Wawancara Ekslusif
Rektor ITB STIKOM Bali Dr Dadang Hermawan : Ayo Majukan SDM di Semua Bidang!
Rektor ITB STIKOM Bali Dr Dadang Hermawan bersama Pemimpin Redaksi Tribun Bali, I Komang Agus Ruspawan di ITB STIKOM Bali, baru-baru ini.
Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - PARA pemangku kebijakan di Bali menelurkan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru. Haluan Pembangunan Bali ini menjadi bagi para pemimpin generasi selanjutnya dalam melakukan pembangunan Bali.
Lalu bagaimana proyeksi Bali di masa depan dari sudut pandang pendidikan? Berikut petikan wawancara Rektor ITB STIKOM Bali Dr Dadang Hermawan bersama Pemimpin Redaksi Tribun Bali, I Komang Agus Ruspawan di ITB STIKOM Bali, baru-baru ini.
Wawancara khusus ini merupakan rangkaian road show para narasumber untuk acara akbar Talk Show Mata Lokal Memilih Series dengan topik: Haluan Pembangunan 100 Tahun Bali ke Depan dan Harapan terhadap Presiden ke-8 RI, yang digelar Tribun Bali di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Denpasar, Sabtu (2/9). Berikut petikannya:
Bagaimana perjalanan awal Pak Dadang hingga bisa berada di Bali?
Saya ke Bali tahun 1988. Baru 35 tahun di Bali. Bawa anak satu, istri satu. Sekarang anak empat, mantu tiga, cucu tujuh. Ceritanya waktu itu saya jadi PNS, ditempatkan di Bali, tetapi jiwa pendidik saya terus muncul sehingga 2 tahun setelah bertugas di Bali, maka tahun 1990 saya masuk ke sebuah lembaga pendidikan sebagai instruktur untuk ngajar beberapa keterampilan yang kebetulan milik teman saya.
Itu terus dilakoni sampai 1996. Kemudian di lembaga pendidikan itu, pimpinannya tidak kuat. Sehingga teman saya menawarkan menjadi pimpinan. Karena passion saya di situ, walaupun dirangkap, ternyata berkembang.
Tahun 1996 saya dipromosi ke Sulawesi Tenggara. Saya harus memilih antara terus ASN atau mengajar. Kemudian tahun 1996 saya keluar, kemudian meneruskan lembaga itu sampai berkembang. Tahun 2002 dengan beberapa tokoh masyarakat Bali, saya mendirikan ITB STIKOM Bali sampai dengan saat ini.
Jadi jiwanya memang sebagai seorang pendidik ya?
Iya betul. Waktu SMA saya senang berorganisasi. Di situ saya kebanyakan menjadi mentor. Kemudian di mahasiswa juga sama menjadi mentor. Kemudian juga menjadi pelatih atau instruktur di beberapa lembaga kursus. Juga jadi guru di salah satu SMA di Bandung. Waktu itu guru kan tidak perlu S1. Saya tingkat 3, saya sudah jadi wakil kepala sekolah.
Tapi dari kecil apakah pernah cita-cita jadi guru?
Ya memang passion saya di situ. Kalau cita-cita pingin jadi ASN, kemudian jadi TNI tapi gagal. Karena dari tingkat 3 sudah mengajar, kemudian setelah lulus S1. Kemudian saya nikah. Baru terasa setelah punya tanggungan. Ini kok gaji atau honor nggak cukup. Sehingga saya masuk ASN dan ditempatkan di Bali. Saya senang membahagiakan orang lain. Mendorong orang lain maju, sharing knowledge. Karena yang saya rasakan ilmu itu kalau diberikan bukan tambah habis, tapi tambah banyak.
Setelah mendirikan STIKOM hingga seperti ini apakah ada trik khusus sehingga STIKOM menjadi besar?
Iya pertama itu pengalaman dari sebelumnya yaitu memimpin lembaga kursus. Lembaga kursus itu kan effort-nya luar biasa. Bagaimana memasarkan pendidikan tambahan di masyarakat. Pada saat itu terpikir juga walaupun kami lembaga kursus, kita juga harus memiliki lembaga formal.
Pada 2002 itu kita membuka waktu itu sekolah tinggi namanya STMIK STIKOM Bali, tapi dipopulerkan STIKOM Bali. Waktu itu tahun 2020 waktu itu belum ada pendidikan tinggi yang bidang informatika dan komputer sehingga kami membentuk yayasan. 2021 mengajukan izin ke Dikti, kemudian tahun 2022 keluar izinnya.
Kami menjadi perguruan tinggi pertama di bidang infokom yang membuka kelas sampai jenjang S1. Sekarang sekitar 1.400 sampai 1.500 siswa per tahun. Kalau siswa total sekitar 6.500 kemudian alumninya sudah 10.000 kurang sedikit.
Apakah pernah terbayang kalau STIKOM akan menjadi kampus besar?
Kita kan punya visi dan misi. Karena kita punya visi dan misi bagaimana kita ini selalu menjadi yang terdepan dan terkemuka di Bali. Makanya mottonya always the first. Jadi memang sudah kami bayangkan itu menjadi cita-cita kami. Itu sudah tercapai. Visi dan misinya kita ubah lagi jadi go international. Bagaimana supaya perguruan tinggi di Indonesia ini, khususnya di Bali bisa sejajar dengan perguruan tinggi internasional.
Terus bertransformasi ya. Sekarang namanya ITB STIKOM Bali?
Betul. Kita kan tidak boleh diam. Waktu itu sekolah tinggi di tahun 2002 hanya dua prodi, manajemen informatika dan sistem komputer. Tahun 2009 menambah satu prodi lagi. 2019 bertransformasi menjadi institut.
Jadi sekolah tinggi naik satu tingkat ke institut sehingga bisa membuka jurusan bisnis. Karena institut ini boleh beberapa cabang ilmu. Kalau universitas kan berbagai cabag ilmu. Itu transformasi yang kita lakukan.
Selanjutnya?
Mungkin saja ada pemikiran menjadi universitas, walaupun masih diperdebatkan di yayasan. Toh itu sudah sama. Institut dan universitas pimpinannya kan disebut rektor. Yang penting bagaimana program studi ini diminati masyarakat, positif, memberikan kontribusi kepada kemajuan masyarakat khususnya di bidang teknologi informasi dan bisnis.
Menariknya, tidak hanya STIKOM Bali, tapi bapak juga membangun SMK yang tersebar di kabupaten/kota. Misi dan tujuannya apa?
2007 kita mendirikan SMK TI Bali Global. Ini dimaksudkan untuk mengajak masyarakat bagaimana masyarakat belajar digital lebih awal. Kami sudah memprediksi bahwa pada 2007 sampai ke depan itu digitalisasi masuk ke setiap sektor kehidupan. Itu SMK pertama di Bali yang bergerak hanya di bidang teknologi informasi.
Kita kembangkan di berbagai kabupaten/kota. Sekarang ada 7. Ada di Denpasar, Badung, Jimbaran, Abiansemal, Klungkung, Karangasem, dan Singaraja. Terus terang juga sebagai strategi ITB STIKOM Bali setelah tamat SMK masuk ITB STIKOM Bali.
Kalau melihat sekarang ini, dunia pendidikan di Bali terkait digital dan informasi bagaimana?
Di Bali ini masih satu level atau masih sama dengan provinsi lain. Saya maunya agak lebih tinggi tingkat APK-nya (Angka Partisipasi Kasar). APK itu adalah jumlah penduduk usia 17-25 tahun dibandingkan dengan yang ada di perguruan tinggi. Sekarang ini masih 35 persen. Jadi berarti ada seusia itu penduduk yang tidak ada di perguruan tinggi. Selain STIKOM, ada juga politeknik. Harapannya bisa mengangkat APK. Bagaimana pun pendidikan ini menjadi jembatan yang paling bagus untuk menyongsong masa depan.
Pak Dadang sering memberikan beasiswa. Nggak takut mengalami kerugian?
Pertama kan maksud kami adalah bagaimana masyarakat itu banyak berkuliah. Supaya APK meningkat. Cepat keluar dari keterbelakangan. Karena kami mampunya itu, maka kami berikan beasiswa.
Awalnya memang seperti itu. Bagaimana kalau rugi. Tapi ternyata Tuhan berkata lain. Malah semakin banyak mahasiswa yang daftar. Jadi semacam subsidi silang. Ini pernah diteliti oleh teman saya. Ada CSR. Semakin banyak CSR, malah makin berkembang. Makin maju. Jadi ilmu matematika di sini agak kurang masuk. Di samping itu ada kebahagiaan dan kepuasan tersendiri baik kami di STIKOM maupun di yayasan. Jadi performanya makin meningkat lagi. Tidak hanya berpikir untung rugi.
Apakah ada syarat khusus untuk mendapatkan beasiswa?
Beasiswa kan bertingkat ya. Ada yang 100 persen, 70 persen, ada yang 50 persen. Syarat pertama itu adalah memang tidak mampu, keinginan belajar yang tinggi. Saya melihat yang akademik tinggi ini belum tentu bisa sukses, bisa selesai kuliah. Ada saja yang akademik tinggi itu dengan dosen menjadi merasa seimbang sehingga dia malas mengerjakan yang dikoreksi oleh dosen.
Apakah ada magang di luar negeri?
Betul. Ini salah satu opsi yang kami gali. Bagaimana supaya mahasiswa itu tidak semuanya minta beasiswa. Caranya memang anak-anak itu kita rekrut, bagi yang tidak punya finansial, kita tawari ke luar negeri. Semester satu dan dua itu kita bebaskan SPP. Setelah mereka ke luar negeri, nanti dicicil. Di luar negeri itu magang dibayar.
Sejauh ini sudah dari tahun berapa?
Kami laksanakan tahun 2017-2018. Sekarang yang magang di luar negeri ada 150 orang. Ada di Jepang, Inggris, Slovakia. Kalau di Jepang ada yang setahun 3 tahun, kalau di Taiwan ada yang setahun. Semua jalurnya lewat STIKOM. STIKOM mempunyai sister company yang namanya LPK Dharma. Itu yang punya izin penyaluran magang ke luar negeri. Kami punya grup sekitar 30 unit grup. Termasuk di Bandung, ada 7 SMK. Ada BPR juga.
Sejauh ini apakah ada mahasiswa yang magang ke luar negeri dan langsung mendapat pekerjaan?
Sangat banyak. Justru peluangnya di situ. Kebetulan IT ini bisa diterima di semua bidang.
Kira-kira bagaimana memajukan pendidikan dan membangun intelektualitas Bali berbasis teknologi informasi dan digital ini dalam kaitannya dengan haluan Bali 100 tahun ke depan?
Kalau saya, mungkin sudah bersepakat dengan pemirsa bahwa Bali ini yang paling umum atau utama mempunyai SDM. Karena dari sumber daya mineral kan tidak ada. Bagaimana SDM ini dimajukan, dikembangkan semua sektornya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Ada yang di pariwisata, budaya, ekonomi, seni.
Tapi yang namanya digital SSI ini adalah sangat terkait erat dengan berbagai bidang kehidupan yang tadi saya sebutkan. Digital terkait dengan ekonomi, budaya, agama, seni. Oleh karena itu saya berharap bagaimana Bali ini bisa mencapai APK pendidikan tingginya misalnya bisa melebihi rata-rata nasional.
Katakanlah 50 persen-60 persen kan bagus. Kemudian juga ada fenomena baru. Kalau dulu perusahaan besar mencari tenaga kerja misalnya kalau SDM yang dicari Sarjana SDM. Untuk Humas dicari Sarjana Ilmu Komunikasi.
Fenomena yang sekarang adalah rekrutmen pegawainya mencari tenaga sarjana IT, dilatih ilmu komunikasinya. Sehingga kaitannya, digitalisasi adalah mutlak dan ini perlu didorong oleh semua stakeholder yang ada di Provinsi Bali terutama pemerintah yang punya anggaran, otoritas, dan sebagainya.
Ke depan itu digitalisasi akan semakin masuk ke semua sektor kehidupan sehingga digitalisasi adalah suatu keniscayaan yang harus didorong. Misalnya orang pingin belajar tari Bali, buka hanya wisatawan bisa datang ke Bali, tapi bisa menikmati di channel digital yang kita buat sendiri.
Kita nanti ada Pemilu. Seperti apa harapan Pak Rektor sebagai akademisi Bali terhadap sosok presiden ke-8 RI?
Yang pertama dari sistem Pemilu itu sendiri. Digitalisasi dong, jangan konvensional terus. Itu kan memakan biaya sangat besar. Katakanlah Rp 100 triliun. Coba Rp 1 triliun diberikan ke ITB STIKOM Bali, maka mungkin saya bebaskan 10 tahun mahasiswa tidak usah bayar. Perkara nanti kecurangan dan sebagainya itu kan tergantung niatnya masing-masing.
Kedua, sosok presiden yang akan datang memang sangat berat. Ada gelombang digitalisasi, gelombang kebebasan informasi. Informasi bisa diupload siapa saja dan apa saja, yang positif maupun negatif. Tentu saja yang diperlukan itu memang menguasai konten daripada presiden itu sendiri. Harus bisa diinformasikan kepada masyarakat luas.
Ketiga, memang harus tahan banting. Karena di situ akan ada kebebasan menjadi betul-betul bebas. Cara penyampaian kritik atau saran itu bisa macam-macam. Bisa dengan cara halus, setengah halus, atau kasar. Yang penting isi atau substansi kritik itu harus diperhatikan karena berbagai karakter masyarakat kita kan tidak sama.
Berikutnya adalah bagaimana konsern pengembangan atau pendidikan SDM. Zaman ini mungkin infrastruktur sudah dilaksanakan. Ke depan bagaimana SDM yang diperhatikan. (mah)
Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi, Transportasi Teknologi Tinggi di IKN |
![]() |
---|
Bali Harus Aman, Tak Boleh Lagi Ada Premanisme! Kata PJ Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya |
![]() |
---|
Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya, Tumbuhkan Jiwa Patriotisme Pemuda Bali |
![]() |
---|
Ketua DPD Golkar Bali I Nyoman Sugawa Korry Sebut Bali Harus Maju Tapi Adaptif! |
![]() |
---|
PESAN Mantan Wagub Bali Alit Putra, Tatkala Menangani Tragedi Bom Bali, Simak Kisahnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.