PPDB 2024
Kadisdikpora Bali Sangkal Temuan Ombudsman RI Terkait Permasalahan PPDB di Bali
Ombudsman menemukan permasalahan terkait dengan kesalahan prosedur, manipulasi dokumen, dan diskriminasi terhadap calon peserta didik.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali, Dr. Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, menyangkal temuan permasalahan pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 di Bali oleh Ombudsman RI.
Kata Boy saat dikonfirmasi, manipulatif data terkait PPDB di Bali tidak ada.
“Sejauh ini, untuk hal manipulatif data tidak ada,” jelasnya, Senin 8 Juni 2024.
Beredar juga kabar terdapat oknum yang menambah daya tampung siswa dengan menambah jumlah sekolah atau SMA fiktif di Bali.
Baca juga: Orangtua Siswa Geruduk Disdikpora Denpasar Terkait PPDB SD, Ini Tanggapan Kadisdikpora
Mengenai temuan tersebut Boy mengatakan di Bali tidak ada SMA fiktif.
Dan tidak benar juga terdapat pembatasan penerimaan siswa berdasarkan pekerjaan orangtua siswa.
“Tidak benar, tidak ada pembatasan seperti itu. Sepanjang bisa menunjukkan kriteria perpindahan orangtua siswa,” bebernya.
Disdik Bali menegaskan tidak ada kasus-kasus yang ditemukan oleh Ombudsman terjadi di Bali.
Boy menegaskan PPDB di Bali berjalan sesuai juknis/juklak yang berlaku.
“Tim monitoring sudah turun ke sekolah-sekolah dan tidak menemukan persoalan-persoalan yang berarti. Semuanya sudah sesuai dengan juknis/juklak yang berlaku. Tidak semua dapat di (sekolah) negeri, karena daya tampung negeri juga terbatas,” tutupnya.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais memaparkan temuan sementara berbagai permasalahan yang dinilai cukup menonjol terkait dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 di sepuluh provinsi.
"Ini adalah hal-hal yang memang cukup menonjol. Karena kalau ditanya 'Apakah tidak ada temuan semua provinsi?' Jawabannya ada. Akan tetapi, ini yang cukup menonjol karena yang lain masalah klasik temuannya," kata Indraza dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat.
Indraza lantas menyebutkan sepuluh provinsi tersebut, yakni Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku Utara.
Secara garis besar, Ombudsman menemukan permasalahan terkait dengan kesalahan prosedur, manipulasi dokumen, dan diskriminasi terhadap calon peserta didik.
Indraza menjelaskan bahwa permasalahan yang ditemukan di Aceh adalah kurangnya sosialisasi, penambahan rombongan belajar (rombel), dan penambahan jalur masuk madrasah di luar prosedur.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.