Berita Klungkung
Perbekel Klungkung Bersuara Soal TPS3R, Biaya Operasional Tinggi, Mesin Tak Cukup Kelola Sampah
Sejumlah perbekel di Kabupaten Klungkung mengeluh tentang pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R). Mereka curhat dengan Pelaksana tugas
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - Sejumlah perbekel di Kabupaten Klungkung mengeluh tentang pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R). Mereka curhat dengan Pelaksana tugas (Plt) Bupati Klungkung, I Made Kasta, Senin (13/11/2023).
Kata mereka, meski ada TPS3R, namun permasalahan sampah di desa sebenarnya belum bisa tuntas.
Bahkan beberapa desa masih harus membuang sampah di TPA Sente, Desa Pikat, Kecamatan Dawan.
Baca juga: Ketua DPRD Klungkung: Teladani Kepahlawanan Ida Dewa Agung Jambe
Perbekel Desa Selat, Gusti Putu Ngurah Adnyana mengatakan, rata-rata Desa Selat menghasilkan sekitar dua truk sampah setiap hari.
Dari jumlah sebanyak itu, hanya satu truk yang bisa dikelola. Sisanya harus dibuang di TPA Sente yang sudah dalam keadaan overload.
"Kami terkendala mesin, mesin yang dapat bantuan dari pemerintah hanya mampu kelola sampah satu truk sehari. Sehingga desa kami tetap buang sampah ke TPA," ungkap Gusti Putu Ngurah Adnyana.
Baca juga: Kisah Perjuangan Ida Dewa Agung Jambe, Raja Klungkung Yang Dinobatkan Sebagai Pahlawan Nasional
"Sementara kalau dilarang membuang sampah di TPA, sampah residu harus dibuang di mana? apalagi sampah masyarakat lebih banyak sampah residu dari pada sampah organik," demikian sambungnya.
Kata dia, belum lagi biaya operasional TPS3R yang menurutnya sangat besar, yakni mencapai rata-rata Rp 400 juta per tahun.
Jumlah itu menurutnya masih terlalu besar untuk pengelolaan sampah di desa.
Baca juga: Plt Bupati Klungkung ‘Panglima Perang’ Prabowo-Gibran, Sekjen PDIP Singgung Karmaphala di Bali
"Kami di Desa Selat menggunakan 15 pekerja pengelola sampah. Operasional rata-rata setahun mencapai Rp 400 juta, itupun belum semua sampah mampu diolah. Kami berharap pemkab bisa memberi bantuan mesin yang kapasitasnya lebih besar, sehingga pengelolaan sampah bisa tuntas," jelasnya.
Sedangkan Perbekel Desa Akah, I Ketut Kayanarta mengatakan, sampah yang dihasilkan warga di Desa Akah mencapai rata-rata 2,5 ton sehari.
Jumlah itu melebihi jumlah sampah yang mampu dikelola TPS3R. Belum lagi kesadaran masyarakat yang masih kurang untuk memilah sampah dari rumah.
Baca juga: DCT Pileg 2024 KPU Klungkung Bikin Partai Perindo Shock, Suami Istri Beda Partai
"Dulu sempat sekitar 60 persen warga mau pilah sampah. Sekarang turun lagi. Kami butuh solusi, apakah ada teknologi seperti di luar negeri yang mengelola sampah dengan dibakar. Namun polusinya yang dihasilkan sangat minim. Itu yang kami harapkan," ungkap dia.
Perbekel Desa Tihingan, I Wayan Sugiarta mengakui biaya operasional TPS3R sangat tinggi. Padahal masih banyak urusan lain di desa yang juga membutuhkan anggaran.
Bagi dia, TPA masih sangat dibutuhkan untuk pembuangan sampah residu yang tidak bisa dikelola di TPS3R seperti pampers, kaca, kaleng dan sebagainya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.