Seputar Bali

Nunuk Menangis Anaknya Ditahan Diduga Lantaran Tidak Setor Rp 1,8 Miliar

Nunuk Purwandari menangis di Ruang Rapat Gabungan Komisi DPRD Buleleng, Kamis (7/12)

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Ngurah Adi Kusuma
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Nunuk Purwandari saat memberikan keterangan di DPRD Buleleng, Kamis (7/12) 

TRIBUN-BALI. COM, SINGARAJA - Nunuk Purwandari menangis di Ruang Rapat Gabungan Komisi DPRD Buleleng, Kamis (7/12). 

Ia berteriak meminta bantuan kepada Presiden RI Joko Widodo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hingga anggota DPRD Buleleng, agar dapat membantu anaknya yang ditahan di Polda Bali gara-gara melakukan aktivitas tambang ilegal di Galian C Desa Banjarasem,  Kecamatan Seririt, Buleleng.

Nunuk datang ke kantor DPRD Buleleng bersama belasan pekerja Galian C Banjarasem. Sebelum datang ke DPRD, mereka juga sempat melakukan orasi di depan Tugu Singa Ambara Raja, dipimpin Ketua LSM Gema Nusantara Anthonius Sanjaya Kiabeni. 

Aksi ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Dunia 2023.

Baca juga: Cegaah Kasus Mycoplasma Pneumonia Meluas di Bali, Pengawasan Pintu Masuk Udara dan Air Diperketat

Kedatangan warga ini diterima Sekretaris DPRD Buleleng I Gede Sandhiyasa. Mereka kemudian diajak ke ruang gabungan komisi untuk menyampaikan aspirasinya. 

Dalam kesempatan itu Nunuk kemudian menyampaikan bahwa anak keduanya bernama  Leviana Adriningtyas (23) telah ditahan oleh penyidik Polda Bali pada 30 November 2023.

Penahanan ini dilakukan lantaran Leviana selaku Direktur PT Sancaka Mitra Jaya telah melakukan kegiatan usaha pertambangan di Galian C Banjarasem tanpa izin. 

Usaha itu diakui Nunuk memang sudah dilakukan sang anak sejak 2020 lalu. 

Bahkan ada sekitar 20 perusahaan lain yang melakukan kegiatan sama di lahan seluas kurang lebih sembilan hektar itu. 

Nunuk menjelaskan, pihaknya sejatinya telah berupaya untuk mengurus izin operasional di pusat hingga Pemprov Bali.

Baca juga: Sampaikan Penolakan Pembangunan TPST, Tokoh Masyarakat Sangeh Datangi Sekda Badung

Namun izin tersebut belum dapat diterbitkan lantaran Buleleng belum memiliki Perbup Rencana Detil Tata Ruang (RDTW).

Selama belum mengantongi izin operasional, Nunuk mengaku pihaknya sudah kulon nuwun ke berbagai pihak seperti Pemkab Buleleng hingga ke Polda Bali agar kegiatan penambangan tetap dapat dilakukan. 

Hingga beberapa waktu lalu dua anggota dari Ditreskrimsus Polda Bali berinisial AKBP U dan Kompol H diduga melakukan pemerasan alias pungli.

Dua anggota polisi itu beber Nunuk meminta uang sebesar Rp 1,8 Miliar kepada sang anak, dan harus diberikan secepatnya. 

Diduga lantaran tak mampu memenuhi keinginan kedua anggota polisi itu, Leviana pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. 

Akibat kejadian itu, Leviana pun mengalami depresi.

"Anak saya dimintai uang banyak. Anak saya ditahan dalam keadaan depresi. Surat penangguhan tidak diberikan. Saya tidak mau anak saya gila. Tolong dilepaskan agar anak saya bisa dirawat. Bapak Presiden tolong saya. Kapolri tolong saya, " ucapnya.

Baca juga: PT Angkasa Pura Suport Berikan Jaminan Sosial Pada 100 Pekerja Rentan Di Denpasar

Nunuk menyebut bila memang aktivitas penambangan yang dilakukan anaknya menyalahi aturan, seharusnya 20 perusahaan lain yang melakukan kegiatan serupa juga ditindaklanjuti oleh polisi. 

Nunuk pun mengaku telah melaporkan kedua oknum anggota polisi itu ke Mabes Polri. 

"Kalau mau keadilan harusnya semua ditangkap. Kami sebelumnya sudah kulon nuwun, sehingga sempat ada permakluman karena ini memang bukan kesalahan kami. Izin belum keluar karena Buleleng belum punya Perbup RDTW, " keluhnya.

Ditambahkan Nunuk meski usaha sang anak belum berizin, Pemkab Buleleng katanya rutin memungut pajak mineral bukan logam dari usaha milik sang anak. 

Setiap bulan pajak yang disetor kisaran Rp 5 juta hingga Rp 20 juta tergantung hasil penjualan. 

"Anak saya tidak pernah terlambat bayar pajak, " katanya.

Sementara  Ketua LSM Gema Nusantara Anthonius Sanjaya Kiabeni menilai hal ini bukan sepenuhnya menjadi kesalahan penambang. 

Sebab pengurusan izin selama ini terkendala lantaran Buleleng belum memiliki Perbup RDTW. 

Selain dua oknum anggota polisi itu, tindakan pungutan pajak yang dilakukan oleh Pemkab Buleleng dinilai Kiabeni sebagai bentuk pungli. 

"Seluruh aktivitas pertambangan di sana sudah tutup sejak sebulan lalu. Jangan beri peluang bagi oknum melakukan pungli. Kalau izin belum terbit tapi pajak tetap dipungut, apa artinya? Kan sama dengan pungli. Pemerintah diam, tapi pajak tetap diterima," tegasnya. 

Berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang dimiliki kata Kiabeni pungli yang dilakukan oleh dua oknum anggota polisi itu hanya dialami oleh Nunuk. 

"Dari fakta yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, pungli ini baru dialami oleh Nunuk. Kalau Pajak dibayar di bagian keuangan daerah, itu resmi," terang Kiabeni.

Terpisah Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengatakan Rancangan Perbup RDTR sejatinya sudah selesai dibuat, hanya saja untuk pengesahannya pihaknya masih menunggu persetujuan dari pusat. 

Perbup RDTR ini diakui Lihadnyana penting dimiliki untuk menegakkan aturan pada usaha-usaha yang ada di Buleleng terutama Galian C. 

"Kami sudah berikan penjelasan itu kepada pekerja Galian C. Kami sangat mengejar Perbup RDTR ini, dan masih dievaluasi di pusat. Memang harus dipercepat sehingga Galian C itu memiliki payung hukum untuk melaksanakan kegiatan," katanya. 

Selama belum ada izin operasional, Lihadnyana pun menegaskan tidak boleh ada aktivitas penambangan di wilayah Desa Banjarasem. 

Pejabat asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini juga menyebut meski belum mengantongi izin, perusahaan Galian C memang wajib membayar pajak karena bagian dari komersial. (rtu)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved