Berita Buleleng

Inovasi Produk Tradisional Lokal, Desa Les Buleleng Buat Garam Dengan Enam Cita Rasa

ada enam varian rasa garam yang berhasil dibuat oleh BUMDes Desa Les Kecamatan Tejakula, Buleleng

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Ratu Ayu Astri Desiani
Ketua BUMDes sekaligus Ketua Sentra Garam Desa Les, Ketut Agus Winaya menunjukan produk garam dengan berbagai cita rasa - Inovasi Produk Tradisional Lokal, Desa Les Buleleng Buat Garam Dengan Enam Cita Rasa 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Inovasi dilakukan oleh Desa Les Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali agar garam yang dihasilkan oleh petaninya tidak hanya laku terjual di pasar tradisional.

Desa Les bercita-cita garam yang dihasilkan sebagian penduduknya juga mampu merambah hingga ke pasar level restoran, spa dan dapat dijadikan sebagai buah tangan untuk wisatawan.

Ketua BUMDes sekaligus Ketua Sentra Garam Desa Les, Ketut Agus Winaya (37) ditemui belum lama ini menyebutkan, jumlah petani garam di Desa Les mencapai 32 orang.

Masing-masing petani mampu menghasilkan 35 kilo garam tradisional per hari.

Baca juga: Denfest 2022, Sehari Ada UMKM yang Dapat Rp16 Juta, Rata-rata Satu Stand Dapat Rp4-6 Juta Per Hari

BUMDes Desa Les kemudian menyerap seluruh garam milik petani itu, dengan membelinya seharga Rp 10 ribu per kilo.

Lalu BUMDes mengemas garam tersebut agar lebih menarik, dan dijual ke pasar yang lebih luas dengan harga Rp 15 ribu per kilo untuk garam original.

Saat pandemi Covid-19, Winaya menyebut pihaknya mulai melakukan inovas, agar garam tidak hanya digunakan sebagai bahan masakan di dapur.

Pihaknya mencoba membuat garam dengan berbagai cita rasa agar dapat dijual hingga ke restoran, sebagai suvenir untuk wisatawan yang berkunjung ke Desa Les, serta untuk kebutuhan spa.

Kini ada enam varian rasa garam yang berhasil dibuat oleh BUMDes, di antaranya rasa bawang putih, lime, cabai, serai, kelor, dan rosemary.

Bahkan pihaknya juga berencana akan membuat garam dengan campuran bunga jepun.

"Untuk bawang putih, cabai, lime atau serai itu bisa digunakan oleh restoran untuk bumbu daging, ayam atau ikan. Kalau moringa dan jepun bisa digunakan oleh spa, untuk relaksasi," jelasnya.

Winaya menerangkan, untuk membuat garam kelor, daun kelor dan garam harus disangrai terlebih dahulu agar kadar airnya berkurang.

Setelah kering, daun kelor kemudian diblender, lalu dicampur dengan garam sambil disangrai kembali.

"Garamnya harus benar-benar kering, agar saat dikemas tidak berair dan lengket," katanya.

Satu bungkus garam rasa dengan isi 250 gram dijual oleh BUMDes dengan harga Rp 40 ribu.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved