Berita Gianyar

Ketu Bersejarah Puri Agung Gianyar Tak Sengaja Ditemukan, Jejak Tradisi Masatya di Bali

Dalam penelusuran yang dilakukan keluarga Puri Agung Gianyar, diketahui ketu yang berisi batu mulia itu adalah peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai.

Weg
Anak Agung Gde Agung Bhidamma memperlihatkan ketu peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai di Puri Agung Gianyar, Bali, Minggu 30 Oktober 2022. 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Tanggal 12 Oktober 2022 pukul 14.12 WITA, menjadi hari spesial bagi keluarga Puri Agung Gianyar, Bali.

Sebab di hari itu, sebuah ketu atau sejenis penutup kepala orang suci Hindu, ditemukan oleh pihak puri secara tak sengaja tersimpan di sebuah bangunan, penyimpanan alat upakara di areal puri.

Dalam penelusuran yang dilakukan keluarga Puri Agung Gianyar, diketahui ketu yang berisi batu mulia itu adalah peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai yang meninggal dunia pada tahun 1942.

Kisah di balik ketu tersebut, membuka mata masyarakat Hindu tentang sejarah kerajaan Gianyar kala itu.

Yakni tradisi masatya, yaitu mengorbankan diri dengan cara terjun ke dalam kobaran api kremasi sang suami.

Baca juga: KETU SULINGGIH, Berikut Maknanya Dalam Hindu Bali

Baca juga: KETU SULINGGIH Jatuh di Jalan BLAHBATUH, Berikut Kronologisnya!

Anak Agung Gde Agung Bhidamma memperlihatkan ketu peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai di Puri Agung Gianyar, Bali, Minggu 30 Oktober 2022.
Anak Agung Gde Agung Bhidamma memperlihatkan ketu peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai di Puri Agung Gianyar, Bali, Minggu 30 Oktober 2022. (Weg)

 

Tokoh Puri Agung Gianyar, Anak Agung Mayun, yang juga Wakil Bupati Gianyar saat ditemui, Minggu 30 Oktober 2022 menceritakan, Ida Bhagawan Istri Rai, merupakan istri raja atau Manggis Gianyar ke VIII, yaitu Ida Dewa Gede Raka yang naik tahta pada 1896.

Sebelum menjalani ritual dwijati, Ida Bhagawan Istri Rai saat itu bernama Anak Agung Istri Rai, berasal dari Puri Sukawati.

Ida Dewa Gede Raka, merupakan anak dari permaisuri raja, yang berasal dari Puri Agung Ubud, yang juga saudaranya punggawa Agung Puri Agung Ubud, Tjokorda Gede Sukawati.

Agung Mayun menjelaskan, Manggis Gianyar ke VIII meninggal pada tahun 1914.

Dan upacara palebon berlangsung pada 31 Oktober 1915, hal ini sesuai dengan catatan Museum van Wereldculturen Belanda.

Saat upacara plebon tersebut, Ida Agung Istri Rai berencana menggelar ritual masatya atau terjun ke dalam korbaran api kremasi, dengan tujuan ikut mendampingi sang suami sampai ke alam akhirat.

Anak Agung Gde Agung Bhidamma memperlihatkan ketu peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai di Puri Agung Gianyar, Bali, Minggu 30 Oktober 2022.
Anak Agung Gde Agung Bhidamma memperlihatkan ketu peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai di Puri Agung Gianyar, Bali, Minggu 30 Oktober 2022. (Weg)

Namun dikarenakan pemerintahan Belanda melarang ritual masatya sejak tahun 1903.

Akhirnya, upaya permaisuri menggelar ritual masatya pun digagalkan oleh Belanda.

Dikarenakan sebelum melakukan ritual masatya beliau, telah melakukan ritual pembersihan diri, sehingga beliau pun memutuskan untuk madwijati atau menjadi sulinggih di akhir tahun 1915.

"Sejak saat itu, beliau menggunakan ketu dan atribut kesulinggihan sampai beliau meninggal tahun 1942.

Selama bergelar sulinggih beliau tidak memimpin upacara, yakni hanya nyuryaswana di puri.

Semasa hidupnya, beliau tidak memiliki keturunan.

Kami tak tahu beliau istri keberapa, tapi yang jelas, Ida Manggis ke VIII memiliki istri lain, yang keturunannya adalah kami-kami ini," ujar Agung Mayun.

Agung Mayun menjelaskan, sebelum ketu tersebut ditemukan pada 12 Oktober 2022, generasinya hampir tak mengetahui bahwa di Puri Agung Gianyar tersimpan peninggalan sulinggih.

"Peninggalan beliau berupa ketu, slibah (selendang) dan atribut lainnya, berisikan logam mulia dengan usia yang sudah sangat tua," ujarnya.

 

Anak Agung Gde Agung Bhidamma memperlihatkan ketu peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai di Puri Agung Gianyar, Bali, Minggu 30 Oktober 2022.
Anak Agung Gde Agung Bhidamma memperlihatkan ketu peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai di Puri Agung Gianyar, Bali, Minggu 30 Oktober 2022. (Weg)

Anak Agung Gde Agung Abhidamma merupakan anggota keluarga Puri Agung Gianyar, yang pertama kali menemukan ketu bersejarah itu.

Dia menjelaskan, hal itu berawal saat dirinya tengah mencari pis bolong (uang kepeng) di sebuah bangunan di areal puri.

Rencananya pis bolong itu akan dipakai untuk memperbaiki salang (hiasan tempat suci).

"Rencana mau mencari pis bolong. Sebab saya mau benerin salang di Pura Langon.

Lalu saya inisiatif bersih-bersih dan mencari pis bolong (di sebuah bangunan di areal Puri). Sebab informasi dari pemangku puri, di sana ada pis bolong," ujarnya sambil menunjukan sebuah bangunan penyimpanan benda upakara di areal Puri Agung Gianyar.

Saat itu, Agung Abhidamma pun mengajak dua orang pengayah puri.

Hal di luar nalar terjadi dalam pencarian pis bolong tersebut.

Di mana saat itu, Agung Abhidamma melihat pis bolong ada di atas lemari, dan meminta pengayah untuk mengambilnya.

Namun karena kondisi pengayah cukup kotor saat itu, akhirnya pis bolong itu diambil oleh Agung Abhidama sendiri.

Saat hendak mengambil pis bolong, matanya pun tertuju pada kotak kayu yang kondisinya telah rusak.

"Saat dilihat, isinya peninggalan sulinggih, berupa ketu, slibah dan lainnya. Anehnya, pengayah sangat sering mondar-mandir di sana, tapi tak pernah melihat kotak itu.

Anehnya lagi, saat pengayah membawa kotak berisi ketu ke meja, tangannya tiba-tiba bengkak. Padahal tidak ada serangga penyengat," ungkap Agung Abhidamma.

Penemuan sarana kesulinggihan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya itu pun membuat Agung Abhidama bertanya-tanya.

Sebab kenapa baru terlihat saat ini, dan yang melihatnya justru keluarga puri. Atas hal itu, iapun menanyakannya pada Ida Pedanda Griya Hyang Api. Hasilnya, diduga hal itu terjadi karena Ida Bhagawan Istri Rai ingin diketahui oleh generasi saat ini.

"Saya pernah bertanya sama Ida Pedanda Griya Hyang Api. Katanya, Ida mekayunan medal. Medalan raga apang uninge sareng semeton Puri," ujarnya.

Saat ini, ketu yang berisikan batu mirah, kristal dan emas, serta sarana kesulinggihan itu pun telah disimpan di tempat yang lebih baik dari sebelumnya. Dan telah diupacarai untuk menghormati Ida Bhagawan Istri. "Rencana ke depan kita akan buatkan tempat suci," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved