Gibran Dengarkan “Curhat” Sejumlah Komunitas di Bali, Soal Kenaikan Pajak Spa: Kayaknya Enggak Jadi

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mendengarkan “curhatan” sejumlah komunitas di Bali, Jumat 26 Januari 2024 malam.

Pantauan Tribun Bali, sejumlah komunitas yang hadir dalam acara bertajuk “Gimmick Gibran” ini yaitu pegiat regenerative tourism, komunitas spa, pelaku seni, hingga komunitas kreatif asal Nusa Penida, Klungkung.

Salah satu bahasan yang menarik perhatian yakni keluh kesah soal kenaikan pajak spa di Bali.

Baca juga: Kumpulan Pengembang Rumah Subsidi Bali Bentuk Relawan Kemenangan Prabowo-Gibran

Pasalnya, pajak spa yang biasanya hanya 15 persen, diwacanakan meningkat menjadi 40-75 persen.

Sebab, spa di Bali sempat digolongkan termasuk ke ranah hiburan. Bukan kesehatan.

Baca juga: Gibran akan Kunjungi Bali Hari Ini, Temui Influencer hingga Geber Pantai Mertasari Besok

Sementara itu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra yang mewakili komunitas spa itu mengatakan sejatinya spa di Bali tergolong ke dalam ranah kesehatan.

“Harapan kami bagaimana spa ini tidak masuk dalam rumah yang baru. UU itu yang menyebabkan kita ada di ranah hiburan.”

“Itu tentang kegiatan jasa pelayanan kesehatan. Bukan hiburan. Spa itu dari Kemenparekraf. Sisi marketing-nya. Sebenarnya, kegiatan dan pendefinisiannya ada di Permenkes,” jelasnya.

Baca juga: Gibran Kembali Langgar Aturan Debat, Ketua KPU: Itu Bagian yang Kami Evaluasi

Menanggapi curhatan Aji, Gibran menuturkan, kenaikan pajak spa di Bali diprediksi batal dilakukan.

Namun, dia menegaskan pihaknya bukan pengambil keputusan soal ini.

“Banyak yang komplin masalah pajak. Waktu saya pulang, kan ada sedikit tindak lanjut terkait pajak. Kayaknya nggak jadi.

Baca juga: Soroti Kematangan Emosi Gibran saat Debat, TPN Ungkit Putusan MK soal Usia Capres Cawapres

“Keputusannya bukan di saya. Tunggu saja. Kalau memberatkan, ya jangan sampai terjadi. Saya belum bisa memberikan jawaban. Tapi kayaknya jawabannya yang tadi,” jelas Gibran.

Sontak, hal ini kemudian disambut tepuk tangan meriah dari komunitas spa yang hadir di lokasi acara, Grya Bimasakti, Denpasar.

Selanjutnya Gus Agung, dari pegiat regenerative tourism menuturkan, pihaknya menyambut baik dengan adanya wacana pemerataan pembangunan di Bali.

Namun perlu adanya penyiapan daerah yang akan dituju oleh para wisatawan. Bila tidak, maka dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru.

Mulai dari degradasi budaya, hingga adanya crowd pada daerah-daerah tertentu.

“Saya dengar, Terkait dengan pemerataan Bali Utara. Itu sangat pas.”

“Hanya saja jika tidak disertai penyiapan daerah yang akan dituju, maka bisa menimbulkan masalah baru. Degradasi budaya, termasuk juga crowd yang berlebihan,” ungkapnya.

Mengatasi hal itu, Gus Agung menyarankan agar nantinya pengembangan tourism di Bali ini didasarkan pada masing-masing keluarga di Bali.

Harapannya, kata dia, masyarakat bisa menjadi tuan di rumahnya sendiri. Selain itu, hal ini juga dipandang dapat mengurangi keinginan masyarakat untuk urban.

“Bagaimana mengembangkan tourism ini based on family. Harapan kita bagaimana masyarakat bisa menjadi tuan di rumah sendiri.”

“Ini in line, karena ketika berbasis pada masyarakat, berarti di situ tidak ada kebutuhan mereka untuk urban. Sehingga potensi peningkatan problematika di kota bisa terdistribusi,” jelasnya.

Sementara itu, Putu Sugi Wisnawa dari komunitas kreatif Klungkung menuturkan, sejumlah tantangan yang dihadapi pihaknya di Nusa Penida yakni soal air, listrik dan infrastruktur jaringan.

Tak hanya itu, sejumlah wilayah di Nusa Penida Klungkung juga belum terjamah jaringan internet.

“Kendala yang kami hadapi yaitu air, listrik, dan infrastruktur jaringan. Pelabuhan juga kami belum punya.”

“Jaringan juga beberapa. Masih ada blank spot. Jadi teman-teman untuk bekerja dari rumah kesulitan,” ungkapnya.

Singkat namun padat, Gibran menuturkan sejumlah hal yang diutarakan Sugi merupakan PR baginya.

“Itu PR itu. Siap,” pungkasnya. (*)