Berita Jembrana

7 Kasus Perempuan & Anak Terjadi Selama 5 Bulan Terakhir, Pencegahan Perlu Keterlibatan Semua Pihak

7 Kasus Perempuan & Anak Terjadi Selama 5 Bulan Terakhir, Pencegahan Perlu Keterlibatan Semua Pihak

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Fenty Lilian Ariani
Ilustrasi ibu dan anak. 

NEGARA, TRIBUN-BALI.COM - Sebanyak tujuh kasus terkait perempuan dan anak terjadi di Kabupaten Jembrana dalam kurun waktu lima bulan belakangan ini.

Diantaranya kasus persetubuhan anak di bawah umur, kekerasan seksual, penganiayaan hingga pelecehan bahkan terhadap warga dengan disabilitas.

Pihak UPTD PPA menyatakan jumlah ini tergolong tinggi.

Sehingga peran seluruh masyarakat sangat penting untuk mencegah atau menekan angka kasus agar tidak semakin tinggi kedepannya.

Menurut Kepala UPTD PPA Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi, dalam kurun waktu lima bulan terakhir atau periode Januari-Mei 2023 ini sudah tercatat ada tujuh kasus terkait perempuan dan anak (PPA) di gumi makepung. 

"Itu (kasus PPA) mulai dari persetubuhan anak di bawah umur, kekerasan seksual, penganiayaan hingga pelecehan seksual," kata Sri Utami saat dikonfirmasi. 

Dia mengungkapkan, seluruh korban dari kasus tersebut telah dilakukan pendampingan.

Bahkan, tak jarang pihaknya juga memberikan layanan pendampingan psikologi untuk memastikan korban baik-baik saja.

Kasus terakhir adalah dugaan pelecehan yang dialami seorang warga disabilitas di wilayah Kecamatan Mendoyo.

Korban diduga mengalami pelecehan seksual oleh mertuanya yang saat itu masih berada di rumah suaminya tersebut.

Namun saat ini, korban sudah kembali ke rumah bajangnya (asal) karena statusnya sudah bercerai dengan suaminya. Korban diduga mengalami pelecehan pada kirun waktu 2-3 bulan lalu.

"Saat ini kita masih lakukan pendampingan terhadap korban pelecehan yang mana korbanya adalah seorang disabilitas," ungkapnya. 

Dia melanjutkan, kasus ini masih belum dilaporkan ke pihak kepolisian karena masih akan dilakukan pendampingan psikologi yang masih proses dimohonkan ke provinsi. 

"Hingga saat ini masih belum menjawab secara terbuka. Kita masih akan lakukan pendampingan psikologi dulu untuk mengetahui konsistensi yang bersangkutan menceritakan peristiwa yang dialaminya," terangnya. 

Pendampingan psikologi sangat penting dilakukan mengingat korban kerap berteriak tidak jelas dan takut bertemu dengan lawan jenis apalagi orang baru.

Ini menandakan korban mengalami trauma yang cukup kuat. 

"Kita masih terus memantau. Kita lihat perkembangannya nanti sampai dinyatakan siap dan mampu memberikan keterangan. Kami harap kondisinya segera membaik," harapnya. 

Dengan tingginya kasus terkait PPA di Jembrana, pihaknya pun menekankan perlu keterlibatan semua pihak.

Seluruh elemen masyarakat diharapkam untuk bersama-sama melakukan pengawasan dan pencegahan agar kasus serupa tak terjadi lagi kedepannya. 

"Dan jika mendengar ataupun melihat kami harap segera dilaporkan ke kami agar bisa melakukan pendampingan terhadap korban. Mengingat kasus PPA ini sangat sensitif karena potensi risiko trauma mendalam sangat tinggi bisa terjadi," tandasnya. 

Sebelumnya, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, Kejari Jembrana telah menangani  sudah ada 25 kasus terkait PPA.

Dengan jumlah tersebut, pihak aparat penegak hukum (APH) mengakui sangat perihatin.

Sehingga, pemerintah didorong untuk melakukan langkah preventif misalnya dengan menyediakan layanan pengaduan/pelaporan khusus hingga memberikan penyuluhan dan penerangan hukum kepada masyarakat.

Menurut data yang berhasil diperoleh, tercatat ada sebanyak empat kasus terkait PPA di tahun 2021, kemudian meningkat drastis menjadi 16 perkara di 2022 (satu diantaranya anak sebagai pelaku).

Dan di hingga April 2023 lalu, tercatat sudah ada lima perkara yang ditangani.

Dari puluhan kasus tersebut, terdiri dari kasus kekerasan anak, kasus kekerasan seksual, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), KDRT, dan juga kasus anak sebagai pelaku tidak pidana. 

Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Jembrana, Delfi Trimariono mengakui sangat miris dan prihatin dengan kondisi tersebut.

Setiap tahun, kasus yang melibatkan perempuan dan anak selalu meningkat.

Sehingga, pihaknya lebih menekankan kepada seluruh elemen terutama pemerintah untuk lebih mengedepankan upaya preventif.

Dalam beberapa kesempatan, pihak Kejari Jembrana juga kerap menjadi narasumber atau pemateri untuk memberikan pemahaman terkait hukum seperti terkait UU perlindungan anak, UU tindak pidana kekerasan seksual, UU nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO (tindak pidana perdagangan orang), hingga UU pornografi juga. Tujuannya agar masyarakat menjadi paham.

"Dalam beberapa kesempatan kami berpartisipasi untuk menyampaikan tentang penerangan hukum kepada masyarakat agar semakin paham," jelas Delfi saat dikonfirmasi, Rabu 12 April 2023.

Dia menegaskan, upaya preventif yang dilakukan adalah seperti memberikan penyuluhan, menyediakan pelayanan pengaduan atau pelaporan hingga penyediaan rumah aman.

Layanan pengaduan ini menjadi urgent karena selama ini, korban juatru takut melapor dengan berbagai faktor.

Misalnya, masih ada hubungan darah takut aib keluarga terbongkar, menerima ancaman atau intimidasi dan lainnya. Disisi lain, hingga saat ini Kabupaten Jembrana belum memiliki rumah aman.

"Setiap daerah sebenarnya wajib punya rumah aman dan menyediakan layanan pelaporan atau pengaduan khusus dari masyarakat terkait PPA. Kami harap bisa segera direalisasikan," tegasnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved