UMP Bali

Apindo Jembrana Keberatan dengan Penetapan UMK, Kenaikan 10 Persen Dinilai Terlalu Tinggi

Apindo belum setuju terhadap apa yang menjadi tuntutan serikat buruh atau serikat pekerja, yakni kenaikan upah maksimal 10 persen di 2023. 

Istimewa
Ilustrasi gaji - Apindo Jembrana Keberatan dengan Penetapan UMK, Kenaikan 10 Persen Dinilai Terlalu Tinggi 

TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jembrana menilai peraturan terkait penetapan upah minimum kabupaten (UMK) bertentangan dengan peraturan sebelumnya dan peraturan perundang-undangan.

Sehingga, pihak asosiasi pengusaha ini belum bisa menyatakan setuju terhadap apa yang menjadi tuntutan serikat buruh atau serikat pekerja, yakni kenaikan upah maksimal 10 persen di 2023. 

Hal ini kemungkinan akan berimbas kepada alotnya pembahasan penetapan UMK di Jembrana yang rencananya digelar Selasa 29 November 2022 besok.

Baca juga: Disprinaker Badung Sebut UMK Badung Tahun 2023 Bakal Lebih Tinggi dari Sebelumnya

Pembahasan tripartit yang melibatkan pemerintah, serikat pekerja atau buruh serta pengusaha akan dilaksanakan.

Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jembrana, Ahmad Yasir Najih, acuan pembahasan dan penetapan upah minimum Provinsi dan kabupaten (UMP dan UMK) Jembrana sebaiknya tetap pada apa yang tertuang dalam perundang-undangan yakni UU Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan yang sudah mengatur tata cara dan rumusan atau formulasi penetapan upah. 

"Karena ada Permenker No 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023 dianggap bertentangan dengan PP sebelumnya, sehingga pusat melakukan yudisial review atau peninjauan materi kembali mengenai permenaker tersebut," jelasnya. 

Baca juga: Besaran UMK 2023 Belum Dibahas, Wakil Bupati Badung Sebut Berpeluang Meningkat

Sesuai intruksi Apindo pusat, kata dia, seluruh daerah akan tetap menggunakan penghitungan formula yang sesuai dengan PP nomor 36 tahun 2021.

Dalam aturan tersebut, sudah tertera jelas formulasinya. 

"Kita biasanya melihat pertumbuhan perekonomian seperti apa. Nanti kita juga ada melihat batas atas dan batas bawah. Ini biasanya melihat dua kabupaten kota yang bertetanggaan," ujarnya sembari menyebutkan batas bawah menggunakan Kabupaten Buleleng dan batas atas menggunakan Kabupaten Badung.

"Biasanya sih naik, normalnya naik," imbuhnya. 

Baca juga: Pemkab Badung Belum Berani Pastikan UMK Tahun 2023 Naik atau Tetap

Disinggung mengenai tuntutan serikat pekerja UMK naik 10 persen, karena berdasarkan Permenaker No 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023 yang dianggap Apindo bertentangan dengan PP nomor 36 tahun 2021, belum bisa menyatakan setuju karena masih yudisial review oleh sepuluh asosiasi pengusaha.

Mengenai kenaikan UMK maksimal 10 persen tersebut, lonjakan kenaikan dinilai terlalu signifikan.

"Memang jika dilihat dari buruh atu pekerja tentunya mengharapkan sekali kenaikan 10 persen itu. Kalau kita dari pengusaha belum bisa karena terlalu signifikan. Kita berpatokan pada pertumbuhan perekonomian dan formulasi yang ditentukan," tegasnya.

Untuk diketahui, Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jembrana segera dibahas setelah penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dalam waktu dekat.

Pembahasan akan mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023. Disisi lain, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) belum lama ini menjadi pemicu serikat buruh Jembrana menuntut agar pemerintah menerapkan kenaikan UMK maksimal, yakni 10 persen atau paling rendah 7 persen (sesuai pembahasan UMP).

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved