Berita Bali
Polusi Udara Jakarta, Dispar Harapkan Pekerja WFH Datang, Silakan Work from Bali
polusi udara di DKI Jakarta, Bali digadang-gadang menjadi tempat yang dipilih untuk berlibur di tengah parahnya polusi udara di Jakarta
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Parahnya polusi udara yang terjadi di DKI Jakarta membuat pemerintah setempat membuat aturan work from home (WFH) untuk para pekerja sama seperti ketika Covid-19 melanda beberapa waktu lalu.
Melihat hal tersebut, Kepala Dinas Pariwisata Bali, Tjok Bagus Pemayun mengatakan dengan adanya kegiatan WFH kembali, diharapkan akan ada pekerja yang melakukan work from Bali.
“Ya itu kan harapan kami. Kalau Jakarta sekarang WFH harusnya ada yang work from Bali. Makanya saya katakan tren kedepannya wisatawan yang datang akan mencari yang aman, nyaman dan sehat karena pandemi Covid-19 mengajarkan kita sehingga mereka akan kembali ke alam. Cuma data dari Jakarta yang WFH saya belum dapat,” katanya, Selasa 22 Agustus 2023.
Namun, kata Tjok Pemayun, dari informasi yang ia dapatkan di satu sisi saat ini harga tiket pesawat ke Bali masih lumayan tinggi.
Baca juga: Jokowi Ajak ASN, TNI, Polri dan Pegawai Swasta Perpanjang Cuti Lebaran 2023, WFH Atau WFA
Sementara itu WFH artinya masyarakat tidak boleh bepergian, terlebih khusus untuk ASN yang berada di Jakarta sudah terhubung dengan sebuah aplikasi, sehingga jika dia sampai pergi keluar DKI Jakarta atau rumah akan ketahuan dan akan diberikan sanksi.
“Itu kan harapannya (Work from Bali) atau weekend ke Bali. Kan bisa Jumat sore setelah jam kantor ke Bali, minggu balik kan segar datang dari Bali,” imbuhnya.
Sementara mengenai Ubud menduduki posisi kelima dengan tingkat polusi udara yang tinggi, Tjok Pemayun meragukan hal tersebut.
Pasalnya hamparan sawah dan pepohonan hijau masih banyak ditemukan di Ubud.
Terlebih penggunaan kendaraan lebih sedikit jika dibandingkan dengan daerah pariwisata yang lain, seperti Canggu.
“Artinya ambang batasnya belum sampai jumlah tertentu yang menyebabkan Ubud ini masuk kriteria yang buruk lah. Masalah polusi ada, tetapi tidak sampai ambang batas yang dikatakan polusi itu,” ungkapnya.
Sementara itu, mengantisipasi polusi udara jika peningkatan wisatawan meningkat di Bali, Tjok Pemayun meminta agar masyarakat lebih bijak lagi menggunakan kendaraan.
Jika dirasa tidak penting sekali, jangan gunakan kendaraan untuk beraktivitas.
Bali digadang-gadang menjadi tempat yang dipilih untuk berlibur di tengah parahnya polusi udara di Jakarta.
Tentunya hal ini memberikan dampak positif bagi okupansi atau tingkat hunian kamar hotel di Bali.
Wakil Ketua PHRI Bali I Gusti Ngurah Suryawijaya mengatakan, okupansi sedikit terpengaruh dari kejadian tersebut.
Kenaikan okupansi terjadi, namun tidak signifikan.
“Ada pengaruh, tapi tidak signifikan. Dia (warga ibukota) kan tidak menetap. Mereka berlibur. Lebih baik dia berlibur di Bali. Udaranya masih lebih bagus daripada ibu kota," katanya, Selasa.
Kenaikan okupansi ini, dikatakannya, mulai terjadi sejak awal Juli lalu. Ketidaknyamanan warga di ibu kota diakuinya akan membuat mereka pergi ke Bali.
Tidak hanya Bali, beberapa daerah lainnya juga menjadi sasaran tempat berlibur sementara untuk bebas dari hiruk pikuk kota besar.
Bali sendiri, menurutnya, tentu akan mendukung perpindahan tersebut jika dari sisi berlibur.
Namun jika perpindahan bersifat permanen dan membuat penuh, tentu tidak akan baik untuk Bali karena akan menjadi beban.
Sementara itu, berdasarkan data dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai tampak pada Juli jumlah penumpang domestik melejit.
Tercatat penumpang di Bandara Ngurah Rai mencapai 483.339 penumpang datang dan 510.259 penumpang berangkat sehingga total melayani 993.598 penumpang.
Sementara catatan Bandara Ngurah Rai pada Juni yaitu melayani 909.341 penumpang domestik.
Adapun rinciannya yaitu 463.549 penumpang datang dan 445.792 penumpang berangkat.
Dari data tersebut tampak jumlah penumpang domestik pada Juli lebih banyak dibanding Juli.
Jakarta menjadi rute domestik tersibuk dengan jumlah 508.375 penumpang selama Juli.
Demikian pada Juni jumlah penumpang rute Jakarta-Denpasar yaitu 459.887 penumpang. (sar)
Tiga Opsi Tekan Polusi
KEPALA Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji mengungkapkan tiga opsi metode yang bisa ditempuh untuk menekan polusi udara di DKI Jakarta.
"Ada tiga metode," kata Isnawa saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 22 Agustus 2023.
Pertama, teknologi modifikasi cuaca (TMC) Konvensional TMC Konvensional itu bisa dilakukan tidak hanya di atas wilayah DKI Jakarta saja, tetapi di atas wilayah lain.
Dalam hal ini termasuk di sejumlah wilayah penyangga Jakarta seperti di atas Bekasi, Kepulauan Seribu atau Tangerang jika memungkinkan untuk melindungi Jakarta dari polusi udara.
Kedua, yakni "dry ice" yang sebelumnya pernah dilakukan di Thailand.
Namun metode ini jarang dilakukan. Istilahnya "dry ice" tapi itu tidak mungkin dilakukan di Jakarta.
Metode ini pernah dilakukan di Thailand tapi jarang dilakukan.
"Itu seperti menyebarkan batu-batu es," kata Isnawa.
Ketiga, yakni melakukan "spraying" (penyemprotan) seperti yang pernah diterapkan di Beijing.
Metode ini dilakukan dengan pesawat kecil, drone atau dari atas gedung-gedung tinggi di Jakarta.
"Tapi ini belum. Mungkin nanti mau kita usulkan, mungkin bangunan-bangunan tinggi boleh juga tuh ada teknologi 'spraying' ya supaya polutan-polutan itu bisa diredam," ujar Isnawa.
Tiga metode tersebut merupakan hasil rapat gabungan yang telah dilakukan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait cara meredam polusi udara di Ibu Kota, yang digelar secara daring, Selasa 15 Agustus 2023, pukul 16.00 WIB, dan diikuti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Asisten Operasi TNI Angkatan Udara (Assops AU) dan Asisten Operasi (Assops) Panglima TNI.
Berdasarkan hasil rapat itu, musim kemarau cukup berpengaruh pada meningkatnya polutan di Jakarta sehingga disepakati modifikasi cuaca untuk memancing hujan.
"Hasil rapat itu memang kendalanya kita lagi musim kemarau, jadi namanya gumpalan awan hujan itu sulit. Tapi di 21 (Agustus) ini menurut BMKG ada potensi sedang, kemungkinan bisa dilakukan TMC," kata Isnawa.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengupayakan teknologi modifikasi cuaca selama tiga hari untuk membilas polusi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing yang diikuti daring di Jakarta, Senin 21 Agustus 2023 mengatakan, TMC dilakukan di tanggal 19-21 Agustus.
"Ada fase tertentu dimana minimal konsentrasi awan itu 30 persen, cukup untuk membuat hujan buatan. BNPB bersama BMKG, BRIN dan TNI-Polri, kita sudah mulai melakukan TMC," ujar Abdul. (ant)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.