itu, pada persidangan tersebut pun terungkap kalimat Kolonel Priyanto yang membuat kedua anak buahnya, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko menurut untuk membuang tubuh Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu.
Dilansir Tribun-Bali.com dari Kompas.com pada Jumat 11 Maret 2022 dalam artikel berjudul Dua Anak Buah Kolonel Priyanto Ternyata Sempat Memohon Tak Buang Tubuh Handi-Salsabila ke Sungai Serayu, Oditur Militer Kolonel Sus Wirdel Boy mengungkapkan, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko sempat menolak membuang tubuh Handi dan Salsabila ke sungai.
Keduanya meminta agar Handi dan Salsabila lebih baik dibawa ke Puskesmas terdekat.
Tentu saja, permintaan tersebut pun ditolak mentah-mentah oleh Kolonel Priyanto.
"Itu anak orang pasti dicariin sama orang tuanya, mending kita balik," ucap Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko, dalam naskah kronologi yang dibacakan Wirdel, sebagaimana dikutip dari Kompas TV, Kamis 10 Maret 2022.
"Kamu diam saja ikuti perintah saya," jawab Kolenel Priyanto.
Setelah mendengar jawaban tersebut, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko kembali memohon untuk mengurungkan niat jahatnya.
Baca juga: Hilangkan Alat Bukti, 3 Prajurit TNI AD Penabrak Dua Sejoli di Nagreg Dijerat Pidana Berat
Permohonan ini disampaikan Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko lantaran keduanya mengaku tak ingin terlibat dalam masalah.
Akan tetapi, permohonan itu pun tak membuat niat jahat Kolonel Priyanto kendur.
Kolonel Priyanto pun mengaku kepada Kopda Andreas dan Koptu Sholeh bahwa dirinya pernah mengebom rumah milik seseorang dan tidak ketahuan.
"Dijawab terdakwa, 'saya pernah bom satu rumah, dan tidak ketahuan'," kata Wirdel.
"Saksi dua berkata, 'izin bapak saya tidak ingin punya masalah'."
"Di jawab, 'Kita tentara, kamu enggak usah cengeng, enggak usah panik'," ujarnya.
Kolonel Priyanto pun berang.
Hal ini yang membuat Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko akhirnya mau menuruti dan membantu Kolonel Priyanto membuang tubuh Handi dan Salabila ke Sungai Serayu.
Belakangan diketahui ternyata Handi masih dalam kondisi hidup saat para tentara ini membuangnya ke sungai.
Hal ini diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan tim dokter Biddokkes Polda Jawa Tengah yang menemukan adanya air dan pasir yang masuk ke dalam paru-paru korban.
Kolonel Infantri Priyanto Didakwa Pasal Berlapis
Atas perbuatan tersebut, Kolonel Infantri Priyanto , Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko dijerat dengan dakwaan gabungan sesuai penyidikan Puspom TNI dan pemeriksaan berkas Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.
Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Baca juga: Kolonel Priyanto Disoraki Warga, Puspomad Gelar Rekonstruksi Tabrak Lari Sejoli di Nagreg
Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.
Meskipun begitu, Kolonel Inf Priyanto, terdakwa pembunuhan sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta.
Setelah mendengar pembacaan dakwaan dari Oditur Militer atau Jaksa Penuntut Umum dalam peradilan militer pada sidang Selasa 8 Maret 2022, Priyanto menyatakan tidak mengajukan eksepsi.
Keputusan diambil setelah Priyanto yang dihadirkan langsung di ruang sidang utama Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta berunding beberapa saat dengan anggota tim penasihat hukumnya.
"Tidak mengajukan," kata Priyanto kepada Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa 8 Maret 2022 dikutip Tribun-Bali.com dari TribunJakarta.com pada Jumat 11 Maret 2022 dalam artikel berjudul Didakwa Pembunuhan Berencana, Kolonel Priyanto Tidak Ajukan Eksepsi.
Lantaran Priyanto dan tim penasihat hukum tidak mengajukan eksepsi sidang berlanjut ke tahap pembuktian lewat pemeriksaan saksi, diawali saksi dari pihak Oditur Militer.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy menuturkan pihaknya bakal menghadirkan saksi pada sidang lanjutan yang dijadwalkan Selasa 15 Maret 2022 mendatang.
"Mohon izin Ketua bahwa hari ini kita belum menghadirkan saksi. Meminta waktu selama tujuh hari, apabila diperkenankan tanggal 15 akan kami hadirkan beberapa orang saksi," ujar Wirdel.
Mendengar jawaban Wirdel, Hakim Ketua Brigjen TNI Faridah Faisal sepakat bila sidang lanjutan beragenda pemeriksaan saksi dilakukan pada Selasa pekan depan.
"Sidang akan saya lanjutkan untuk pemeriksaan saksi pada hari Selasa 15 Maret 2022," tutur Faridah.
Baca juga: REKONSTRUKSI Kecelakaan Sejoli di Nagreg: 3 Oknum TNI Disoraki Warga, Lakukan Reka Adegan Sadis Ini
Wirdel mengatakan secara keseluruhan ada 19 saksi yang bakal dihadirkan dalam sidang untuk membuktikan dakwaan bahwa Priyanto melakukan tindak pembunuhan berencana.
Dua saksi yang akan dihadirkan meliputi Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko yang juga jadi terdakwa dalam kasus tewasnya Handi dan Salsabila namun berkas perkara terpisah.
"Barangkali akan kami panggil dulu enam atau tujuh orang saksi terutama dua orang kopral itu dan yang di tempat kecelakaan, yang kita dalami," lanjut Wirdel.
Sementara saksi ahli yang akan dihadirkan untuk memberi keterangan kepada majelis hakim merupakan dokter forensik yang menangani Visum et Repertum penyebab kematian kedua korban.
(*)
