Berita Bali
Minta FS Pembangunan Terminal LNG, Walhi Bali dan PT DEB Bertemu di Sidang Komisi Informasi
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Bali bertemu dengan PT Dewata Energi Bersih (DEB) di Sidang Komisi Informasi Provinsi Bali
Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Bali bertemu dengan PT Dewata Energi Bersih (DEB) di Sidang Komisi Informasi Provinsi Bali di Denpasar, Jumat 2 Desember 2022.
Walhi Bali mengajukan gugatan kepada PT DEB soal dokumen studi kelayakan atau feasibility study (FS) pembangunan terminal LNG.
Kuasa Hukum Walhi Bali, I Made Juli Untung Pratama menuturkan, persidangan yang dimulai pukul 09.00 Wita tersebut, masih dalam tahap pemeriksaan awal.
Baca juga: Koster Larang Terminal LNG di Hutan Mangrove, Warga Tuntut Pernyataan Resmi
Tahap pemeriksaan awal persidangan dilakukan guna memeriksa kedudukan hukum para pihak. Selain itu, tahap pemeriksaan awal persidangan juga dilakukan guna melengkapi alat bukti yang diminta oleh Komisi Informasi.
“Persidangan tadi masih tahapan pemeriksaan awal. Pemeriksaan kedudukan hukum Walhi Bali selaku pemohon informasi publik dan Dewata Energi Bersih selaku termohon yang diminta informasi publik,” ucap Kuasa Hukum Walhi Bali saat ditemui Tribun Bali di Kantor Komisi Informasi Provinsi Bali.
I Made Juli Untung Pratama menjelaskan, Walhi Bali meminta Informasi soal studi kelayakan atau feasibility studi pembangunan terminal LNG kepada PT DEB. “Tadi informasi yang kita minta adalah studi kelayakan atau feasibility study yang digunakan untuk membangun terminal LNG di kawasan mangrove,” ucap Untung Pratama.
Baca juga: Tolak Pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove, Komunitas Ini Bentangkan Banner di Tengah Laut
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata alias Bokis menuturkan, pihaknya sempat mengirim surat kepada PT DEB soal informasi studi kelayakan pembangunan terminal LNG, 11 Agustus 2022 lalu.
Namun, surat yang dilayangkan oleh Walhi Bali disebut tak mendapat tanggapan.
“Kami (Walhi Bali) secara resmi, secara keetikan keorganisasian, kami bersurat meminta dokumen terhadap feasibility study, per 11 Agustus (2022) permohonan informasi publik yang pertama. Dewata Energi Bersih tidak menanggapi,” ucap Bokis saat ditemui Tribun Bali di Kantor KI Bali.
Tak mendapat tanggapan, Walhi Bali kembali mengajukan surat keberatan kepada PT DEB (Dewata Energi Bersih) pada 15 September 2022 lalu. “Maka dari itu, 15 September (2022) kita kembali lagi mengajukan surat pernyataan keberatan dimana isinya tetap meminta dokumen feasibility study karena ini penting,” ucap Direktur Walhi Bali, Jumat.
Walhi Bali sebagai organisasi yang getol menyuarakan kelestarian lingkungan menilai, informasi soal studi kelayakan atau feasibility study dinilai penting guna memastikan pembangunan terminal LNG tidak merusak hutan mangrove.
“Kami sebagai organisasi pemerhati lingkungan publik juga penting mengetahui bagaimana pembangunan terminal LNG ini kemudian,” tambah Bokis.
Pasalnya, menurut Bokis, saat PT DEB menyosialisasikan pembangunan terminal LNG, terdapat 14,5 hektare lahan hutan mangrove akan dikorbankan. Tak hanya hutan mangrove, Bokis menilai, pembangunan terminal LNG juga akan merusak terumbu karang.
“Karena dalam summary yang kita temukan saat Dewata Energi Bersih per tanggal 26 Mei 2022 yang sosialisasi di Desa Intaran Sanur, itu dalam pembangunan terminal LNG yang akan dibangun di kawasan mangrove akan menerabas sedikitnya 14,5 hektare mangrove,” kata Bokis.
“Bahkan dalam pembangunan proyek ini akan melakukan pengerukan di perairan Sanur sedalam 15 meter, seluas 840-an hektare, yang dimana dalam pengerukan tersebut yang dipergunakan untuk alur laut kapal LNG itu juga akan mengancam terumbu karang 5,2 hektare,” kata Bokis.
Kendati membahas soal dokumen studi kelayakan, namun pihak Komisi Informasi masih melakukan pemeriksaan awal tentang kedudukan hukum dari para pihak dan juga memerlukan sejumlah alat bukti yang diminta oleh majelis di persidangan.
“Pemeriksaan awal itu kami menentukan kedudukan hukum dari para pihak, dan ada beberapa alat bukti yang belum disiapkan, yang sudah diminta oleh anggota majelis. Untuk itu sidang berikutnya akan dilanjutkan, masih dalam tahap pemeriksaan awal,” pungkas Dewa Nyoman Suardana, Ketua Majelis Persidangan.
Hendri Keberatan Menyerahkan
PIHAK PT Dewata Energi Bersih (DEB) menilai surat gugatan Walhi Bali kurang tepat.
Kuasa Hukum PT DEB Dr Hendri Jayadi menuturkan, PT DEB merupakan perusahaan yang bersifat privat. Ia menyebutkan, dalam pendirian PT DEB sama sekali tidak menggunakan anggaran pemerintah daerah.
“Perlu diluruskan juga bahwa DEB itu kan bersifat privat dan sama sekali dalam pendirian DEB itu tidak menggunakan anggaran daerah. Makanya sebetulnya gini, kami merasa bahwa apa yang diminta itu, dokumen yang diminta itu, FS (Feasibility Study) dan sebagainya itu, kami tidak punya kewenangan untuk memberikan itu,” ungkap Kuasa Hukum PT DEB saat ditemui Tribun Bali di kantor KI Bali, Jumat (2/12).
Lebih lanjut, Dr Hendri Jayadi menuturkan, pihaknya dapat menunjukkan studi kelayakan pembangunan terminal LNG, dan sejumlah izin. Namun, pihaknya merasa keberatan jika studi kelayakan tersebut menjadi informasi publik.
“Perlu diluruskan juga bahwa DEB itu kan bersifat privat dan sama sekali dalam pendirian DEB itu tidak menggunakan anggaran daerah. Saya nggak berani bilang salah (surat gugatan Walhi Bali). Mungkin dari Walhi tidak memperoleh data yang akurat. Kalau saya, sebelum saya gugat, saya harus tahu dulu kedudukan tergugat saya siapa,” ucap Hendri.
Soal informasi tentang feasibility study atau studi kelayakan pembangunan terminal LNG yang diminta oleh Walhi Bali, Kuasa Hukum PT DEB mengaku memiliki dan dapat menunjukkannya. Namun, PT DEB mengaku keberatan jika informasi tersebut menjadi informasi publik. Hal itu lantaran PT DEB merupakan perusahaan yang bersifat privat.
“Dan saya tadi katakan di persidangan, kalau mau lihat, saya tunjukkan, bisa. Tapi kalau untuk dimiliki, untuk menjadi informasi publik, itu kami keberatan. Itu ada, bukan tidak ada. Makanya tadi saya tunjukkan di persidangan, ini FS (Feasibility Study) kita, semua perjanjian, perizinan, ada semua,” kata Kuasa Hukum PT DEB.
Hendri menyarankan Walhi Bali memeriksa kembali status pendirian PT DEB. Ia menambahkan, penggunaan dana daerah perlu melalui sejumlah mekanisme sebelum akhirnya dapat digunakan.
“Cek dulu Pemda, mengeluarkan nggak buat ini (pendirian PT DEB), cek ke DPRD, ngeluarin dana nggak untuk pendirian DEB. Karena kalau anggaran daerah itu keluar, kan harus dirapatkan di paripurna DPRD. Diketok,” kata Hendri. (*)