Berita Jembrana
Pelaku Kekerasan Seksual Anak Harus Dihukum Berat, Sesalkan Keluarga Pelaku Dengan Enteng Minta Maaf
Pelaku Kekerasan Seksual Anak Harus Dihukum Maksimal Sesalkan Keluarga Pelaku Dengan Enteng Minta Maaf
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Fenty Lilian Ariani
NEGARA, TRIBUN-BALI.COM - Pengungkapan kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan modus menjadi orang spiritual mencuri perhatian publik.
UPTD PPA Jembrana juga mengapresiasi Polres Jembrana karena telah memutus upaya pelaku memperluas jangkauannya atau mencari mangsa lain dengan kedok mengaku sebagai orang spiritual.
Disisi lain, pihak terkait diharapkan memberikan hukuman semaksimal mungkin atas perbuatan pelaku.
Kepala UPTD PPA Jembrana, Ida Ayu Sri Utami Dewi mengatakan, terungkapnya kasus kekerasan seksual persetubuhan anak di bawah umur sangat diapresiasi.
Sehingga, modus mengaku sebagai orang spiritual tersebut bisa terhenti dan tidak sampai menambah korban.
"Awalnya ditskutkan menambah korban terud. Tapi syukurnya sudah terungkap hanya dalam hitungan hari sejak dilaporkan," ungkap Sri Utami saat dikonfirmasi, Selasa 19 Desember 2023.
Menurutnya, dengan terungkapnya kasus ini juga beriringan dengan harapan agar pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ini bisa dituntut hukuman maksimal. Namun nantinya tetap diputuskan oleh pihak terkait.
"Kami tetap berharap pelaku dihukum maksimal. Karena bagi kami pelaku itu sudah merusak masa depan korban," tegasnya.
Sri Utami menceritakan, selain menimbulkan trauma berkepanjangan, masa lalu juga mengancam keberlangsungan hidup korban.
Baca juga: Keroyok Korban Hingga Tewas di Jalan Dewi Madri, Tiga Terdakwa Divonis Berbeda
Sebab, berkaca dari pengalaman sebelumnya, korban kekerasan seksual kadang ditolak oleh keluarga pasangannya karena mengetahui masa lalunya.
Dan jengkelnya, kata dia, apa yang terjadi pada korban tak diperhitungkan pelaku dan juga orang lain.
Terkadang, ada pelaku atau keluarganya yang dengan entengnya meminta maaf kepada korban serta keluarganya tanpa mempertimbangkan psikologis korban.
"Kadang kami sangat geram ketika ada pelaku atau keluarga dengan entengnya meminta maaf. Kenapa mereka merasa gampang sekali?," tuturnya.
Hal tersebut juga diperparah ketika proses hukum kasus kekerasan seksual terhadap anak sudah selesai.
Proses hukum biasanya hanya sampai vonis hukuman pelaku.
Namun, kondisi dan keadaan korban kedepannya tidak ada yang peduli.
"Kadang, begitu kasus sudah selesai, pelaku divonis hukuman, ya sudah (selesai). Tapi, korban gimana ? Sudah malu, tersiksa batin, dikucilkan lingkungan, dan banyak lagi. Siapa yang peduli?," tanyanya.
"Sehingga mari kita bersama-sama untuk mencegah dan menekan kasus terhadap anak di Jembrana. Segala halnya harus kita lakukan, mulai pendampingan korban, pengawasan terhadap pelaku dan sebagainya," tandasnya.
Baca juga: Ketua Ditahan, LPD Bakas Masih Beroperasi, Berusaha Menagih Kredit Nasabah
Sebelumnya, dua orang tahanan nampak dikeler menuju Aula Mapolres Jembrana, Senin 18 Desember 2023 sore.
Adalah HRY (51) dan KAS (24) yang merupakan tersangka kekerasan seksual atau persetubuhan terhadap anak di bawah umur.
Modusnya adalah mengaku sebagai orang spiritual dan kemudian mengancam korban akan menyakitinya dengan ilmu goib.
Mirisnya, korban sebut saja Mawar disetubuhi sampai hamil hingga 30 Minggu kandungan.
Kapolres Jembrana, AKBP Endang Tri Purwanto menuturkan, pertemuan kedua tersangka ini dilakukan di wilayah Denpasar pada Januari 2023.
Dimana HRY asal Banyuwangi yang merupakan driver ojek online (ojol) bertemu dengan KAS yang merupakan wirausaha berjualan sate asal Kecamatan Mendoyo.
Dalam pertemuan tersebut, HRY mengaku sebagai orang spiritual dan sudah bosan hidup kekurangan.
Sehingga, ia ingin mewujudkan cita-citanya sebagai orang kaya dengan ritual dengaan syarat harus mendapat darah perawan. KAS yang mendengar cerita tersebut pun tersentuh hatinya dan siap membantu.
"Setelah itu, KAS ini bertugas mencari wanita jomblo ke saksi dan akhirnya bertemu dengan korban ini," ungkap AKBP Endang didampingi Kasat Reskrim, AKP Agus Riwayanto Putra.
Setelah kenal dengan korban, kata dia, KAS mengenalkannya ke HRY dengan status orang spiritual. HRY mengumbar diri bisa membuka aura dengan mandi kembang namun ada dyarat dicek keperawanannya.
Sekitar bulan Mei, HRY diantar oleh KAS untuk bertemu korban di sebuah hotel di wilayah Kecamatan Mendoyo.
HRY kemudian berpura-pura melakukan ritual mandi kembang di kamar mandi hotel tersebut dan selanjutnya berniat menyetubuhi korban.
Namun, korban sejatinya sempat menolak karena alasan belum siap. HRY dan KAS pun taak terima, korban diancam jika ritual tak tuntas nanti hamil tanpa disetubuhi.
Akhirnya, karena takut terkena santet, korban kemudian mengikuti keinginan tersangka.
"Sedikitnya peristiwa tersebut terjadi selama 5 kali. Bahkan, saat ini korban hamil sekitar 30 minggu usia kandungan atau sekitar 7,5 bulan," ungkapnya.
Setelah diketahui, pihak orang tua langsung melapor ke Polres Jembrana.
Tim dari Unit IV Satreskrim Polres Jembrana langsung bergerak untuk mengidentifikasi para pelaku.
Akhirnya KAS berhasil diamankan di rumahnya Jumat 15 Desember lalu dan HRY berhasil di rumah asalnya yakni di Banyuwangi sehari setelahnya.
Baca juga: Ketua Ditahan, LPD Bakas Masih Beroperasi, Berusaha Menagih Kredit Nasabah
Akibat perbuatannya, mereka disangkakan pasal 81 ayat (2) UU RI No 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang. Dengan ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 Miliar. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.