Pemilu 2024

Bendesa Adat Ikut Nyaleg, KPU Bali Tetap Mengacu ke PKPU, Simak Berita Selengkapnya

Namun, permasalahannya ketika ada yang menyanggah dan klarifikasi. Sehingga KPU tetap mengacu pada undang-undang dan peraturan KPU (PKPU).

Tribun Bali/Ida Bagus Putu Mahendra
Mengenai bendesa adat yang harus mengundurkan diri, saat akan mengikuti pencalegan pada Pemilu 2024 nantinya, ditanggapi oleh KPU Provinsi Bali.  Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, I Dewa Agung Gde Lidartawan, saat menghadiri rapat Komisi I dan Komisi IV DPRD Provinsi Bali, yang membahas kedudukan bendesa adat dalam Pemilu tahun 2024, mengatakan KPU bukan penafsir undang-undang. Namun, permasalahannya ketika ada yang menyanggah dan klarifikasi. Sehingga KPU tetap mengacu pada undang-undang dan peraturan KPU (PKPU). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mengenai bendesa adat yang harus mengundurkan diri, saat akan mengikuti pencalegan pada Pemilu 2024 nantinya, ditanggapi oleh KPU Provinsi Bali

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, I Dewa Agung Gde Lidartawan, saat menghadiri rapat Komisi I dan Komisi IV DPRD Provinsi Bali, yang membahas kedudukan bendesa adat dalam Pemilu tahun 2024, mengatakan KPU bukan penafsir undang-undang.

Namun, permasalahannya ketika ada yang menyanggah dan klarifikasi. Sehingga KPU tetap mengacu pada undang-undang dan peraturan KPU (PKPU).

Baca juga: Walaupun Bendesa Boleh Nyaleg, Sebaiknya Pilih Salah Satu, Badung Jadi Wilayah Terbanyak!

Baca juga: Ketua KPU Bali: Bendesa Adat Nyaleg Tidak Perlu Mengundurkan Diri, Simak Penjelasannya!

Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan saat ditemui Tribun Bali beberapa waktu lalu.  - Surat Kemendagri Terkait Bendesa Adat Dalam Pemilu 2024, KPU Bali Tunggu Surat KPU RI
Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan saat ditemui Tribun Bali beberapa waktu lalu. - Surat Kemendagri Terkait Bendesa Adat Dalam Pemilu 2024, KPU Bali Tunggu Surat KPU RI (Tribun Bali/Ida Bagus Putu Mahendra)

"Kalau kami tidak boleh mengikuti kesimpulan mereka, sesuai dengan aturan saja. Nanti kalau ada masalah apa-apa, pasti kami ini nya (masalah Pemilu) ke Bawaslu. Jadi memang kami tidak ingin ada masalah itu saja," ungkapnya pada, Rabu 3 Mei 2023. 

Baginya sepanjang nanti pada saat pendaftaran memang tidak ada yang melakukan klarifikasi, dan jika dia menyatakan nama bendesa mungkin akan dipertanyakan saat diklarifikasi.

Dan nantinya jika terjadi permasalahan KPU akan tetap berpatokan pada UU.

“Ada gugatan ya silakan Bawaslu, Bawaslu mengkaji. Apa putusan Bawaslu ya kita lakukan. Jadi memang kita ndak ingin ada masalah itu saja,” imbuhnya. 

Lidartawan juga menyarankan, alangkah bagusnya Pemerintah Provinsi Bali dan DPRD itu harus minta fatwa ke Depdagri, supaya aman.

Sehingga tidak berbeda tafsir dan tidak menjadi permasalahan.

“Yang dimaksud pasal-pasal itu, dia kan tahu karena leading sectornya itu. Dan kami kan tidak bisa menginikan pasal-pasal itu apa, ini apa. Yang tau itu adalah pembuat Undang-undang, pemerintah dan DPR. Semestinya kalau menurut saran KPU RI kemarin, disarankan untuk berkoordinasi dengan Kemendagri," tutupnya.

Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan saat ditemui Tribun Bali beberapa waktu lalu.  - Surat Kemendagri Terkait Bendesa Adat Dalam Pemilu 2024, KPU Bali Tunggu Surat KPU RI
Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan saat ditemui Tribun Bali beberapa waktu lalu. - Surat Kemendagri Terkait Bendesa Adat Dalam Pemilu 2024, KPU Bali Tunggu Surat KPU RI (Tribun Bali/Ida Bagus Putu Mahendra)

Komisi I dan Komisi IV DPRD Provinsi Bali adakan rapat kerja membahas kedudukan bendesa adat dalam Pemilu tahun 2024.

Rapat ini turut dihadiri oleh KPU dan MDA Provinsi Bali pada, Selasa 2 Mei 2023.

Dalam rapat tersebut, I Nyoman Budi Utama selaku Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali mengatakan pertanyaan terkait Bendesa ikut ‘nyaleg’ ini sudah ada sejak enam bulan lalu. 

“Dari enam bulan lalu supaya tidak ada permasalan maka kami melalui staff-staff yang berwenang masing-masing sudah memberikan kajian.

Dan kesimpulan terakhir ini adalah kajian dari hukum persepektif UU Pemilu, UU PKPU Nomor 10 tahun 2023, kemudian UU Pemerintah Desa dan Perda,” jelasnya pada, Selasa 2 Mei 2023 kemarin. 

Lebih lanjutnya ia mengatakan, kemudian yang menjadi titik permasalahannya ada pada Pasal 240 ayat 1 huruf K yang menyebutkan, bahwa badan lain dan keuangan negara harus ada pengunduran diri dan tak bisa ditarik kembali ketika mengikuti pencalonan legislatif. 

“Inilah ada presepsi badan lain dan ada badan lain yang menyamakan dengan desa adat. Padahal tidak benar itu. Yang dimaksud badan lain itu adalah instansi yang masuk hukum positif.

Sementara desa adat sendiri mengacu pada Perda Nomor 4 Tahun 2019, di sana disebutkan bendesa dan keuangannya darimana dan tugasnya darimana. Tidak boleh dipakai acuan penyelanggaraan Pemilu,” imbuhnya. 

Sehingga dari ketentuan tersebut mengalami “conflict van norm”, maka secara teoretik hukum adalah tidak dapat berlaku yang bersifat legal and binding untuk mengatur bandesa adat dan prajuru desa adat dilarang mencalonkan diri dan/atau mengundurkan diri terlebih dahulu, ketika menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, serta menjadi calon dalam Pilkada. Dan juga tidak ada larangan menjadi anggota dan/atau pengurus parpol. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved