Era Reformasi dan Globalisasi, Perlunya Menghidupkan Eka Prasetya Pancakarsa

Era Reformasi dan Globalisasi, Perlunya Menghidupkan Eka Prasetya Pancakarsa

Istimewa
Agus Widjajanto 

Dimana secara kestabilan nasional, baik dari segi pertahanan dan keamanan, sosial kemasyarakatan, kehidupan beragama sangat stabil.

Pancasila sebagai dasar negara ibarat pondasi gedung mercusuar dan UUD 1945 sebagai tiang utama atau soko guru dari bangunan mercusuar yang bersifat dwi tunggal, yang tidak bisa dipisahkan, saling isi dan punya hubungan integral satu sama lain.

Sudah sejak awal dibuat dan diciptakan para pendiri bangsa sebagai filosofi hidup dan dogma dalam berbangsa dan bernegara.

Terlepas dari itu semua memang ada kekurangan dalam masa pemerintahan Orde Baru, dimana Pancasila dijadikan alat legitimasi yang shahih bagi kekuasaan.

Terkait hal ini, Mahfud MD menulis bahwa pengkultusan Pancasila merupakan puncak penggalangan yang dilakukan secara terus menerus sejak tahun 1966/1967dalam rangka integrasi nasional sebagai mana diputuskan dalam Seminar II Angkatan Darat tahun 1966 yang menghasilkan mandat akan membayar berapapun untuk terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, menjamin stabilitas politik sebagai prasyarat untuk membangun bangsa.

Pemikiran ini sangat wajar menurut penulis, untuk melakukan penggalangan dalam suatu masyarakat yang pluralisme seperti Indonesia, setelah melihat situasi dan kondisi pada masa reformasi saat ini.

Pada masa reformasi, keberadaan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum dilegitimasi melalui TAP MPR Nomor: III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundangan.

Akan tetapi dalam TAP MPR ini tidak lagi ditegaskan secara eksplisit tentang Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam sistem hukum nasional.

Jadi walaupun Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, memiliki legitimasi yuridis baik melalui TAP MPR maupun Undang Undang, tetap saja tidak memberikan jaminan kepastian hukum dalam tata urutan peraturan perundang – undangan.

Berakibat, Pancasila tidak lagi mempunyai sifat daya mengikat dalam hirarki perundang-undangan.

Hal inilah yang menjadi persoalan yang harus dikembalikan lagi kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum termasuk dalam hirarki perundang-undangan.

Apabila tidak maka akan timbul disharmonisasi antar peraturan perundang - undangan.

Presiden kedua Soeharto, memandang bahwa Pancasila sejatinya digali dan diciptakan dari nilai-nilai luhur ajaran para leluhur kita, seperti yang terdapat dalam aksara Jawa yang lahir pada satu saja, yaitu dalam huruf Honocoroko.

Aksara Jawa tidak sekedar digunakan media menulis oleh orang Jawa pada jaman dulu.

Aksara Jawa juga sebagai media untuk bisa memahami konsep ketuhanan, dimana setiap abjad aksara Jawa mempunyai makna yang berkaitan dengan konsep ketuhanan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved