Berita Gianyar

Ayam Goreng Dibidik Pajak, Banyak Pedagang Tak Cantumkan Tax 10 Persen, Pemda Gianyar Sisir Demi PAD

Diduga, hal itu karena mereka takut kehilangan konsumen, lantaran konsumen akan mengeluarkan biaya lebih tinggi dari biasanya.

Pixabay
Pihaknya menemukan, sejumlah tempat makan yang tidak mengenakan pajak pada konsumen, seperti tempat makan berciri khas ayam goreng lokal, yang banyak digandrungi anak-anak. 

TRIBUN-BALI.COM  - Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemkab Gianyar mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 Tahun 2023, yang mengatur pengenaan pajak 10 persen pada konsumen.

Namun sejauh ini, masih terdapat pengusaha tempat makan atau restoran yang tidak menerapkan hal tersebut.

Diduga, hal itu karena mereka takut kehilangan konsumen, lantaran konsumen akan mengeluarkan biaya lebih tinggi dari biasanya.

Pemkab Gianyar menilai hal tersebut justru menghambat pembangunan daerah. Sebab pajak konsumen merupakan pungutan yang dilakukan Pemkab Gianyar melalui pelaku usaha, dalam artian pajak tersebut bukan untuk pengusaha itu.

Namun untuk PAD Gianyar, yang nantinya akan kembali ke masyarakat dalam bentuk program. Baik program di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan sebagainya.

Baca juga: BONGKAR Sindikat Penipuan Online, Polda Bali Amankan 3 Orang 2 DPO, Jual HP Harga Murah di Medsos

Baca juga: JEBOL! Plafon Gypsum Balai Penyuluhan Pertanian Tampaksiring, Pegawai Was-was Bekerja

Kepala Inspektorat Pemkab Gianyar, Gus Bem.
Kepala Inspektorat Pemkab Gianyar, Gus Bem. (ISTIMEWA)

Inspektur Daerah Gianyar, I Gusti Bagus Adi Widhya Utama, Selasa (11/6) mengatakan, pihaknya sedang melakukan audit terhadap usaha tempat makan atau restoran, terkait pajak konsumen.

Pihaknya menemukan, sejumlah tempat makan yang tidak mengenakan pajak pada konsumen, seperti tempat makan berciri khas ayam goreng lokal, yang banyak digandrungi anak-anak.

Menurut pria yang karib disapa Gus Bem itu, hal ini terjadi dikarenakan kurangnya pemahaman dari pihak pengusaha.

Bem menjelaskan, pajak tersebut tidak dipungut oleh pelaku usaha, melainkan dipungut oleh pemerintah melalui pengusaha.

Nantinya, pajak yang dibayarkan tersebut, akan kembali ke masyarakat dalam bentuk program, pelayanan publik, baik pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan sebagainya.

"Banyak dari mereka yang tidak memungut pajak ke konsumen, padahal ini untuk perekonomian daerah, yang nantinya akan kembali disalurkan melalui program-program yang dibutuhkan masyarakat," ujar Bem.

Bem pun menjelaskan bahwa selama ini, pajak daerah yang menjadi PAD berbeda dengan pajak penghasilan atau PPH ataupun PPN. Pajak daerah adalah pajak yang dibebankan kepada customer, bukan pelaku usaha.

"Pelaku usaha membantu pemerintah menyetorkan pajak yang dititip melalui costumernya, sehingga seluruh pelaku usaha wajib menyertakan tax dalam transaksi yang dilakukan. Baik itu pengusaha hotel, restoran maupun lainnya yang diatur dalam ketentuan UU dan Perda," jelas Bem.

Jika pajak yang dititip tersebut tidak dilaporkan, kata Bem, pelaku usaha bisa disebut melakukan penggelapan. Dan pada UU 1 tahun 2022 Pasal 181 disebutkan, Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), sehingga merugikan keuangan daerah, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Selain itu, lanjutnya, Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), sehingga merugikan keuangan daerah, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved