Berita Jembrana
Kabupaten Jembrana Alami Dikepung Bencana, BPBD Jembrana Sebut Ini Beberapa Penyebab
Kabupaten Jembrana dikepung bencana alam sejak terjadinya hujan deras pekan lalu.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Harun Ar Rasyid
NEGARA, TRIBUN BALI - Kabupaten Jembrana dikepung bencana alam sejak terjadinya hujan deras pekan lalu.
Dalam beberapa hari, bencana alam mulai banjir hingga tanah longsor.
Dari sejumlah kejadian, kerugian material diperkirakan mencapai hingga ratusan juta.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jembrana telah melakukan evaluasi dari penyebab sejumlah bencana alam tersebut.

Salah satunya adalah saluran gorong-gorong atau infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal.
Kemudian diperparah dengan penyusutan serapan air karena adanya alih fungsi lahan menjadi beton.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Jembrana, I Putu Agus Artana Putra, pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap sejumlah bencana alam yang mengepung Jembrana sejak akhir pekan lalu. Bencana yng terjadi adalah mulai banjir hingga tanah longsor. Beberapa juga ditemukan ranting pohon yang patah.
Penyebab dari banjir, sebagian besar dari saluran air atau gorong-gorong yang tak berfungsi maksimal. Sehingga, ketika intensitas hujan yang tinggi, saluran air tak mampu menampung dan meluber ke rumah warga. Al hasil, puluhan rumah warga seperti di wilayah Kelampuak, Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo sempat terendam.
"Setelah kita evaluasi, penyebab banjir hanya karena saluran air yang tak memadai. Intensitas curah hujan tinggi tak mampu ditampung," ujar Agus Artana saat dikonfirmasi, Selasa 11 Oktober 2022.
Dia menyebutkan, ada sejumlah titik yang menjadi langganan banjir. Seperti di Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo, Gumbrih Kecamatan Pekutatan, Pengambengan di Kecamatan Negara, Jalan Denpasar-Gilimanuk wikayah Yehembang Kangin, Tembles Desa Penyaringan, dan lainnya.
"Memang ada sejumlah titik yang menjadi langgan banjir. Salah satunya di jalan raya di wilayah Yehembang Kangin. Di sana, kondisinya memang jalannya berada paling rendah, sedangkan air kiriman lebih tinggi. Nanti perlu dicarikan solusi agar tidak setiap hujan seperti itu," jelasnya.
Selain infrastruktur, kata dia, alih fungsi lahan dari persawahan menjadi beton atau bangunan warung, kantor hingga perumahan juga menjadi faktor penyebab banjir. Kerap kali, pembangunan tersebut tak diimbangi dengan pembangunan saluran air.
"Kemudian juga, alih fungsi lahan itu mengurangi resapan air juga. Diperparah lagi jarang ada drainase yang memadai," tegasnya.
Disisi lain, untuk bencana tanah longsor memang kerap terjadi di wilayah pedesaan terutama pada kontur tanah labil. Sehingga pihaknya menyarankan adanya reboisasi. Artinya, di setiap pondasi dengan kemiringan tanah yang terjal perlu ditanami pohon sebagai penguat tanah.
"Kami sudah sarankan agar menanam pohon di setiap senderan yang tinggi dengan kerawanan longsor. Biasanya di pinggiran tebing itu sangat rowon. Sehingga ketika ada pohon, ada yang menjadi penguat tanahnya," ujarnya.