Berita Denpasar

Penari, Sekaa dan Penyebar Video Joged Tak Senonoh Bisa Dibawa ke Jalur Hukum

Setelah pernah dibahas tahun 2021 lalu, kini joged jaruh atau porno kembali ramai diperbincangkan. Hal itu bermula dari sebuah potongan video joged

Istimewa
Tangkap layar joged bumbung tidak senonoh 

Penari, Sekaa dan Penyebar Video Joged Tak Senonoh Bisa Dibawa ke Jalur Hukum

 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Setelah pernah dibahas tahun 2021 lalu, kini joged jaruh atau porno kembali ramai diperbincangkan.

Hal itu bermula dari sebuah potongan video joged jaruh yang diunggah ke media sosial.

Terkait hal tersebut, penari, sekaa dan penyebar video joged jaruh bisa dibawa ke jalur hukum.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kriminolog Universitas Udayana, Prof. Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H. saat dihubungi Minggu, 17 Maret 2024.

Ia mengatakan joged jaruh ini masuk ke dalam pornografi dan pengunggah atau penyebar video joged jaruh masuk ranah UU ITE.

Namun demikian, ia menyebutkan kadang banyak yang berdalih itu adalah seni.

“Tapi kadang sering berdalih itu dianggap seni, misalnya bandingkan dengan lukisan telanjang atau transparan, kalau dari seni dan olahraga itu tidak bisa dimasukkan,” katanya.

Baca juga: Profil Penari Joged Bumbung Desak Inul Dari Pejeng Bali, Sayangkan Joged Tak Senonoh

Meski demikian, dalam kehidupan bermasyarakat di Bali, joged tersebut merupakan tari pergaulan yang tidak etis diisi dengan hal-hal yang berbau erotis atau pornografi.

Pihaknya pun mengatakan untuk langkah awal bisa dilakukan dengan melakukan pembinaan kepada sekaa dan penari sebelum menempuh ke jalur hukum.

“Sebelum ke jalur hukum, bisa panggil sekaa, atau pemimpinnya. Kita bisa melakukan bargaining, buat perjanjian, kalau mengulangi ambil tindakan. Tapi tetap langkah awal dengan jalan persuasif,” katanya.

Baca juga: Petugas Gabungan Sidak Puluhan Duktang di Jembrana, 2 Orang Karyawan Hiburan Malam Tanpa KTP

Menurutnya, saat ini pun muncul kecenderungan lain, di mana joged bisa disewa oleh sekelompok orang dalam cakupan yang lebih kecil.

Misalnya satu kelompok dengan anggota 10 orang bisa menyewa joged di suatu tempat termasuk di rumah dengan gamelan langsung maupun menggunakan gamelan dari sound system dan kemudian direkam.

“Oleh karenanya, baik joged, sekaa, pemimpinnya dipanggil, jangan mempertontonkan itu, ini seni pergaulan yang tidak seronok. Tetap persuasif, buat pernyataan ambil tindakan kalau melanggar lagi,” katanya. 

Arya Ulangun Minta Pelaku Ditindak

Merasa geram karena joged bumbung ditarikan dengan tidak senonoh, salah satu pelaku seni di Bali Ary Ulangun melaporkan hal tersebut ke Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali.

“Saya sudah koordinasikan dengan Staf Kebudayaan agar segera ditindak. Belum ada (hal yang dilakukan Disbud). Katanya menelusuri TKP dan penari dulu. Sudah tak kasi semua detail-detail sampai alamat rumah penarinya,” ungkap Arya, Sabtu 16 Maret 2024.

Diduga penari joged bumbung erotis tersebut berasal dari Lukluk Anggungan, Badung.

Arya sangat miris melihat gerakan joged bumbung dibuat sangat erotis.

Menurutnya, jika dibiarkan atau dirahasiakan terus menerus akan menjadi kebobrokan besar kedepannya.

Ia mengaku pertama kali melihat konten joged erotis itu di salah satu akun Instagram bernama @kurawa.bali.

Ia khawatir jika ada anak-anak yang menonton joget seronok itu maka akan ditiru karena dianggap lucu.

“Rusak, akan ditiru karena dianggap lucu dan mental anak-anak rusak,” tandasnya.

Ia pun memastikan bahwa yang menari joged bumbung erotis tersebut adalah perempuan.

Arya berharap semoga pihak-pihak berwenang dan Dinas terkait bisa mensosialisasikan dengan gencar pakem joged yang sebenarnya.

“Agar lepas dari adegan pornography, terlebih pementasan sering disaksikan oleh anak di bawah umur. Jikapun masih ada penari atau pementasan seperti ini agar bisa ditindak secara hukum,” katanya.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSkar MHum, mengatakan, permasalahan joged bumbung ini sudah dibahas sejak 2016.

“Sudah sejak tahun 2016 kita mengurusi permasalahan joged bumbung. Berbagai upaya sudah kita lakukan. Dan secara terus menerus pertama kita lakukan dengan seminar untuk mengembalikan joged ke pakemnya. Kita undang juga para penari joged dan Majelis Kebudayaan Bali juga sudah turun,” katanya, Sabtu.

Para seka (kumpulan) joged atau penari joged sudah dikumpulkan dan dijelaskan juga bagaimana pakem joged bumbung.

Sebelumnya Pemprov Bali juga sudah mengeluarkan surat edaran sebanyak dua kali pada zaman Gubernur Mangku Pastika dan juga pada zaman Gubernur Koster.

Kemudian Kepala Dinas PMA Bali juga sudah memanggil seluruh Bendesa Adat sudah dikumpulkan untuk memantau joged-joged Jaruh (tidak senonoh) di daerah masing-masing dan semuanya sudah siap.

“Beberapa LSM juga sempat melakukan sosialisasi. Tapi ya gitu mati satu tumbuh seribu. Jadi segala upaya persuasif dan upaya upaya normatif sudah semua kita lakukan. Mengapa upaya itu didahulukan, karena penari joged masih memakai gelar seniman kan itu masalahnya,” imbuhnya.

Prof Arya mengatakan, dengan melakukan joged bumbung jaruh seperti itu mereka sudah sangat menabrak pakem-pakem joged bumbung yang sebenarnya.

Seperti goyang ngebor yang ditunjukkan kepada penonton itu sebetulnya tidak ada joged yang seperti itu di joged bumbung. Tindakan porno pada joged bumbung sudah melenceng dari pakemnya.

“Ia (para penari) melakukan joged bumbung jaruh beralasan karena keadaan ekonomi ada yang karena memang taksunya. Sebetulnya sudah kita akomodir cuma tetap saja kok semakin hari semakin menjadi tinggal satu cara yang belum kita jalankan yaitu bisa saja joget bumbung jaruh ini dimasukkan ke dalam kejahatan hukum pelanggaran hukum, kan ada UU Pornografi,” tandasnya.

Namun, kata Prof Arya hanya saja dulu Bali menolak bahwa joged jaruh itu masuk pada undang-undang pornografi.

Kalau memang bisa dipakai ke jalur hukum maka harus dipelajari, polisi juga harus mempelajari.

Pada psikologi seniman juga harus diperhitungkan karena pro kontranya sangat tinggi sekali.

“Akal sehat kita sendiri sudah habis untuk memberantas itu. Semuanya prihatin,” katanya.

Langkah memasukkan joged jaruh ke UU ITE dan penegakan hukum memang belum dilakukan.

Perlu dilakukan kajian terlebih dahulu ini dan diakui Prof Arya ini sangat tidak mudah karena itu memerlukan pemikiran dari berbagai segi.

Berbagai hal yang turut dihitung yakni seperti apa potensi pro dan kontranya seperti apa.

Bahkan yang menyukai joged jaruh jumlahnya cukup banyak ada yang membela karena joged jaruh dianggap akting tidak porno dan dianggap penghasilan daripada joget tersebut.

Prof Arya memberikan contoh seperti ada salah satu joged bumbung dari Tabanan yang diantarkan langsung oleh orangtuanya untuk melakukan joged dan dibayar Rp 2 juta per malam, bahkan orangtuanya sendiri memberikan izin bagaimana kita untuk mencegahnya di situ pro dan kontranya.

“Diskusi itu dulu dilakukan. Kita sedang diskusi masih mencari jalan dengan pakar-pakar hukum seperti apa bisa atau etis tidak terkait seniman juga dan membela ini kan kebanyakan seniman bahkan ada yang memohon kepada saya janganlah Pak Kadis keras-keras dengan seka joged kasihan mereka karena mencari penghidupan,” katanya. (*)

 

 

Berita lainnya di Joged

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved