Berita Bali
UPTD PPPA Bali Bersama Grab Yakinkan Korban Kekerasan dan Pelecehan Seksual Tak Lagi Takut Lapor
UPTD Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali bersama Grab Indonesia menyoroti fenomena kekerasan
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali bersama Grab Indonesia menyoroti fenomena kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan.
Berdasarkan data KemenPPPA sepanjang tahun 2022, sebanyak 27.593 kasus kekerasan tercatat, dan jenis kekerasan seksual merupakan yang tertinggi sebanyak 11.686 kasus.
Angka tersebut meningkat dari data sepanjang tahun 2021, di mana 25.210 kasus kekerasan tercatat dengan jenis kekerasan seksual sebanyak 10.328 kasus.
Meningkatnya kasus kekerasan seksual telah menarik perhatian dan menjadi salah satu sumber pemberitaan dominan.
Baca juga: Politisi PAN Diduga Lakukan Pelecehan pada Wanita Muda di Kamar Mandi, Korban: Mau Lihat Apa?
Berbeda dengan kasus kriminal pada umumnya, kekerasan seksual berdampak sangat signifikan bagi mereka yang menjadi korban.
Hal ini menjadi perhatian khusus akan kerentanan dan risiko tersendiri dalam Lokakarya Jurnalistik Pemberitaan Kekerasan Seksual yang Berimbang dan Berpihak pada Korban, The 101 Fontana Seminyak, Legian, Kuta, pada Jumat 15 September 2023.
Pemberitaan kasus yang sangat vulgar dengan deskripsi detail peristiwa dan subjek bisa berdampak khususnya dalam proses perlindungan dan pemulihan korban.
Kepala UPTD PPA Provinsi Bali, Luh Hety Vironika, S.E, M.M., mengatakan bahwa terdapat faktor relasi kuasa yang menyebabkan perempuan korban kekerasan enggan melapor.
"Relasi kuasa maksudnya kebanyakan perempuan ibu rumah tangga tidak punya mata pencaharian selain penghasilan dari suaminya. Oleh karena itu PPA memiliki fungsi pemberdayaan, seperti lewat UMKM," kata Hety
Hety juga berpesan, bahwa pentingnya pola asuh anak menjauhkan tindak kekerasan dari anak, karena anak adalah si peniru ulung.
"Kami sampaikan efek ke anak, kekerasan bisa ditiru sama anak-anak, ada kasus pria keras sama istri karena dulunya dikerasin sama bapaknya," kata dia.
Di UPTD PPA, kata Hety, mengedepankan pendekatan persuasif tidak langsung mengarahkan untuk lapor kepada polisi melainkan melalui mediasi terlebih dahulu.
Dikatakannya, orang di luar korban bisa membantu melaporkan ke UPTD PPA apabila mendapati sanak saudara menjadi korban kekerasan maupun pelecehan seksual, namun takut melapor karena ada ancaman, intimidasi dan lain sebagainya.
"Mediasi, tidak langsung lapor, melalui pendekatan, apabila yang bersangkutan menyetujui pelaporan baru lapor, dan untuk kondisi korban tetap ada pendampingan untuk pemulihan dari trauma," tuturnya.
Psikolog dari UPTD PPA Provinsi Bali, Ni Ketut Mila Puspitasari SPsi, MPsi, bahwa pendampingan diberikan untuk para korban hingga bisa melakukan kegiatan normal, sehingga para korban kekerasan tidak perlu takut untuk melapor.
"Sampai korban bisa melakukan kegiatan seperti biasa lagi, memang beberapa korban perlu follow up dan pendampingan psikologis, perlu secara berlanjut, itu kami rujuk ke beberapa mitra kami, dan dipantau ke depannya apakah normal atau ada penurunan lagi," ujarnya.
"Kondisi psikologis korban kekerasan seksual dampaknya sangat luar biasa kepada korban, perlu terapi psikologis beberapa bulan untuk pulih," imbuh Mila.
Korwil Bali Utara Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Denpasar, Eka Prasetya, menyampaikan pentingnya etika pemberitaan kasus kekerasan dan pelecehan seksual untuk menjaga privasi korban.
"Kalau inisial sebaiknya bukan nama depan tapi bisa diambil nama tengah, penulisan alamat juga harus sangat diperhatian tidak boleh spesifik, yang terpenting adalah bagaimana menggugah korban mendapatkan keadilan," ujar dia.
"Kalau di Buleleng karakteristiknya Egaliter, kami tidak dapat informasi dari polisi atau PPPA, yang terjadi warga kirim WA gelap, ada kasus persetujuan dan sebagainya," sambungnya.
Seperti halnya yang dilakukan Grab Indonesia terhadap korban pelecehan seksual oleh mitra pengemudi.
Chief Communications Officer Grab Indonesia, Mayang Schreiber, turut memperjuangkan korban mendapatkan keadilan, pemulihan psikis hingga mengadakan pelatihan untuk Mitra Pengemudi.
"Peran media penting dalam edukasi publik mengenai apa yang sebenernya terjadi dalam kasus itu (pemerkosaan penumpang oleh driver di Bali,-Red), kami memberikan berbagai macam dukungan," imbuhnya.
Grab Indonesia juga telah melakukan evaluasi untuk alokasi perjalanan yang lebih aman untuk pengguna.
"Pelatihan offline untuk Mitra Pengemudi Grab di Bali menjangkau puluhan ribu Mitra. Sementara untuk seluruh Indonesia, pelatihan keamanan termasuk anti kekerasan seksual) ini menargetkan ratusan ribu Mitra yang sudah dimulai di 5 kota Bandung, Surabaya, Medan, Bali, dan Jakarta," paparnya. (*)
Kumpulan Artikel Bali

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.