Human Interest Story

KISAH Agus Saputra Bisnis Burung Kicau di Tabanan, Pandemi Menghancurkan Harga dan Jumlah Penjualan

Para pedagang pun terpaksa mengikuti harga pasaran yang turun karena kondisi ekonomi saat ini.

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Wema Satya Dinata
istimewa
Salah satu koleksi dari Agus Saputra di Desa Munduktemu, Kecamatan Pupuan, Tabanan. 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN – Bisnis jual beli burung khususnya di Bali kini sedang turun.

Hal itu terlihat dari cerita seorang penghobi dan juga peternak burung asal Desa Munduk Temu Kecamatan Pupuan, Tabanan.

Saat ini, harga pasaran untuk jenis burung murai hingga jalak bali sedang turun.

Para pedagang pun terpaksa mengikuti harga pasaran yang turun karena kondisi ekonomi saat ini.

Baca juga: Penahanan Mantan Bupati Tabanan Eka Wiryastuti Jadi Perbincangan, Pernah Teriak Anti Korupsi

Seorang warga asal Banjar Kebon Jero, Desa setempat, I Ketut Agus Saputra menuturkan, selain terkenal dengan hasil pertanian seperti kopi dan cengkeh, Desa Munduktemu, Kecamatan Pupuan juga banyak peternak anis merah atau burung punglor. Hanya saja, dirinya kini baru saja memulai untuk melakukan pengembangbiakan. 

Saat ini, Agus Saputra lebih bergerak di bidang jual beli burung lainnya seperti murai, jalak bali dan lainnya.

Dirinya memulai bisnis ini berawal dari penghobi. Hanya saja, sejak kondisi pandemi ini jualan burung ini cenderung lesu dan harganya jauh menurun.

"Kalau sekarang saya masih main di burung murai dan Jalak Bali. Kalau untuk punglor masih mencoba, karena polulasinya di sini menurun," ungkap Agus Saputra sata dihubungi.

Dia melanjutkan, ia mulai malakoni usaha ini sejatinya sudah sejak belasan tahun silam.

Hanya saja, baru kali pandemi ini bisnisnya termasuk salah satu yang terjun bebas alias terpuruk.

Penjualan merosot dari segi harga dan juga jumlahnya.

Dia mencontohkan, jika untuk Jalak Bali misalnya merosotnya penjualan hampir 30 persen merosot, burung murai dengan kategori ekor menengah ke bawah mencapai 40 persen merosotnya.

"Kalau bisa dibilang, harganya merosot sampai 50 persenan," ungkapnya.

Secara detail, kata dia, jika sebelum dihantam pandemi, burung jenis murai protolan (anakan) ekor menengah kebawah harganya mencapai Rp 3,5-4 Juta, namun saat ini harganya hanya di sekitar Rp 2 Jutaan.

Baca juga: Kasus Eka Wiryastuti Jadi Pelajaran, Jangan Sampai Kader PDIP Tabanan Terseret Kasus Hukum

Kemudian untuk Jalak Bali, harganya saat ini adalah Rp 5 juta untuk sepasang dan dilengkapi dengan surat. Jika dulu ya, tembus Rp 7-8 Juta.

"Jadi perbandingan cukup jauh. Itupun kami jual juga untuk memenuhi kebutuhan kami dan untuk biaya pakan juga," jelasnya.

Disinggung mengenai populasi punglor atau anis merah yang merupakan permata bagi masyarakat setempat, Agus Saputra menyebutkan saat ini populasinya bisa dikatakan menurun hingga 50 persenan.

Populasi punglor yang kian menurun disebabkan oleh banyak faktor seperti dari manusia atau masyarakatnya yang melakukan perburuan.

Kemudian dari faktor lain seperti diburu predator lain seperti ular dan juga burung hantu.

"Sekarang menurun Sekitar 50 persen. Itu banyak faktor terutama dsri serangan predator lainnya seperti ular dan juga burung hantu itu," jelasnya.

"Nah sekarang juga saya baru mulai mencoba untuk beternak. Satu pasangan punglor dulu namun belum jadi. Semoga saja nanti bisa berkembang seperti yang lainnya," katanya.

Hasil Jualan Untuk Tutupi Biaya Pakan

I Ketut Agus Saputra menceritakan, sejak pandemi menghantam, para pebisnis mulai bingung untuk berjualan.

Dampak pandemi sangat dirasakannya. Terbukti, dari segi harga dan jumlah yang dijual sangat jauh merosot.

Kemudian, hasil dari jualan burungnya biasanya hanya mampu untuk menutup biaya pakan saja.

"Di kondisi seperti ini serba sulit. Jika jual burung debgan harga mahal, pembelinya tidak ada. Tapi yang penting bisa menutup biaya pakan saja sudah syukur," tuturnya.

Baca juga: Masyarakat Kenang Eka Wiryastuti Sudah Banyak Berbuat Untuk Tabanan, Komunikasi Tetap Terjaga Baik

Berapa biaya pakan yang diperlukan? Agus menyebutkan, untuk sehari ada beberapa makanan yang diberikan. Mulai dari sentrat sebanyak 3 kilogram, jangkrik dan sebagainya.

Untuk menyiasati agar menekan biaya pakan, ia terpaksa mengurangi jumlahnya seperti contohnya jangkrik.

Sejauh ini, ia cukup banyak memiliki burung di rumahnya. Diantaranya, 5 pasang burung murai yang saat ini masih dalam proses pengembangan.

Kemudian ada Jalak Bali ada 10 pasang untuk persiapan indukan, indukan Jalak Nusa 5 pasang dan punglor satu pasang.

"Artinya kita sesuaikan saja agar bisa bertahan dalam jangka panjang," ucapnya.

"Dan untuk perawatan, disesuaikan dengan jenisnya. Tapi kalau secara umum, yang perlu diberikan adalah obat dan vitamin. Obat diberikan secara intens untuk anakan setiap harinya, jika untuk vitamin saya fokuskan untuk ternakan atau yang sedang bertelur," tandasnya.

Untuk diketahui, Desa Munduk Temu adalah salah satu Desa yang kaya akan sumber daya alamnya.

Desa yang terletak di Kecamatan Pupuan Tabanan ini memiliki SDA terutama hasil pertaniannya.

Namun, selain itu, Desa yang berada di ketinggian ini juga memiliki aset berharga yakni burung anis merah atau punglor.

Namun kini, populasinya kian menurun seiring dengan banyaknya serangan hewan predator lain.(*)

Artikel lainnya di Berita Tabanan

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved