Berita Gianyar

MTI Usul Batasi Kendaraan Masuk Ubud, Macet Jalan Besar hingga Kecil, Mubasir Parkir di Lapangan  

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bali, Made Rai Ridharta menjelaskan, kemacetan di Ubud bisa dilihat secara internal dan eksternal.

TRIBUN BALI/WAYAN ERI GUNARTA
PADAT KENDARAAN - Suasana lalu lintas di jalan masuk Ubud, tepatnya di Jalan Raya Goa Gajah menuju Jalan Raya Teges, beberapa waktu lalu. Lalu lintas di wilayah pariwisata Ubud sedang mengalami macet parah. Ini masalah dari dulu yang belum tuntas hingga sekarang.   

TRIBUN-BALI.COM - Lalu lintas di wilayah pariwisata Ubud saat ini sedang mengalami macet parah. Ini masalah dari dulu yang belum tuntas hingga sekarang. Padatnya kendaraan tanpa putus membuat menyeberang pun susah.

Hampir di semua jalanan di Ubud padat lalu lintas. Mulai dari Jalan Raya Sayan-Kedewatan, Jalan Raya Tjampuhan-Ubud, Jalan Raya Andong-Peliatan, Jalan Raya Teges-Mas-Kengetan, Jalan Raya Lodtunduh- Pengosekan-Nyuh Kuning.

Jalan tersebut merupakan jalan utama di Kecamatan Ubud. Namun, kemacetan ini jauh lebih parah lagi karena sudah terjadi di jalan-jalan perkampungan. Karena itu, kemacetan di tahun 2024 ini, telah menyentuh hampir setiap jalan di Kecamatan Ubud.

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bali, Made Rai Ridharta menjelaskan, kemacetan di Ubud bisa dilihat secara internal dan eksternal. Secara internal, kata dia, kemacetan terjadi akibat parkir liar dan menaik-turunkan penumpang di pinggir jalan di pusat pariwisata Ubud.

Baca juga: Mengenal Tapel Janggan Buatan 1870, Ruang Pembelajaran untuk Rare Angon

Baca juga: Penyakit Alergi Hingga Autoimun di Bali Jadi Sorotan Para Praktisi, Simak Beritanya di Sini!

Ia menjelaskan, dengan luas jalan yang lebih kecil dari volume kendaraan, satu kendaraan saja yang parkir atau menaik-turunkan penumpang, akan mengakibatkan kemacetan panjang. Ia juga melihat penggunaan Lapangan Astina Ubud sebagai lahan parkir tidak tepat.

Sebab hal itu mengundang kendaraan dari luar masuk ke pusat pariwisata. Padahal, menurut mantan Sekretaris Dinas Perhubungan Gianyar ini, cara memperlancar lalu lintas Ubud adalah membatasi kendaraan masuk ke Ubud.

"Paling efektif adalah memanfaatkan semua sentral parkir yang ada di pinggiran Ubud, seperti sentra parkir Monkey Forest, lalu wisatawan harus menggunakan shuttle bus untuk menuju tujuannya di Ubud," ujarnya, Minggu (30/6).

Rai menilai masyarakat dan pengusaha harus memiliki pola pikir saat punya kendaraan harus punya garasi. Ketika membuka usaha, harus memiliki lahan parkir untuk konsumen. "Jangan garasenya disewakan, parkir kemudian di bahu jalan, yang merugikan orang lain. Begitu juga pengusaha, wajib punya lahan parkir," ujarnya.

Kemudian ia jelaskan penanganan kemacetan secara eksternal. Kemacetan di jalan-jalan masuk Ubud, seperti Jalan Raya Teges, Jalan Pengosekan-Nyuh Kuning dan sekitarnya, harus dicarikan solusi.

Kata dia, kemacetan di pintu masuk Ubud ini disebabkan karena volume kendaraan pariwisata yang besar. Selain itu, truk material, truk BBM dan sejenisnya juga jadi penyebabnya. "Awalnya kendaraan besar ini diarahkan ke Desa Mas menuju Lodtunduh, namun jalan masuk dari Mas ini kecil," kata dia.

"Maka langkah tercepat yang saat ini bisa dilakukan adalah membatasi jam lintas kendaraan mereka. Karena selain besar, dia juga jalannya pelan karena jalanan sempit. Maka dari itu, jam lintas mereka harus diatur, jangan kasi mereka melintas di jam-jaman sibuk," sambungnya. (weg)


Isu Krusial di Debat Pilkada

Kemacetan parah tidak hanya terjadi di Ubud namun hampir di setiap kabupaten/kota di Bali. Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Bali, Made Rai Ridharta mengaku sudah bersurat ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ia mengusulkan agar isu transportasi publik dan kemacetan masuk dalam agenda debat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) nanti. "Kami sudah bersurat, dan KPU telah menyetujui. Hal ini penting, agar setiap calon pemimpin memiliki solusi untuk mengatasi kemacetan," tandasnya.

Padatnya aktivitas lalu lintas memang jadi salh satu indikator perputaran ekonomi. Bercermin dari pandemi Covid-19 tahun 2020-2022, lalu lintas lengang menandakan perekonomian yang lesu. Ubud yang dominan di sektor jasa sangat bergantung dari mobilitas wisatawan. (weg)

 

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved