Pelanggaran HAM Berat
Kuburan Massal Korban G30S di Banjar Masean Jembrana Dibongkar 2015 Lalu, Warga Alami Kejadian Aneh
Banjar Masean, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana menjadi salah satu lokasi peristiwa berdarah Gerakan 30 September 1965 (G30S).
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA - Banjar Masean, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana menjadi salah satu lokasi peristiwa berdarah Gerakan 30 September 1965 (G30S).
Di wilayah ini juga, krama sudah berhasil menggelar pembongkaran kuburan massal mereka yang menjadi simpatisan maupun dituduh sebagai anggota PKI pada tahun 2015 silam.
Pembongkaran kuburan yang berada di tengah jalan tepatnya di depan SDN 3 Batuagung itu juga dirangkai dengan ritual besar sesuai keyakinan Umat Hindu bernama Pecaruan Nawa Gempang.
Baca juga: Tinggal Terima Kunci, 32 Warga Terdampak Banjir Bandang Jembrana Akan Direlokasi ke Penyaringan
Pecaruan ini bertujuan sebagai pembersihan agar wilayah Desa Batuagung terhindar dari hal negatif dan menyucikan arwah para korban.
Namun begitu, di balik kesuksesan pelaksanaan pembongkaran kuburan massal korban G30S tersebut, banyak hal yang diperjuangkan baik secara skala maupun niskala.
Mulai dari intervensi dan penolakan dari beberapa pihak agar tidak melaksanakan pembongkaran tersebut, hingga sempat bingung terkait pendanaan untuk prosesi dan upakaranya saat itu.
Baca juga: Tragedi Pembantaian G30S-PKI di Gianyar, Anggota PKI Pilih Akhiri Hidup Usai Lihat Temannya Tewas
Kelian Banjar Masean, Ida Bagus Kade Suwartama menuturkan, tanggal 29 Oktober 2015 silam menjadi hari bersejarah bagi masyarakat Jembrana khususnya Desa Batuagung.
Sebab, saat itu pihaknya bersama krama setempat berhasil melakukan pembongkaran kuburan massal korban G30S. Wacana ini sejatinya sudah ada sejak belasan tahun lalu namun tak pernah terwujud karena berbagai hal.
Pembongkaran kuburan tersebut bermula dari desakan warga setempat yang kerap mengalami hal aneh di areal kuburan tersebut.
Tak hanya satu dua warga saja, mereka kerap melihat penampakan sosok pria tanpa kepala yang mondar-mandir di jalan.
Baca juga: Peringati Hari Kesaktian Pancasila, Warga Diimbau Kibarkan Merah Putih, Setengah Tiang Kenang G30S
Bahkan, sempat ada yang melihat tengkorak menggelinding di jalan.
"Banyak cerita warga yang mengalami kejadian aneh. Dan itu tidak dialami oleh satu dua orang saja, tapi hampir merata," katanya saat dijumpai Kamis 12 Januari 2023.
Selain itu, fenomena peristiwa bunuh diri atau meninggal ulah pati juga terjadi hampir di setiap tahunnya. Anehnya, peristiwa bunuh diri seluruhnya dilakukan warga dengan cara gantung diri.
Mereka melakukan gantung diri di areal kebun yakni pepohonan karena mendapat bisikan. Sedikitnya, ada 50 orang lebih warga Masean, Batuagung yang meninggal dengan cara tersebut dalam kurun waktu 1965-2015.
Baca juga: Jenderal Ahmad Yani Salah Satu Korban Penculikan G30S, Sangat Dekat dengan Soekarno
Seingatnya, sebelum dilakukan pembongkaran dan upacara pembersihan, juga sempat ada kejadian tragis di wilayahnya.
Yakni sebuah truk yang mengangkut warga mengalami kecelakaan di medan menanjak disertai tikungan.
Akibatnya 10 orang warga meninggal dunia di tempat karena tertindih truk. Kejadian tersebut jauh sebelum 2015 atau saat masih trendnya warga menonton drama.
"Ada satu orang warga yang berhasil selamat. Ia mengaku mendapat bisikan entah darimana. Intinya meminta untuk mengakhiri hidupnya, betuntungnya ia cepat sadar dan mengurungkan niatnya. Karena kebanyak warga yang diincar adalah dengan pikiran kosong alias melamun," ungkapnya.
Berbekal dari kejadian yang dialami warganya tersebut, kata dia, pihaknya akhirnya kembali menyusun rencana pembongkaran dengan mencari atau memperdalam bukti-bukti nyata terkait peristiwa berdarah 1965 tersebut.
Ia pun membentuk panitia kecil agar bisa bekerjasama mengumpulkan bukti.
Bukti dikumpulkan dari para pelaku maupun keluarga korban. Termasuk juga melakukan rapat demi rapat agar prosesnya berjalan sesuai rencana.
