Dharma Wacana
Upacara Warak Kruron Jika Pernah Keguguran atau Menggugurkan Kandungan
Warak Kruron adalah upacara yang dilakukan untuk seseorang yang mengalami keguguran. Ida Rsi Bhujangga Waisnawa mengungkapkan makna upacara ini.
Penulis: Ni Luh Putu Rastiti Era Agustini | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
“Ketika suami istri telah melakukan hubungan dan membuahi maka saat itu jiwa sudah masuk,” tambahnya.
Menurutnya, jika karena jiwa tersebut sudah ada di dalam diri bayi yang gugur, upacara Warak Kruron bisa segera dilaksanakan.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa juga menjelaskan bahwa jiwa dalam bayi tersebut tidak boleh dimain-mainkan.
“Ketika keguguran maka jiwa itupun juga harus dibersihkan. Kemudian apalagi kita itu melakukan sengaja untuk menggugurkan sehingga kita jelas memutuskan kehidupan daripada jiwa itu sendiri,” jelasnya.
Jika tidak diupacarai, memungkinkan adanya gangguan-gangguan kepada orang yang menggugurkan kandungan.
Pada hakikatnya, Warak Kruron dilakukan untuk pembersihan terhadap bayi yang meninggal serta orangtuanya.
Menurut Ida Rsi Bhujangga Waisnawa, upacara ini penting untuk dilakukan.
“Penting sekali. Satu pentingnya adalah orangtuanya dulu pertama. Orangtuanya itu, setiap orang yang melahirkan kalau dalam ajaran Hindu di Bali. Kalau melahirkan pasti orangtuanya kesebelan. Ya minimal sebel-nya pertama adalah satu bulan tujuh hari, dia tidak boleh pergi ke dapur, pergi ke sumur, kalau dulu orang itu nyari air itu jauh. Kemudian sampai dia tiga bulan baru dia boleh pergi ke merajan,” jelasnya.
Mengenai pelaksanaannya, bisa dilakukan kapan saja dan bertempat di lapangan atau pinggir laut.
Terkait dengan rangkaian upacara, Warak Kruron diawali dengan pengulapan.
“Upacaranya adalah pertama tyang berikan gambaran sedikit. Pertama adalah upacara yang disebut dengan ngulapin. Itu menarik kembali apa namanya, roh-rohnya itu, supaya berkumpul di dalam satu pengulapan yang disebut dengan sanggah urip,” jelasnya.
Upacara lalu dilanjutkan dengan pebersihan untuk orang tua dan anak.
“Pebersihan pertama kepada orangtuanya, ayah dan ibunya. Pembersihan kedua, baru kepada anak itu, kemudian sanggah urip itu kita upacarakan. Kita berikan bagaimana orang seperti ngaben tapi kecil. Ada bubur pirata-nya juga, ada tirta, kemudian ada soda dan sebagainya,” pungkasnya.
Kemudian upacara dilanjutkan dengan pembakaran.
“Kemudian setelah itu barulah kita lakukan upacara pembakaran. Itu dibakar. Dari bakar, abunya dimasukkan ke dalam nyuh gading kemudian baru dibuatkan yang disebut dengan sekah tunggal, kemudian baru diupacarakan menuju ke laut,” jelasnya.