Berita Buleleng
Pagerwesi di Buleleng Bali, Masyarakat Gelar Tradisi Mamunjung Di TMP Hingga Setra
Pagerwesi di Buleleng, Masyarakat Gelar Tradisi Mamunjung Di TMP Hingga Setra
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Hari raya Pagerwesi yang jatuh pada Rabu 20 Desember 2023 dirayakan dengan penuh suka cita oleh masyarakat Buleleng, layaknya hari raya besar seperti Galungan dan Kuningan.
Uniknya, bertepatan dengan hari raya Pagerwesi itu, beberapa krama menggelar tradisi Memunjung di Taman Makam Pahlawan (TMP) Curastana Singaraja.
Sejak Rabu pagi sejumlah warga nampak mendatangi makam dengan membawa banten punjung.
Banten tersebut berisi buah-buahan, nasi tumpeng serta lauk pauk, kemudian dihaturkan di atas pusara.
Usai dihaturkan, banten kemudian dilungsur lalu dimakan secara bersama oleh semua anggota keluarga yang hadir ke makam.
Salah satu keluarga pejuang Buleleng, Putu Arsa Yasa mengatakan tradisi Mamunjung ini sudah dilakukan pihaknya sejak lama.
Selain saat Pagerwesi, tradisi ini juga dilakukan keluarganya setiap hari raya Galungan dan Kuningan, hingga saat Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus.
Tujuannya untuk mengenang sang paman bernama I Wayan Suka, yang gugur pada 1948 silam.
Yasa menuturkan, pamannya itu menjadi salah satu pahlawan kemerdekaan.
Baca juga: Rayakan Pagerwesi, Ratusan Warga Gunakan Jembatan Darurat Sembahyang di Pura Beji Bongan
Tugasnya kala itu membawa surat ke Monumen Bhuana Kerta. Namun dalam perjalanan, I Wayan Suka tewas akibat ditembak oleh penjajah.
"Paman saya ditembak di Bhuana Kerta. Dulu paman saya ditugaskan untuk membawa-bawa surat, jadi penghubung surat. Ngirimnya sampai jauh-jauh," ucapnya.
Selain di Taman Makam Pahlawan Curastana Singaraja, tradisi ini juga masih tetap dilestarikan oleh sejumlah warga di Setra Desa Adat Buleleng, khususnya krama dari Banjar Adat Banjar Jawa, Desa Adat Buleleng.
Mamunjung dilakukan terhadap sanak keluarga yang telah meninggal dunia, namun belum di upacara ngaben, melainkan masih dikubur.
Salah satu warga Jro Mangku Gede Nyoman Sudiarta mengatakan, munjung ini untuk memberikan persembahan bagi sanak keluarganya yang sudah meninggal.
Tradisi ini menjadi momen terakhir yang dilakukan keluarganya, sebab almarhum sang adik akan di aben dalam waktu dekat. “Setiap hari raya selalu membawa punjung, supaya almarhum juga bisa menikmati hari raya," terangnya. (rtu)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.