Hari demi hari ia jalani hingga akhirnya berhasil mengumpulkan bukti dan semakin yakin untuk melaksanakan pembongkaran kuburan massal itu.
Bahkan, pihak keluarga korban juga sangat menyetujui bahkan sangat mendukung rencana tersebut.
Dia membeberkan, 9 korban yang dikubur tersebut yakni, Gusti Putu Wira, I Ketut Sundia, Ida Komang Suja, Ida Putu Sedana, Gusti Putu Sandra, Gusti Kade Oka dan Ida Kade Putra adalah warga Warga Desa Batuagung.
Sedangkan untuk I Wayan Pugig disebutkan dari Pandak Gede, Tabanan dan Wayan Gandra berasal dari Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara.
"Kami mencari saksi mata yang masih ada, kemudian ada para keluarga korban dan lainnya. Akhirnya bukti tersebut terkumpul dan kita peroleh data-data namanya yang dieksekusi di sana (kuburan)," imbuhnya.
Setelah semua data terkumpul dan yakin untuk melakukan pembongkaran kuburan tersebut, ternyata menemui sejumlah kendala.
Di antaranya adanya penolakan dan intervensi dari berbagai pihak hingga terkendala minimnya anggaran atau biaya.
Tapi pihaknya tetap berkeyakinan melaksanakannya, karena hanya memiliki tujuan untuk menghormati para korban memindahkan ke tempat lebih layak dan mengupacarai sesuai keyakinan Umat Hindu.
Dengan dasar tersebut, akhirnya banyak pihak yang membantu baik dari moral dan juga pendanaan.
Termasuk dari pemerintah dan Ketua DPRD Jembrana saat itu, I Ketut Sugiasa. Ia memberikan dukungan alat berat beserta operasionalnya saat itu. Kemudian juga mendapat dukungan pengamanan dari pihak Polres Jembrana.
"Kami tidak ada maksud lain selain dasar kami hanya sesuai tujuan agar tempat mereka lebih layak dan diupacarai sesuai keyakinan," tegasnya.
Kemudian, kata dia, setibanya waktu pembongkaran kuburan, pihaknya bersama para panitia sempat kebingungan.
Pertama, mengenai lokasi kuburan. Sebab, pada lokasi pertama yakni di pinggir jalan ternyata kuburannya tak ditemukan.
Sehingga pihaknya keembali memperlebar pembongkaran. Sesuai petunjuk panglingsir setempat, pembongkaran dilakukan di tengah jalan, masih di lokasi yang sama.
"Saat itu, mungkin ada gangguan dari niskala. Karena titik awal itu di pinggir jalan. Ternyata sesuai petunjuk panglingsir ada di tengah jalan dan kita laksanakan," ungkapnya.
Sebelum membongkar jalan, pihaknya berkoordinasi dengan pemerintah melalui Dinas PUPR Jembrana.
Akhirnya, pihak pemerintah menyetujui hal tersebut dan akhirnya pembongkaran dimulai.
Pembongkaran tepat dilakukan di tengah jalan sepanjang sekitar 50 meter dengan kedalaman 2 meter.
Dengan kedalaman tersebut, kuburan pertama akhirnya terbongkar diikuti lubang lainnya di lima titik.
"Lubang pertama itu di atasnya terdapat batu. Dan ketika batu dibuka pertama kali, sempat mengeluarkan seperti asap. Setelah terlihat kerangka dan pakaian, tim INAFIS Polres Jembrana dan dipastikan bahwa itu kerangka manusia."
"Akhirnya dari sana mulai lega karena telah berhasil," ungkapnya.
Usai melakukan pembongkaran, para pihak keluarga korban G30S tersebut menggelar upacara pengabenan dengan banten Ancak Bingin.
Beberapa hari kemudian, pihak panitia juga melaksanakan upacara pecaruan sekala besar dengan tujuan pembersihan dan penyucian arwah para korban yang disebutkan sempat bergentayangan tersebut.
Upacara tersebut bernama Pecaruan Nawa Gempang yang mencakup seluruh Desa Batuagung. Saat itu, prosesinya dipuput pangsung oleh Ida Pedanda Gede Dharma Manuaba, Griya Gede Anom Manuaba.
"Bahkan saat itu juga berkeliling se-Desa Batuagung juga karena mencakup pembersihan seluruh desa," jelasnya.
Disingung mengenai situasi dan kondisi pasca pelaksanaan tersebut, Suwartama mengakui wilayah Banjar Masean semakin kondusif dan warganya tidak mengalami kejadian aneh lagi.
Selain itu, sejak 2015 lalu, tak ada lagi kejadian gantung diri di wilayah tersebut.
"Astungkara dengan niat dan tujuan yang baik kepada masyarakat kita, semua sudah kembali normal. Tidak ada lagi kejadian aneh sejak upacara tersebut," tandasnya. (*)
Berita lainnya di G30S
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.