Pilpres 2024

Cawapres Prabowo akan "Digolkarkan" Partai Beringin Buka Pintu untuk Gibran

Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, HR Agung Laksono, menyebut bahwa sosok calon wakil presiden (Cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024

ISTIMEWA
KETUM PBB Yusril Ihza Mahendra mengaku tidak akan maju sebagai Cawapres jika menjadi Gibran Rakabuming Raka, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia maju Capres-Cawapres. Pasalnya, menurutnya, putusan tersebut akan menimbulkan kontroversi berkepanjangan sehingga lebih bijak bila kesempatan maju sebagai Cawapres tidak diambil oleh Gibran. 

TRIBUN-BALI.COM  - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, HR Agung Laksono, menyebut bahwa sosok calon wakil presiden (Cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 akan berasal dari partainya. Kalau pun sosok itu bukan murni dari Golkar, maka sosok Cawapres tersebut terlebih dahulu akan 'di-Golkar-kan' alias dijadikan kader Golkar. Artinya, dia akan bergabung dengan Golkar lebih dulu sebelum resmi menjadi Cawapres.

"Saya mendengar ada komitmen bahwa slot Cawapres KIM (Koalisi Indonesia Maju) dari Partai Golkar. Kalaupun bukan dari Golkar, akan 'di-Golkar-kan' dulu," kata Agung, Selasa (17/10).

Agung memberi sinyal jika sosok itu bisa gabung ke Golkar melalui organisasi sayap partai, yakni Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI). "Bisa melalui AMPI atau Ormas hasta karya lainnya," ujarnya.

Pernyataan itu disampaikan Agung merespons kabar yang menyebut putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka akan bergabung ke Golkar. Agung menyebut partainya terbuka andai Gibran bergabung dan memahami jika Gibran memilih Golkar. "Pada prinsipnya kami welcome, kita akan sambut dengan baik jika Gibran ingin gabung," ucap Agung.

Baca juga: BESOK! Megawati Umumkan Cawapres untuk Ganjar, Elite Partai Hanura Sebut Sosok Berinisial M

Baca juga: Megawati Siap Umumkan Cawapres Ganjar Pranowo di pilpres 2024, 3 Kandidat Ini Jadi Sosok Terkuat

Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, HR Agung Laksono, menyebut bahwa sosok calon wakil presiden (Cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 akan berasal dari partainya. Kalau pun sosok itu bukan murni dari Golkar, maka sosok Cawapres tersebut terlebih dahulu akan 'di-Golkar-kan' alias dijadikan kader Golkar. Artinya, dia akan bergabung dengan Golkar lebih dulu sebelum resmi menjadi Cawapres.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, HR Agung Laksono, menyebut bahwa sosok calon wakil presiden (Cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 akan berasal dari partainya. Kalau pun sosok itu bukan murni dari Golkar, maka sosok Cawapres tersebut terlebih dahulu akan 'di-Golkar-kan' alias dijadikan kader Golkar. Artinya, dia akan bergabung dengan Golkar lebih dulu sebelum resmi menjadi Cawapres. (Kompas.com)

Sebagai partai tengah, kata Agung, Golkar sangat terbuka bagi semua kalangan, termasuk anak-anak muda. Apalagi, kata dia, Golkar memiliki sejarah institusi yang sangat terhormat dan konsisten membangun karya yang progresif.

"Identitas Golkar adalah karya dan kekaryaan untuk masyarakat, sehingga ada kontribusi nyata dari setiap pemerintahan. Dengan posisinya sebagai Wali Kota Solo saat ini, tentunya kehadiran Gibran akan menunjukkan jati diri Golkar sebagai partai yang fokus pada kerja nyata para kadernya sebagai pemimpin bangsa," sambung Agung.

Nama Gibran santer dikabarkan akan berpindah ke Partai Golkar setelah MK mengabulkan sebagian gugatan pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Syarat capres-cawapres yang tadinya berusia minimal 40 tahun diubah menjadi minimal 40 tahun atau pernah/sedang berpengalaman menjadi kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Dengan putusan tersebut, peluang Gibran maju mendampingi Prabowo di Pilpres 2024 makin terbuka lebar. Partai Golkar sendiri telah membuka pintu untuk Gibran jika ingin menjadi kader usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan tentang syarat capres-cawapres. "Golkar membuka pintu untuk semua orang kok, enggak cuma Gibran.

Siapa saja juga boleh bergabung gitu lho," kata Waketum Golkar, Melchias Markus Mekeng

Mekeng menjelaskan Golkar menerima siapapun ingin bergabung sepanjang visi-misinya dan ideologi sama. "Mau siapa saja lah, yang penting visi-misinya sama, ideologinya sama gitu lho," ungkapnya.

Golkar saat ini berada dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung bakal capres Ketua Umum Gerindra yang juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengakui ada komunikasi dengan Gibran usai putusan MK atas usia capres/cawapres kemarin. "Ada komunikasi," kata Muzani di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Jakarta, Senin (16/10) malam.

Namun, Muzani mengklaim tak mengetahui rinci komunikasi yang berjalan dengan Gibran itu, karena bukan dia yang berkomunikasi langsung. Muzani pun tak menyebutkan siapa sosok yang berkomunikasi dengan Gibran.

Di sisi lain, Presiden Jokowi sudah buka suara mengenai putusan MK tersebut. Dia yang juga politikus PDIP itu mengaku tak bisa mengomentari putusan yang dianggap memuluskan langkah Gibran jadi cawapres. "Ya mengenai putusan MK, silakan ditanyakan ke MK. Jangan saya yang berkomentar," kata Jokowi dalam video yang diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden. (tribun network)

Wali Kota Solo Mengelak

Gibran enggan menanggapi kabar kepindahannya ke partai beringin itu. "Siapa yang bilang?" katanya saat ditemui di Balai Kota Solo, Selasa (17/10).

Ia pun meminta agar awak media menanyakan kebenaran kabar tersebut kepada pihak lain. "Ya tanya yang bikin isu, bener enggak itu?" kata Gibran.

Gibran saat ini masih berstatus kader PDIP yang mengusung eks Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Meski demikian Gibran mengakui dirinya juga intens menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Termasuk petinggi Partai Golkar. Namun, Gibran mengklaim tak pernah membicarakan mengenai kemungkinan bergabung dengan Partai Golkar.

"Kalau komunikasi saya pasti komunikasi, tapi tidak untuk yang ini tadi. Saya kan tetap jaga silaturahmi dengan siapa pun," katanya.
Gibran menegaskan sampai saat ini ia masih menjadi anggota PDIP. "Iya," jawabnya saat ditanya mengenai statusnya sebagai kader partai banteng.

Bahkan, hari ini Gibran rencananya akan menghadap ke DPP PDIP untuk bertemu Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. "Mungkin besok Rabu saya juga akan dipanggil oleh DPP," kata Gibran di Balai Kota Solo, Senin (16/10).

Hal itu juga dibenarkan Hasto. Namun Hasto menepis pertemuan itu dikonotasikan DPP PDIP memanggil Gibran pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat Capres-Cawapres.

Hasto menyebut, pertemuan dengan Gibran akan membicarakan banyak aspek. "Saya komunikasi, Mas Gibran hari Rabu sekiranya ada di Jakarta, kita ngobrol-ngobrol di kantor partai, biar kita bisa, kita tukar pikiran terkait tentang berbagai aspek," kata Hasto saat ditemui di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Presiden, Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta, Senin (16/10) malam.

Hasto juga enggan menyebut bahwa nantinya pertemuan dengan Gibran akan membicarakan soal putusan MK. Dia justru bicara soal lain. Di mana, pertemuan itu justru berlangsung santai, dan membicarakan tentang makanan serta industri kreatif yang ada di Solo. "Ya bisa terkait juga dengan makanan yang di Solo, ada kuliner baru, terus kemudian industri kreatifnya, ya banyak hal yang kita bicarakan," ucap Hasto. (tribun network)

Putusan MK Problematik, Bakal Kontroversi Berkepanjangan

KETUM PBB Yusril Ihza Mahendra mengaku tidak akan maju sebagai Cawapres jika menjadi Gibran Rakabuming Raka, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia maju Capres-Cawapres. Pasalnya, menurutnya, putusan tersebut akan menimbulkan kontroversi berkepanjangan sehingga lebih bijak bila kesempatan maju sebagai Cawapres tidak diambil oleh Gibran.

"Menyadari bahwa ini akan menimbulkan kontroversi berkepanjangan sekarang dan di kemudian hari maka dengan jiwa besar saya tidak akan memanfaatkan putusan ini, saya akan memutuskan tidak akan maju," kata Yusril saat mengisi diskusi bertajuk Menakar Pilpres Pasca Putusan MK di Jakarta, Selasa (17/10).

Yusril menilai, sikap untuk tidak maju sebagai Cawapres di situasi saat ini justru menunjukkan sikap berjiwa besar dan seorang negarawan. "Saya kira orang akan melakukan hormat setinggi-tingginya sudah diberi kesempatan, dia enggak mau menggunakan, artinya dia berjiwa besar dan dia seorang negarawan," ucapnya.
Lebih lanjut, Yusril juga menyampaikan, bahwa putusan MK adalah putusan problematik dan ada penyelundupan hukum. Adapun putusan yang dimaksud adalah putusan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dikabulkan sebagian pada Senin (16/10).

"Kalau ditanya kepada saya ini problematik atau tidak, iya, penyelendupan hukum macam-macam. Boleh saya katakan putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang serius, putusan ini bahkan mengandung sebuah penyelundupan hukum karena putusannya mengatakan mengabulkan sebagian," jelas Yusril.

Yusril menilai putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan Capres dan Cawapres mengandung penyelundupan hukum. Dia menjelaskan putusan tersebut bukanlah putusan yang bulat, kata dia, ada empat hakim menyatakan dissenting opinion, dua hakim menyatakan concurring opinion, dan tiga hakim yang setuju. Yusril menjelaskan, dalam pendapat concurring opinion walaupun argumennya berbeda namun dianggap setuju dengan putusan. Namun demikian, menurutnya argumentasi yang dirumuskan dalam concurring opinion oleh dua hakim dalam putusan tersebut cenderung ke arah dissenting opinion dan bukan concurring opinion.

"Kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring opinion, itu bukan concurring, itu dissenting," kata Yusril.

"Kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan. Diselundupkan yang concurring itu menjadi dissenting, sehingga putusannya menjadi 5-4. Kalau yang concurring itu benar-benar dissenting, putusannya itu 6-3. 6 dissenting. Berarti ditolak oleh Mahkamah," sambung dia.

Dia pun menilai putusan tersebut problematik karena 4 hakim menyatakan dissenting opinion, 2 hakim menyatakab concurring, lalu diktum putusannya mengatakan mengabulkan permohoban sebagian. Yusril pun menyoroti alasan berbeda (concurring opinion) dari Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.

Menurutnya Enny dan Daniel menyatakan tidak setuju semua kepala daerah yang pernah atau sedang menjabat kepala daerah berusia di bawah 40 tahun bisa mendaftar sebagai Capres atau Cawapres. Enny, kata dia, membatasi hanya Gubernur yang pengaturan lebih lanjutnya harus diatur oleh pembentuk Undang-Undang. Sedangkan Daniel, menurutnya, mengatakan cukup gubernur tanpa ada penjelasan lebih lanjut harus diatur oleh pembentuk Undang-Undang.

Dua alasan tersebut, kata Yusril, berbeda dengan putusan diktumnya yang tegas mengatakan kepala daerah. "Kepala daerah itu seperti diuraikan dalam pertimbangan hukum itu ya kita sudah tahu sama tahu lah, kepala daerah itu ya Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota," kata Yusril.

"Jadi kalau pendapat Ibu Enny dan pendapat Pak Foekh itu jelas hanya Gubernur, tidak kepala daerah yang lain. Kepala daerah yang lain itu termasuklah Bupati dan Walikota. Jadi pendapatnya Bu Enny dan pendapatnya Pak Foekh itu bukan pendapat concurring, adalah pendapat dissenting. Jadi jelas putusan ini problematik," jelas Yusril. (Tribun Network)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved