Wawancara Tokoh

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, 57 Persen Tolak Pasangan Prabowo-Jokowi

Jelang Pemilu 2024, wawancara eksklusif Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya dengan Tribunnews

Screenshot dari youtube Tribunnews
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya - Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, 57 Persen Tolak Pasangan Prabowo-Jokowi 

Masa kemudian logika itu ada di level eksekutif daerah, tapi kita khususkan untuk logika di level eksekutif negara hanya karena belum ada turunan Pasal 7 UUD 1945.

Saya pikir dari etika dan semangat serta bagaimana kita belajar mengenai undang-undang yang lain termasuk tidak ada ruang. Untuk survei memang belum ada pertanyaan lebih lanjut yah.

Tapi ada temuan linier lain yah yang memperlihatkan bahwa masuk akal masyarakat dan responden akan menolak mengenai ide Prabowo-Jokowi ini.

Yang pertama pertanyaan terbuka pemilu kemarin orang masih memilih Jokowi.

Namun sekarang Jokowi sudah jauh angkanya, sudah kalah dengan Ganjar, sudah kalah dari Pak Prabowo, dan sudah kalah dengan Anies.

Artinya keinginan masyarakat untuk melihat Pak Jokowi di level eksekutif negara menurut saya memang sudah memudar.

Itu seiring dengan sebuah kesadaran, secinta apapun saya dengan Jokowi, tetapi adalah risiko besar ketika kita melangkahi konstitusi atua kode etik dari tata negara yang kita miliki.

Andai kata pendukung Jokowi masih menginginkan, tapi sudah dikatakan tadi bahwa jadi Wakil Presiden itu adalah ban cadangan ketika kita bicara dalam sistem presidensial.

Karena dia hanya bisa menerima pendelegasian tugas yang subjektif berdasarkan keinginan presiden.

Katakanlah bila tidak dibagi apapun tugas juga boleh-boleh saja.

Itu hak institusi Kepresidenan RI. Jadi apa maknanya juga bagi pendukung Jokowi, fakta membuktikan bahwa Pak Prabowo dan Pak Jokowi bertarung dalam dua pertarungan yang polarisasinya sangat kuat.

Perbedaan kepemimpinan, perbedaan ideologi, tidak mudah kemudian menyatakan kedua sosok tersebut.

Adalah sebuah fakta juga ketika Pak Prabowo digabung dengan Pak Jokowi sebagai menteri tetapi polarisasi tetap berlanjut yang terjadi degradasi pendukung Pak Prabowo yang kecewa kemudian berpindah ke Mas Anies.

Ini fakta elektoral ketika kita cross tabulasi data.

Menurut saya logika dari bertemunya Pak Prabowo dengan Pak Jokowi baik dalam konteks presiden dan menteri ataupun calon presiden dan calon wapres, itu nggak bisa menjadi matematika politik untuk menggabungkan pemilih Jokowi dengan Prabowo.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved