Palebon Tjokorda Bagus Santaka di Ubud

Lautan Manusia Saksikan Prosesi Palebon Puri Agung Ubud, Tjokorda Ngurah Suyadnya Ucap Terima Kasih

Lautan Manusia Saksikan Prosesi Palebon Puri Agung Ubud, Tjokorda Ngurah Suyadnya Ucap Terima Kasih

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Suasana Palebon mendiang Tjokorda Bagus Santaka di Puri Agung Ubud pada 14 April 2024. 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Seorang pemuda duduk di pojokan luar Puri Agung Ubud, Gianyar, Bali sembari mengibas-ngibaskan handphone-nya, mencari sinyal, Minggu 14 April 2024 siang.

"Tidak ada sinyal sama sekali," ujarnya pada temannya.

Ya, pada Minggu tersebut, sinyal internet seakan-akan sirna.

Hal ini tak terlepas dari banyaknya orang yang sedang berada di Ubud tepatnya di luar dan dalam Puri Agung Ubud, untuk mengikuti dan menyaksikan palebon mendiang Tjokorda Bagus Santaka.

Pantauan Tribun Bali saat prosesi Pitra Yadnya berlangsung, Ubud laiknya lautan manusia.

Mereka tidak hanya memenuhi jalanan, tetapi juga sampai ke kawasan Pasar Tematik Ubud.

Bahkan tidak ada celah kosong sama sekali, setiap kawasan penuh sesak oleh manusia. 

 

Mereka, mulai dari masyarakat lokal dari berbagai daerah di Bali, hingga wisatawan mancanegara dan domestik, berdesak-desakan di bawah terik panas sinar matahari. 

Prosesi pelebon terbaru telah dimulai sejak pagi.

Baca juga: Palebon Tjokorda Santaka Gunakan Bade Tumpang 9 Setinggi 25 Meter, Berat 5 Ton, Dililit Naga Banda

Dihadiri oleh sejumlah pejabat, baik tingkat daerah maupun nasional.

Berbagai seni pertunjukan pun memeriahkan acara di dalam Puri Agung Ubud sebelum pukul 12.00 Wita.

Mulai dari Tari Gambuh, Gamelan Semarapegulingan hingga Gong Gede membuat suasana khidmat.

Hingga tepat pukul 12.00 Wita, layon pun yang ditempatkan dalam peti, dinaikkan ke atas bade.

Ditaruh di bagian tengah bade.

 

Disebutkan bahwa total ketinggian bade ini mencapai 25 meter.

Setelah itu, keluarga Puri Agung Ubud duduk di sarana petulangan, bade, naga banda, lembu cemeng dan lembu tangi.

Lalu mereka membunyikan tawa-tawa sebagai tanjakan jalan.

Sontak, gemuruh gamelan baleganjur langsung menggema di setiap penjuru Ubud, lalu sarana petulangan pun berjalan menuju setra.

Petulangan berjalan diarak secara bergantian oleh krama 11 banjar adat untuk menuju kuburan atau Setra Dalem Puri, yang berjarak sekitar satu kilometer. 

Adik mendiang, Tjokorda Ngurah Suyadnya mengucapkan terima kasih pada pengayah, yang telah menyukseskan prosesi ini.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga Puri Agung Ubud, khususnya 4.000 krama pengayah lembu, naga banda, bade, termasuk penari, pengiring gamelan dan lain-lainnya," ujar pria yang karib disapa Cok Wah itu.

Kata dia, prosesi ini tidak ada bisa berjalan tanpa dukungan Krama.

Karena itu iapun tak bisa berkata-kata atas bantuan yang diterima keluarga Puri Agung Ubud dari Krama adat.

"Kami sampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya pada krama, karena prosesi bisa berjalan sesuai harapan," tandasnya.

Bendesa Agung Ubud, Tjokorda Raka Kerthyasa juga mengatakan hal demikian.

Pihaknya berterima kasih pada semua pihak, karena prosesi bisa berjalan dengan lancar.

Pihaknya pun mengaku bangga masih bisa menggelar prosesi ini, di tengah era modern ini. 

“Ini menandakan bahwa tradisi leluhur kami di Ubud dan  budaya yang ada, berjalan langgeng," ujarnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved