Sponsored Content
Cepat Kembali Aktivitas Pasca Operasi Tumor Kandungan: Laparoskopi Menjawab Ketakutan Para Perempuan
Di era penerapan nilai SDGs dengan point kelimanya yaitu kesetaraan gender, sudah tidak jarang bagi kita untuk melihat seorang wanita dalam usia.
TRIBUN-BALI.COM – Di era penerapan nilai SDGs dengan point kelimanya yaitu kesetaraan gender, sudah tidak jarang bagi kita untuk melihat seorang wanita dalam usia produktif, memilih untuk berkarir dan juga sekaligus bertanggungjawab untuk mengurus keluarganya itu sendiri.
Sering kali muncul ketakutan bagi mereka para perempuan, untuk menjalani sebuah pengobatan atau tindakan operasi dikarenakan waktu pemulihannya yang dirasa cukup memakan waktu yang lama.
Salah satu penyakit yang menjadi ketakutan, bagi para perempuan tumor atau gangguan kandungan. Bayangan akan operasi dengan luka jahitan, hingga lebih dari 10 sentimeter tak lepas.
Menjadi kekhawatiran para pasien, karena membutuhkan waktu lama untuk pemulihan sedangkan kebanyakan perempuan saat ini tak hanya mengurus keluarga, tapi juga bekerja untuk menafkahi keluarga dan secara penampilan menjadi kurang baik.
Oleh karena itu dunia kedokteran, telah menemukan sebuah metode yaitu dengan laparoskopi sebagai jawaban untuk ketakutan para perempuan yang ingin menangani permasalahan tumor atau gangguan pada kandungan.
Baca juga: IRONI Kebakaran Gudang Gas Elpiji Jalan Kargo Saat Kelangkaan Terjadi, YLPK Harap Kasus Ini Diusut!
Baca juga: Izan Tertimbun Satu Meter Saat Gali Pondasi di Area Pura Ulun Danu

Laparoskopi sendiri merupakan suatu prosedur bedah minimal invasif dengan menggunakan alat yang bernama laparoskop.
Laparoskop sendiri merupakan alat yang berbentuk tabung kecil yang memiliki kamera dan cahaya di ujungnya. Teknologi tersebut yang berhasil membuat dokter dapat melihat perut dan panggul bagian dalam tanpa perlu membuat sayatan yang besar.
Sebagai sebuah metode, Laparoskopi memiliki 5 keunggulan dibanding open surgery atau bedah konvensional. Yang pertama, waktu penyembuhan luka yang lebih singkat.
Yang kedua, nyeri pasca operasi jauh lebih sedikit. Sangat jarang saya memberi anti nyeri pasca operasi laparoskopi.
“Yang ketiga, luka operasi sangat minimal, bahkan tidak kelihatan, bayangkan hanya garis 0,5 sentimeter saja.
Dengan luka operasi minimal, tentu yang ke empat adalah risiko infeksi jauh lebih sedikit, termasuk yang kelima, risiko pelekatan juga minimal. Sedangkan risiko operasi laparoskopi relatif lebih kecil dibanding open surgery,” ucap dr. Robert Hunan, Sp.OG, D.MAS, F.MIS selaku Dokter Obstetri dan Ginekologi Mayapada Hospital Surabaya.
Pada umumnya, setelah melakukan prosedur ini pasien akan dirawat selama satu hingga tiga hari tergantung dari jenis operasi yang dilakukan dan kemampuan pemulihan masing masing pasien. Beberapa tindakan sederhana dapat dilakukan dengan one day surgery / tanpa rawat inap.
Salah satu dokter yang berpraktek di Mayapada Hospital Surabaya, yang sudah ahli melakukan tindakan laparoskopi, adalah dr. Robert Hunan, Sp.OG, D.MAS, F.MIS.
Ia menjelaskan, laparoskopi sendiri sebenarnya bukan teknik yang baru, karena sejak tahun 1980 sudah mulai dikembangkan di Amerika Serikat, kemudian di Singapura sendiri sudah dimulai sejak 1990-an.
Sementara di Indonesia, laparoskopi operatif untuk tujuan infertilitas sudah dimulai sejak tahun 1991. Kemajuannya berkembang pesat sejalan dengan perkembangan teknologi instrumen atau peralatan bedah.
Laparoskopi juga merupakan salah satu metode yang berhasil membuat para dokter dapat melakukan tindakan dengan lebih cepat dan akurat. Tidak perlu lagi adanya ketakutan pada para apasien.
Ia menjelaskan laparaskopi berbeda dengan operasi konvensional (laparotomi) dengan luka yang lebih besar. Karena metode ini biasanya hanya membutuhkan sayatan sekitar 0,5 hingga satu sentimeter.
“Metode ini biasanya dapat dilakukan juga pada pasien yang mengalami gangguan di rongga perut, tidak hanya tumor kandungan. Contoh gangguan atau tumor pada organ kandungan misalnya mioma atau benjolan di rahim dan kista di indung telur,”urainya.
Dokter Robert, yang juga pernah mendapatkan pendidikan laparoskopi dan berkesempatan bekerja di rumah sakit di Singapore memaparkan, secara garis besar ada 2 jenis prosedur laparoskopi, tergantung dari tujuannya, apakah untuk diagnosis ataupun untuk pengobatan (terapeutik).
Contoh laparoskopi diagnostik, biasanya untuk memeriksa saluran indung telur pada kasus infertilitas atau sulit hamil, dan bisa juga untuk biopsi atau pengambilan sampel jaringan pada kasus kecurigaan ke arah keganasan/kanker.
Yang kedua adalah laparoskopi terapeutik atau untuk pengobatan, contohnya untuk sterilisasi pada wanita, penanganan hamil ektopik atau di luar kandungan, kistektomi atau pengangkatan kista di ovarium, tindakan pengangkatan mioma di rahim, serta tindakan histerektomi atau pengangkatan rahim.
"Di luar negeri, lebih dari 90 persen kasus dilakukan menggunakan laparoskopi, merujuk pada jurnal medis Minimally Invasive Specialists and Rates of Laparoscopic Hysterectomy pada 2015. Di Singapura waktu saya dulu bekerja, juga sama angka nya,” ungkap alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
"Making Bed Competition 2025: Ajang Unjuk Keterampilan & Karier Bersama Royal Regantris” |
![]() |
---|
Ekspor Perdana, PT Mitra Prodin Ekspor 15,3 Ton Pre Rolled Cones ke Amerika |
![]() |
---|
Gelar Musda Ke-XVI, PRSSNI Bali Bersiap Hadapi Disrupsi Digital |
![]() |
---|
Pujawali di Pura Asem Sari Amerta Jimbaran, Bupati Badung Adi Arnawa Tandatangani Prasasti |
![]() |
---|
5 Kadis Ikuti Seleksi Sekda Gianyar Bali, Gusti Bagus Adi Widhya Utama Raih Nilai Tertinggi |
![]() |
---|