Berita Badung
PHRI Apresiasi Upaya Pemkab Badung Jalankan Pajak Hiburan 15 Persen
PHRI Apresiasi Upaya Pemkab Badung Jalankan Pajak Hiburan 15 Persen, Namun Tetap Akan Lakukan Judicial Review
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Kebijakan Pemkab Badung yang bakal melakukan penyesuaian tarif pajak hiburan dengan pembuatan peraturan bupati diapresiasi oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung.
Bahkan pajak hiburan seperti bar, diskotik, karaoke, dan spa tetap dikenalan 15 persen.
Kendati demikian PHRI Badung bersama sejumlah pengusaha hiburan malam pun tetap akan akan melakukan judicial review.
Pasalnya semua itu sudah disepakati pada pertemuan yang dilakukan di kawasan Berawa, Kuta Utara beberapa waktu lalu.
Ketua PHRI Badung, I Gusti Agung Rai Suryawijaya memgaku penyesuaian tarif yang rencana dilakukan pemkab Badung, memberi angin segar bagi pelaku usaha hiburan di tengah masa recovery pasca pandemi covid-19. Mengingat pada saat covid-19 sektor pariwisata Pulau Dewata sangat lumpuh total.
"Saya dari PHRI mendukung dikembalikan (pajak hiburan) ke 15 persen, karena pariwisata Bali ini baru recovery dari pandemi covid-19, dan timing-nya tidak tepat saya rasakan. Karena jika dipaksakan naik 40 persen, akan membunuh usaha spa, karaoke, dan usaha hiburan lainnya," ucapnya Jumat 19 Januari 2024.
Diakui, tidak hanya masalah pajak, dunia pariwisata kini tengah bersaing dengan berbagai negara sangat ketat.
Bahkan di negara lain pajak hiburan malah diturunkan.
Rai Suryawijaya menyebut, selama ini belum pernah diadakan sosialisasi kepada pelaku usaha terkait kenaikan pajak hiburan.
Baca juga: Rencana Kenaikan Tarif Retribusi, Dewan Bangli Minta Pelayanan Kebersihan Lebih Maksimal
Namun tiba-tiba di awal tahun 2024, keluar surat edaran dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung bahwa tarif pajak hiburan tertentu seperti bar, diskotik, karaoke, dan spa naik menjadi 40 persen.
"Jadi penentuan pajak ini belum logis. Bahkan masih banyak pengusaha hiburan belum memungut pajak 40 persen itu," sebutnya.
Diakui para pelaku usaha hiburan yang terdampak sempat melakukan pertemuan untuk menolak kenaikan tersebut.
Bahkan, sudah direncanakan beberapa aksi seperti membuat seminar nasional, mengajukan judicial review, penundaan pembayaran pajak, hingga aksi demo sebagai langkah terakhir.
"Karena didengar kita akan melakukan aksi, sehingga pemerintah ingin berkoordinasi dengan kita. Kemarin (Kamis, red) harusnya diundang Pemkab, tapi dibatalkan," Katanya.
Diakui kemungkinan ada koordinasi mengenai pengenaan pajak itu, karena UU No 1 tahun 2022 kewenangan pusat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.