Serba Serbi

Eksis Sejak Masa Raja Jayapangus, Pura Ulun Danu Batur, Rekam Peradaban dalam Prasasti Cempaga

Dahulu, Pura Ulun Danu Batur berdiri di daerah yang kini dikenal sebagai Black Lava, Kintamani.

Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Sejarah Pura Ulun Danu Batur 

TRIBUN-BALI.COM - Dahulu, Pura Ulun Danu Batur berdiri di daerah yang kini dikenal sebagai Black Lava, Kintamani. Erupsi Gunung Batur pada tahun 1926 membuat pemerintah kolonial Belanda saat itu memindahkan Pura Ulun Danu Batur ke lokasi yang sekarang.

Eksistensi Pura Ulun Danu Batur sebagai sebuah situs pemujaan termuat dalam berbagai lontar tua. Seperti Lontar Usana Bali, Lontar Kusuma Dewa, Lontar Raja Purana Batur dan sebagainya. Termasuk juga beberapa babad, seperti Babad Dalem hingga Babad Pasek.

"Itu (Babad) sudah menyebutkan eksistensi sebuah situs pemujaan di kawasan kaki Gunung Batur sebelah barat daya. Cuma secara tahun (kapan pertama didirikan), kami tidak berani menentukan, karena tidak ada catatan yang jelas untuk itu," ujar Pangemong Pura Ulun Danu Batur, Jero Gede Batur Duhuran.

Baca juga: Turunnya Wahyu di Gunung Raung, Pura Besakih Atensi Kerajaan Bali Kuno Hingga Pemerintah Modern

Baca juga: Meru Tumpang Lima Ditopang Bambu, Bangunan Meru di Pura Watu Klotok Rusak Parah

Sejarah Pura Ulun Danu Batur
Sejarah Pura Ulun Danu Batur (Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury)

Wilayah Batur mulanya bernama Tampurhyang. Wilayah ini sudah eksis di masa Raja Jayapangus, dan dinasti-dinasti lainnya di balik gunung yang bisa dijejak pada prasasti Cempaga A, B, dan C yang kini disimpan di Pura Cempaga Bangli.

Prasasti Cempaga A memuat angka tahun 1113 Saka (1181 Masehi), Prasasti Cempaga C memuat tahun 1246 Saka (1324 Masehi). Sedangkan Prasasti Cempaga B tanpa tahun. "Di prasasti itu disebutkan ada kawasan bernama Tampurhyang. Perpaduan Tampurhyang dan Cempaga inilah yang oleh leluhur kami diyakini melebur dan berevolusi menjadi Batur," ungkapnya.

Informasi penting dalam tiga prasasti itu antara lain batas wilayah Desa Cempaga yang saat ini masih menjadi batas wilayah Desa Batur. Misalnya Bubung Jalan Tengah yang diduga Bubungkelambu, Jagles Tengahing We dalam Prasasti Cempaga kemungkinan menjadi Tatag Megat Danu dalam raja purana. Selain itu ada daerah Bukit Tampud, Titimarmar (Titimamah) yang dulu jadi batas wilayah Cempaga, namun kini ada di dalam wilayah Batur.

Sejarah Batur yang lebih autentik bisa merujuk pada tahun 1900an. Di mana pada tahun tersebut ada bukti-bukti berupa foto. Baik foto di tahun 1912 bahkan foto pada tahun 1848 yang mana Pura Batur memang lokasinya di kaki gunung Batur sebelah barat daya.

Pada tanggal 3 Agustus 1926 terjadi erupsi Gunung Batur. Masyarakat Batur saat itu dibantu masyarakat desa kerabat (Batun Sendi Ida Bhatari), melakukan evakuasi. Proses itu juga dibantu Pemerintah Kolonial Belanda yang menurunkan para tawanannya.

"Karenanya beberapa palinggih kami masih autentik dari zaman dulu. Misalnya Gedong Agung Utama, arca-arca pratima, benda-benda pusaka, raja purana, hingga seperangkat gong," demikian jelasnya.

Sejarah Pura Ulun Danu Batur
Sejarah Pura Ulun Danu Batur (Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury)

Pada masa erupsi itu, masyarakat Desa Batur mengungsi di wilayah Desa Bayunggede. Mereka mengungsi selama dua tahun. Hingga pada 1928 saat erupsi sudah selesai, para leluhur Desa Batur yang akan kembali ke desa asal tidak diizinkan oleh Belanda.

"Mungkin ini sebagai bentuk mitigasi bencana. Karena terbukti pada tahun-tahun setelahnya masih terjadi erupsi lanjutan di Gunung Batur," imbuhnya.

Oleh sebab itu pada tahun 1928, Belanda memberi para leluhur masyarakat Desa Batur sebuah tempat pengganti. Tempat yang mulanya disebut Kalanganyar inilah, yang selanjutnya menjadi Desa Batur yang sekarang. "Di tempat ini para leluhur membangun kembali desa dan pura. Sampai pada tahun 1935 tepat menjelang Purnama Kadasa, Pura Batur akhirnya diresmikan," jelasnya.

Berkaitan dengan Parahyangan, lanjut Jero Gede Batur Duhuran, denah tiap bangunan di Pura Batur yang baru, dibuat sama persis dengan Pura Batur saat masih berada di bawah. Hanya saja lebih dipersempit karena lahan yang terbatas. "Kalau dulu di Batur Let, di kaki Gunung Batur, menurut pengamatan foto dan ingatan beberapa pangelingsir, setiap satu palinggih ada kawasan atau kompleksnya," ungkap dia.

Puncak Karya Pujawali Ngusaba Kadasa di Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, Bangli, Bali. berlangsung pada Rabu (5/4/2023).

Meski demikian, beragam persiapan telah memulai dilakukan sejak Selasa (21/3/2023).

Persiapan tersebut diantaranya berupa bersih-bersih di areal pura, menghias areal pura, hingga menyiapkan sarana upacara atau bhakti yang akan digunakan selama Pujawali Ngusaba Kadasa.
Puncak Karya Pujawali Ngusaba Kadasa di Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, Bangli, Bali. berlangsung pada Rabu (5/4/2023). Meski demikian, beragam persiapan telah memulai dilakukan sejak Selasa (21/3/2023). Persiapan tersebut diantaranya berupa bersih-bersih di areal pura, menghias areal pura, hingga menyiapkan sarana upacara atau bhakti yang akan digunakan selama Pujawali Ngusaba Kadasa. (Mer)

Suara Duwe Tengeran

Ada salah satu hal yang unik di Desa Adat Batur yakni Nyuaraang Duwe Tengeran. Proses ini dilakukan tiap fajar, di mana ada seorang Jero Keraman (Bali Rama) yang ditugaskan memukul sebuah kentongan sakral di Mandala Pura Bale Agung Batur.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved