Tragedi di Jembatan Bangkung
Kakak Beradik Akhiri Hidup di Bangkung Bali Tinggalkan Saudari Perempuan, Relawan Ungkapkan Ini
Menurut relawan asal Karangasem ini, rumah yang dihuni oleh anak-anak ini berada dalam kondisi yang sangat tidak layak.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA – Aksi nekat akhiri hidup yang dilakukan kakak beradik di Jembatan Tukad Bangkung Plaga, Badung hingga kini masih menjadi perhatian banyak pihak.
Ketut S, (23) dan Putu Y, (4) meninggal usai loncat dari Jembatan Tukad Bangkung, Badung, Bali, Minggu 26 Mei 2024.
Terdata sebagai warga kurang mampu di Desa Bontihing, Kubutambahan, Buleleng rupanya terdapat salah satu relawan dari Komunitas Lentera Hati yakni Ni Luh Getas yang sempat memberikan bantuan sembako dan uang tunai serta mengunjungi rumah Ketut S pada 3 Mei 2024 lalu.
Ni Luh Getas menyampaikan kondisi memprihatinkan yang dialami oleh keluarga ini sebelum tragedi terjadi.
Baca juga: TEGAS, Ini Perintah PJ Gubernur Bali Buntut Kasus Ulah Pati di Jembatan Bangkung Badung
Yang mana, keseharian mereka sepeninggal kedua orang tua hanya hidup bertiga dengan kakak perempuan mereka yang kondisinya cacat fisik.
"Iya, waktu itu saya ke sana hanya memberikan sembako dan uang cash. Kalau jumlah uangnya saya lupa karena teman-teman yang ikut juga memberikan uang," kata Getas, Senin 27 Mei 2024.
Menurut relawan asal Karangasem ini, rumah yang dihuni oleh anak-anak ini berada dalam kondisi yang sangat tidak layak.
“Waktu itu dapat bedah rumah kata Pak Kadus, jadi saya tanya, 'Oh ini bedah rumah gitu,' dan banyak bekas-bekas TV yang rusak. Bapaknya dulu tukang service TV, dan setelah meninggal, anak laki-lakinya yang melanjutkan. Saat saya ke sana, dia kebetulan tidak ada di rumah, hanya ada kakaknya yang cacat dan adik yang paling kecil,” imbuhnya.
Getas menerangkan, kakak perempuan yang berinisial Luh S yang cacat tersebut sebelumnya mengalami kecelakaan.
Kondisi ini yang menyebabkan pertumbuhannya tidak berkembang.
"Dia pernah jatuh, jadi kondisinya seperti itu, tidak bisa berkembang," ungkapnya.
Saat ini, lantaran dua saudaranya ditemukan telah tiada, Luh S harus hidup sebatang kara.
Getas juga menyampaikan bahwa bantuan yang diberikan oleh berbagai komunitas sosial adalah sumber utama kehidupan mereka.
"Kalau makan dari mana, ada saja yang seperti saya dan komunitas-komunitas yang mau menengok ke sana. Kalau tidak ada, mungkin mereka tidak bisa makan, dari postur tubuhnya kelihatan si adik kecil itu tidak terurus,” imbuhnya.
Getas menyebutkan, kondisi mereka sebelumnya tidak bersekolah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.