Berita Denpasar

Krama Kerauhan dan Tusuk Diri dengan Keris, Tradisi Ngerebong di Kesiman Digelar Meriah

Tradisi Ngerebong di Pura Agung Petilan Pengerebongan, Kesiman, Denpasar, ratusan krama kerauhan. Ada juga puluhan krama yang kerauhan dan dibopong

Tribun Bali/Putu Supartika
Pelaksanaan Ngerebong di Pura Agung Petilan Pengerebongan Kesiman Denpasar, Bali, pada Minggu 26 Juni 2022 

“Terkait rekayasa lalu lintas, kami sudah berkoordinasi dengan pihak terkait seperti kepolisian dan Dinas Perhubungan,” katanya. Dalam hal pengamanan pihaknya juga menerjunkan 200 pecalang.

Budayawan yang juga tetua Desa Adat Kesiman, I Gede Anom Ranuara mengatakan, Ngerebong pada intinya merupakan sebuah peringatan suksesnya atau kejayaan raja-raja pada zamannya yang dikemas dengan sistem religi untuk memperkuat dan mengeksistensi keberhasilan raja saat itu.

“Karena dilihat dari Pura Petilan ini adalah center upacara tempat upacara besar di Kesmiman. Ini ritual atau pengilen atau prosesi dari sejarah kejayaan itu. Dimana Raja Kesiman sempat melaksanakan ekspansi ke Sasak, Lombok,” katanya.

Ekspansi tersebut dilakukan dengan tiga tahap yakni penyerangan, penggempuran, dan keberhasilan. Untuk keberhasilan penggempuran ada beberapa ritual di Pura Uluwatu yang dilakukan raja dan ada beberapa kaul untuk dapat kesuksesan.

Pertama raja memohon ke Pura Uluwatu dan dianugerahi keris yang bernama Ki Cekle.

Dengan menggunakan keris itu Sasak pun ditaklukkan.

“Sasak tak mau mengalah dan meminta diadakan adu jangkrik. Raja menerima dan menggunakan jangkrik betulan, tapi di sana menggunakan jangkrik siluman sehingga sempat kalah dan kembali ke Uluwatu biar menang adu jangkrik,” jelasnya.

Saat itu konon ada sabta sesuhunan di Pura Uluwatu yang meminta raja ngereh lemah atau ngereh siang hari.

Raja menyanggupi dan setelah itu raja diminta mengambil pemicu (pengilitan) jangkrik di Pura Muaya Jimbaran, mencari makanannya di Pura Dalem Kesiman berupa jepun putih dan jangkrik berupa jangkrik kuning diambil di Padanggalak.

“Jangkirik diadu di sana dan berubah jadi Banaspati dan mengalahkan jangkrik siluman dan terbakar. Sebelum ada adu ada perjanjian kalau Kesiman kalah akan diambil Sasak dan jika Kesiman menang, Bugis dan Sasak akan dibawa ke Kesiman,” katanya.

Ekspansi tersebut terjadi sekitar 1860 dan sejak saat itu dilaksanakan upacara ngerebong yang merupakan upacara syukuran dan awalnya dilakukan di Puri Kesiman sebelum dipindah ke Pura Petilan Pengerebongan.

Dan berdasarkan catatan Belanda, era tahun itu kendali politik Bali dan Lombok memang berada di Kesiman. Akan tetapi saat adanya Puputan Badung, pelaksanaan ngerebong sempat berhenti beberapa waktu.

Tahun 1937 pengerebongan kembali digelar dan dilakukan di Pura Petilan karena saat itu pura ini selesai dibangun (*)

Berita lainnya di Berita Denpasar

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved