Berita Badung
Hasil Audit Kasus Dugaan Korupsi LPD Anturan Timbulkan Kerugian Negara Hingga Rp 151 Miliar
Kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Ketua LPD Anturan, Nyoman Wirawan terus bergulir
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Ketua LPD Anturan, Nyoman Wirawan terus bergulir.
Penyidik saat ini telah menerima hasil audit dari pihak Inspektorat Buleleng.
Dimana kasus dugaan korupsi ini menimbulkan kerugian uang negara mencapai Rp 151 Miliar.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng, AA Jayalantara ditemui Rabu (13/4) mengatakan, hasil audit itu telah diterima oleh pihaknya sekitar dua minggu yang lalu.
Meski hasil audit telah diterima dan Nyoman Wirawan telah ditetapkan sebagai tersangka, namun penyidik menilai belum dapat melalukan penahanan terhadap yang bersangkutan.
Hal ini terjadi lantaran penyidik masih harus meminta keterangan saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Makassar.
Baca juga: Buleleng Kerjasama Dengan Korea Selatan Uji Coba Pembersihan Pipa Air Minum Dengan Gas Nitrogen
Baca juga: Lelang Jabatan Tiga Kepala Dinas di Buleleng Dibuka
"Saksi ahli itu akan didatangkan oleh penyidik untuk melengkapi berkas perkara dalam waktu dekat. Saksi ini akan memberikan kekeahliannya terkait hasil perhitungan. Sementara tersangka belum dilakukan penahanan, masih menunggu keterangan dari saksi ahli itu. Penahanan itu nanti kewenangan penyidik," ucapnya.
Disinggung terkait pengembalian kerugian negara, AA Jayalantara menyebut hingga saat ini Nyoman Wirawan belum memiliki itikad untuk mengembalian.
Penyidik sementara baru melakukan penyitaan aset-aset berupa 12 sertifikat tanah yang memiliki potensi akan beralih ke pihak ke tiga.
Sementara aset pribadi milik tersangka, kata Jayalantara belum dilakukan penyitaan.
"Yang kami sita hanya mobil Fortuner yang diindikasi terjadinya pelepasan kepemilikan, dari yang sebelumnya milik LPD Anturan menjadi milik tersangka, serta 12 sertifikat tanah hasil penarikan jaminan yang tercantum milik atas nama tersangka Kalau setitifkkat kredit kami tidak sita, tetap ada di LPD," terangnya.
Seperti diketahui, Nyoman Arta Wirawan ditetapkan sebagai tersangka sejak 22 November 2021 lalu.
Atas perbuatannya itu, Wirawan pun disangkakan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8 dan Pasal 9 UU Nomor 13 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka diduga melakukan tindakan korupsi dengan modus kredit fiktif.
Dimana, jumlah kredit yang disalurkan sejak tahun 2019 tercatat di dalam pembukuan sebesar Rp 244.558.694.000.
Dari jumlah tersebut, terdapat tunggakan bunga yang belum dibayar oleh nasabah sebesar Rp 12.293.521.600. Dalam pembukuan, tunggakan itu dikonversi menjadi kredit oleh tersangka. Serta terdapat pula kredit yang tidak ada dokumennya alias kredit fiktif sebesar Rp 150.433.420.956.
Dalam pengelolaan keuangan LPD Anturan sejak tahun 2019, penyidik menemukan selisih antara modal, simpanan masyarakat, dengan total aset yang dimiliki.
Dimana, dalam pembukuan dicatat modal yang dimiliki oleh LP Anturan sebesar Rp 29.262.215.507 dan simpanan masyarakat sebesar Rp 253.981.825.542.
Sementara aset rill yang dimiliki oleh LPD hanya sebesar Rp 146.175.646.344.
Artinya, terdapat selisih sebesar Rp 137.068.394.705.
Selain bergerak dalam usaha simpan pinjam, LPD Anturan juga bergerak dalam usaha tanah kavling.
Namun usaha kavling yang dikelola atau dilaksanakan oleh tersangka Wirawan itu tidak memiliki tenaga pemasaran.
Sehingga untuk pemasaran tanah kavling, tersangka menggunakan jasa perantara alias makelar, dengan memberikan fee sebesar 5 persen dari penjualan.
Selanjutnya, dana hasil penjualan tanah kavling itu disimpan dalam rekening simpanan di LPD Anturan, dan mendapatkan bunga.
Hasil penjualan tanah kavling itu kemudian digunakan oleh tersangka Wirawan untuk melakukan Tirta Yatra di beberapa daerah, seperti Kalimantan hingga Rp 500 juta, ke Lombok sebesar Rp 75 juta, Gunung Salak Rp 150 juta, di Bali sebesar Rp 50 juta.
Kegiatan Tirta Yatra ini juga diikuti oleh seluruh karyawan LPD dan prajuru desa adat beserta keluarga.
Perkaranya, kegiatan Tirta Yatra ini tidak dilaporkan dalam pembukuan.
(*)