Mobil Bodong di Nusa Penida

IWS Diduga Disiksa 10 Anggota Polres Klungkung Hingga Cacat, Lapor ke Polda Bali, Kasus Mobil Bodong

Namun justru ia diburu 10 anggota Polres Klungkung, hingga diduga mendapatkan perlakuan keji dan sekarang mengalami cacat permanen.

Adrian/Tribun Bali
(Kiri ke Kanan) Istri korban AY, korban WS, Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi dan, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Bali, I Kadek Widiantara. 

TRIBUN-BALI.COM -  Sungguh malang nasib IWS (47), ia hanya menjadi perantara gadai mobil antara pria berinisial MT dengan DK.

Namun justru ia diburu 10 anggota Polres Klungkung, hingga diduga mendapatkan perlakuan keji dan sekarang mengalami cacat permanen.

Korban IWS bersama istrinya AY(40) hadir di kantor LBH Bali, Kota Denpasar untuk meminta pendampingan. Sebab ia juga mendapatkan intimidasi, untuk menyelesaikan perkara ini secara damai setelah para pelaku dilaporkan ke Polda Bali

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bali, Rezky Pratiwi mengatakan, bahwa 10 personel Polres Klungkung melakukan tindakan penyiksaan, penyekapan, dan pelanggaran prosedur namun yang sangat disayangkan Polda Bali.

Justru menciptakan impunitas (kebal hukum) dengan menerapkan pasal ringan terhadap laporan korban. Dalam interogasi oleh para polisi Polres Klungkung, IWS juga sempat diancam akan ditembak.

Akibat dari tindakan penyiksaan yang dilakukan personel Polres Klungkung tersebut menyebabkan luka fisik, psikis, termasuk luka permanen pada salah satu gendang telinga korban.

Baca juga: BREAKING NEWS! Kebakaran Warung Madura, Suami, Istri dan Anak Alami Luka Bakar di Denpasar

Baca juga: BANTAH Aniaya Hingga Sekap Saksi Kasus Mobil Bodong, Simak Penjelasan Satreskrim Polres Klungkung

Baca juga: HILANG Melaut, Pencarian di Pantai Bunutan Dihentikan, Tim SAR Terkendala Gelombang & Angin Kencang!

Kendaraan bodong yang masih terparkir di Polres Klungkung.
Kendaraan bodong yang masih terparkir di Polres Klungkung. (ISTIMEWA)

"Perbuatan yang patut diproses sebagai tindak pidana bukan ke 352 yang ancaman hukuman pelaku hanya 3 bulan, melainkan penyiksaan (Pasal 422) KUHP, penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (Pasal 351 KUHP), penculikan dan penyekapan (Pasal 328 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), serta pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) untuk mendorong pertanggungjawaban para pelaku," kata Rezky, di kantornya pada Jumat 5 Juli 2024.

LBH Bali mengupayakan, IWS mendapatkan keadilan yang mendapatkan tindakan penyekapan, penyiksaan, pencurian, serta tindakan sewenang-wenang (unfair trial) dalam upaya paksa yang dilakukan oleh 10 personel polisi dari Polres Klungkung pada tanggal 26 hingga 28 Mei 2024.

Rezky menjelaskan, peristiwa ini bermula pada tanggal 26 Mei 2024 ketika sepuluh orang dari Polres Klungkung datang ke rumah korban dan mencari keberadaan korban, namun korban tengah berada di luar rumah.

Istri korban sempat bertanya mengenai maksud kedatangan polisi, namun mereka meminta agar istri korban tidak banyak bertanya dan mendesak agar korban segera pulang.

Di tanggal yang sama, sekira pukul 20.00 WITA ketika korban IWS sampai di rumah, seketika korban disergap lalu dibawa oleh polisi ke sejumlah tempat yang berbeda, yang bukan merupakan kantor kepolisian.

Ponsel korban dan lima buah mobil dari usaha korban yang sedang dalam proses penjualan juga turut disita paksa.

Tindakan-tindakan tersebut dilakukan anggota Polres Klungkung, tanpa menunjukan surat perintah penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan surat tugas.

Korban ditahan selama hampir tiga hari, sejak tanggal 26 Mei-28 Mei 2024. Di tempat penyekapan, korban diinterogasi dan dituduh telah membantu membawa kabur sebuah mobil Pajero.

(Kiri ke Kanan) Istri korban AY, korban WS, Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi dan, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Bali, I Kadek Widiantara.
(Kiri ke Kanan) Istri korban AY, korban WS, Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi dan, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Bali, I Kadek Widiantara. (Adrian/Tribun Bali)

Korban terus dipaksa untuk mengakui perbuatan, yang sebenarnya tidak pernah ia lakukan, termasuk korban dipaksa memberikan informasi tentang keberadaan mobil Pajero yang tengah dicari Polres Klungkung meskipun faktanya korban tidak mengetahui keberadaan mobil tersebut.

"Dalam proses interogasi di sebuah gudang itu, korban mendapatkan tindakan penyiksaan lewat pukulan dengan tangan kosong, menggunakan botol minum Agua berukuran 1 liter yang berisi air dan botol bir," ungkapnya.

"Pukulan itu secara berulang ditujukan ke wajah, bagian kepala, dan kedua telinga korban. Selama proses penyiksaan, tangan korban terus diborgol, pakaiannya dilucuti dan mata korban ditutup dengan plester putih berlapis-lapis hingga korban tidak bisa melihat," sambungnya.

Korban baru dilepaskan oleh polisi pada tanggal 28 Mei 2024, sekitar pukul 20.00 WITA. Kemudian pada tanggal 29 Mei 2024 korban telah melaporkan peristiwa ini kepada Polda Bali.

Namun sejak awal petugas SPKT Polda Bali, justru mengarahkan pelaporan pada pasal 352 KUHP, atau penganiayaan ringan dengan ancaman pidana penjara maksimal hanya 3 bulan pidana penjara.

Selanjutnya, proses ini turut diteruskan oleh penyelidik yang tetap menggunakan pasal ringan tersebut tanpa mempertimbangkan fakta-fakta serta akibat yang dialami oleh korban.

Penyelidik hingga kini juga enggan memanggil dan memeriksa saksi kunci, yang mengetahui terjadinya tindakan penyekapan serta penyiksaan yang dilakukan oleh personel Polres Klungkung.

Di sisi lain hingga kini, beberapa personel Polres Klungkung terus melakukan intimidasi, teror dan sempat meminta korban untuk menandatangani kesepakatan damai dengan para polisi selaku pelaku.

"Soal intimidasi 19 Juni dan 1 Juli beberapa orang dengan pihak lingkungan datang ke tempat korban dan berkomunikasi terkait laporan di Polda Bali, ada yang telepon juga mengaku dari polres meminta diskusi mencari penyelesaian," ucap dia.

Bahwa atas peristiwa ini, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia berkaitan dengan hak untuk bebas dari penyiksaan.

Dan hak terhadap akses peradilan yang jujur, adil, dan tidak memihak (fair trial) yang sejatinya telah dijamin dalam Pasal 281 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

(Kiri ke Kanan) Istri korban AY, korban WS, Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi dan, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Bali, I Kadek Widiantara.
(Kiri ke Kanan) Istri korban AY, korban WS, Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi dan, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Bali, I Kadek Widiantara. (Adrian/Tribun Bali)

Ketentuan ini juga diperkuat dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Lebih lanjut tindakan yang dilakukan personel Polres Klungkung, juga telah melanggar ketentuan Pasal 4 dan Pasai 7 Konvensi Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, serta terhadap ketentuan dalam Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) yang telah diratufikasi dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998.

Selain itu, tindakan aparat Polres Klungkung yang melakukan penyiksaan telah jelas melanggar Pasal 11 Ayat (1) huruf B Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi prinsip HAM dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Republik Indonesia yang tegas menyatakan setiap anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan.

Berkaitan dengan sikap dan tindakan Polda Bali, yang menerapkan pasal ringan dalam laporan polisi yang diajukan korban, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai bahwa Polda Bali telah membuka celah ruang terjadinya impunitas.

Sekaligus menjadi langkah yang kontradiktif, dalam upaya memutus mata rantai penyiksaan yang telah mengakar kuat dalam proses penegakan hukum pidana Indonesia saat ini.

LBH Bali pun mendesak Kompolnas dan Komnas HAM Republik Indonesia proaktif untuk melakukan pengawasan termasuk memanggil, memeriksa, dan mendesak penegakan hukum pidana serta etik terhadap personei Polres Klungkung yang menjadi pelaku penyiksaan serta pelanggaran unfair trial, serta kepada Polda Bali yang memeriksa laporan korban.

Mendesak Polda Bali memastikan pertanggungjawaban pidana, etik dan disiplin terhadap semua personel Polres Klungkung yang terlibat dalam tindakan terhadap korban secara profesional, akuntabel, dan transparan.

Termasuk tidak menerapkan pasal pidana yang ringan terhadap personel Polres Klungkung selaku pelaku.

Kemudian Polres Klungkung agar kooperatif dalam proses pemeriksaan dan bertanggung jawab atas serangkaian tindakan penyiksaan, penangkapan dan penahanan, serta penyitaan secara melawan hukum terhadap korban pada 26 - 28 Mei 2024.

Sekaligus tidak melakukan intimidasi, kekerasan maupun upaya lainnya untuk merintangi proses pemeriksaan atas peristiwa a quo.

Lalu, Polres Klungkung agar segera mengembalikan dengan segera barang yang dirampas secara melawan hukum dari korban berupa 5 buah mobil.

"Polres Klungkung juga harus meminta maaf secara terbuka kepada korban dan keluarganya atas tindakan kejam melakukan penyiksaan kepada korban," ucapnya,

Sementara itu, Korban IWS mengaku benar-benar tidak mengetahui unit Pajero yang dicari polisi, ia pun mengaku heran saksi kunci yakni MT, kemudian pembuat kopi di sebuah gudang yang juga melakukan pemukulan terhadap dirinya dan pria yang menerima mobil gadai yakni DK belum tersentuh polisi.

"Saya baru kenal MT ini baru dua minggu, lalu minta tolong cari pinjam uang dengan gadai mobil senilai Rp 150 juta, ke DK, saya tidak tahu mobil itu saya nyentuh mobil saja tidak saya hanya menghubungkan saja," ungkapnya.

"Saya dipaksa mengaku saya terlibat dalam kejahatan dan menyebutkan informasi di mana mobil itu berada, saya diancam ditembak," bebernya.

Pada 27 Mei 2024 pagi hari hingga 28 Mei 2024 malam, WS dibawa polisi tersebut untuk melakukan pengembangkan di beberapa daerah seperti Klungkung, Denpasar dan Badung untuk mencari mobil itu.

Mengenai 5 mobilnya yang disita polisi, WS juga membantah mobil itu bodong, bahwa mobil-mobil tersebut sesuai dengan STNK.

"5 mobil juga disita, saya tidak tahu juga kenapa yang dicari Pajero, lalu mobil saya disita. Setelah lapor saya sekali diperiksa Reskrimum , dan Propam jugasekali," bebernya.

Sementara itu, istri korban, AY mengungkapkan saat penangkapan paksa itu dilakukan di depan anaknya yang masih berusia 6 tahun dan kini mengalami trauma.

"Saya dibilang kalau mau menyelamatkan suami harus mendatangkan mobil Pajero itu, harus cari Pajero yang hilang itu, dan lagi penangkapan itu tidak ada surat tugas atau surat perintah" ucapnya.

Mirisnya lagi kejadian ini mencuat dalam momentum peringatan Hari Anti Penyiksaan 26 Juni dan Hari Bhayangkara 1 Juli saat jutaan rakyat Indonesia memanjatkan harapan agar institusi Polri berbenah menjadi institusi yang profesional, akuntabel, dan meninggalkan kultur militerisme serta kekerasan yang terus melekat hingga kini.

Namun belum genap satu minggu pasca institusi Kepolisian merayakan hari jadinya, beragam peristiwa pelanggaran HAM dan tindakan sewenang-wenang masih terus dilakukan. 

Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan menerangkan, kasus tersebut sudah diproses oleh Bidpropam Polda Bali dan bakal ditangni secara profesional.

"Sudah diproses di Bidpropam, sudah pasti ditangani, jika terbukti pasti disidangkan sesuai prosedur," ujar Kombes Pol Jansen. (ian)

MOBIL BODONG - Puluhan mobil bodong dengan STNK palsu diamankan di halaman Polres Klungkung, Jumat (31/5). Mobil bodong tersebut diamankan dari Nusa Penida, Klungkung.
MOBIL BODONG - Puluhan mobil bodong dengan STNK palsu diamankan di halaman Polres Klungkung, Jumat (31/5). Mobil bodong tersebut diamankan dari Nusa Penida, Klungkung. (ISTIMEWA)

Satreskrim Polres Klungkung Bantah Aniaya Saksi Kasus Mobil Bodong

Jajaran Satuan Reskrim Polres Klungkung membantah, melakukan penyekapan hingga penganiayaan terhadap seorang warga berinisial IWS (45).

IWS sebelumnya diinterogasi kepolisian, atas kepemilikan kendaraan bodong.

"Kami menjalankan pemeriksaan sesuai dengan prosedur, semua pemeriksaan terhadap IWS dilakukan di ruang periksa Satreskrim Polres Klungkung, tidak ada diluar kantor seperti yang disebutkan dalam laporannya di Polda Bali,” ujar Kasat Reskrim Polres Klungkung, Made Teddy Permana belum lama ini.

Menurutnya, IWS merupakan salah satu pemilik dari puluhan kendaraan bodong yang diamankan jajaran Polres Klungkung. Ia disebut memiliki 5 unit mobil dan 1 motor dengan STNK palsu

Saat diinterogasi, disebutkan IWS selalu berbelit-belit dan keterangannya berubah-ubah. Meskipun demikian, status
IWS masih saksi.

"Kami masih mendalami keterlibatan IWS dengan diamankannya puluhan mobil bodong oleh jajaran Polres Klungkung. Statusnya dia masih saksi, apakah terlibat dalam sindikat atau bagaimana perannya dalam peredaran kendaraan bodong ini masih kami dalami, dan semua harus berjalan sesuai dengan aturan berlaku,” ungkapnya.

Saat disinggung lebih jauh terkait IWS yang mengaku mendapatkan intmidasi, ancaman, hingga dipaksa menandatangani surat damai, pihak Satuan Reskrim Polres Klungkung tidak banyak komentar.

"Saya no comment dulu terkait itu. Saya mohon waktu ya untuk menjelaskan," jelas Made Teddy Permana, Jumat (5/7/2024).

Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali, Kombes Jansen Avitus Panjaitan, mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang mendalami laporan tentang dugaan penganiayaan terhadap seorang pria berusia 47 tahun.

Laporan tersebut diterima oleh Polda Bali pada Rabu (29/5/2024) melalui Laporan Polisi (LP) Nomor LP/403/V/SPKT/Polda Bali.

Pria tersebut, yang tinggal di Jalan Subak Dalem, Denpasar, mengklaim bahwa ia didatangi oleh anggota Satreskrim Polres Klungkung pada Minggu (26/5/2024) sekitar pukul 23.30 Wita untuk diinterogasi.

Dalam laporannya, pria tersebut menyebutkan bahwa ia dipukul oleh tiga anggota Satreskrim Polres Klungkung selama proses interogasi. Meski begitu, ia tidak merinci alasan dari interogasi tersebut.

Jansen menjelaskan bahwa laporan ini sedang dalam proses pendalaman lebih lanjut. Jika terbukti ada unsur penganiayaan, anggota kepolisian yang terlibat akan dikenakan sanksi sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, yang akan ditangani oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Bali.

"Kami akan menunggu hasil pemeriksaan yang berkelanjutan serta keputusan dari Bidpropam Polda Bali. Kami memastikan bahwa penanganan kasus ini akan dilakukan dengan profesional dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," kata Jansen. (mit)

 

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved