Satpol PP Bali Sita 56 Kg Daging Anjing, Sidak Pedagang di Jembrana dan Buleleng
Inspeksi mendadak (sidak) kembali dilakukan Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Pihaknya berharap, masyarakat agar tidak mengkonsumsi daging anjing karena berpotensi risiko bagi kesehatan.
"Jangan percaya takhayul yang menyebutkan bahwa daging anjing itu menyehatkan. Itu menyesatkan," katanya.
Penindakan ini masih akan terus dilakukan dan menyasar kabupaten/kota lain di Bali.
Sementara ini, 1 pedagang di Kabupaten Jembrana akan disidangkan pada 9 Agustus 2024, dan 1 pedagang di Kabupaten Buleleng pada 7 Agustus 2024.
Dewa Dharmadi menambahkan Perda Bali No 5 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat dan Perlindungan Masyarakat, pada Pasal 28 ayat 1 huruf a telah melarang setiap orang untuk mengedarkan dan memperjualbelikan daging anjing, ayat 1 huruf d pada pasal yang sama juga melarang setiap orang untuk menyiksa hewan.
“Perda ini dibuat untuk tujuan yang baik, untuk menghindarkan masyarakat dari risiko kesehatan karena mengonsumsi daging anjing serta karena terlibat dalam praktik berisiko yang dimulai dari penangkapan, transportasi, pembunuhan, penjagalan, penyimpanan, pengolahan serta pembuangan limbah dalam aktivitas perdagangan dan peredaran daging anjing."
"Perda ini tidak hanya untuk mengeliminasi kekejaman terhadap hewan, namun juga untuk tujuan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan,” imbuhnya.
Sudah diingatkan Berhenti
SEMENTARA itu, drh Sasa Vernandes dari Sintesia Animalia Indonesia yang saat itu juga bergabung dalam sidak menyayangkan masih adanya pedagang daging anjing yang beroperasi, meski Satpol PP sudah memberikan peringatan untuk berhenti.
“Saya telah bergabung dalam kegiatan edukasi dan pembinaan pedagang daging anjing sejak tahun 2017, dan menemukan banyak pedagang yang telah berhenti memperjual belikan daging anjing."
"Bahkan sebelum Perda ini diresmikan, Pemerintah telah memberikan peringatan melalui Surat Edaran dan Surat Instruksi Gubernur Bali yang dikeluarkan pada 2017 dan 2019. Sangat disayangkan bahwa beberapa pedagang tidak mengindahkan imbauan ini sehingga terpaksa harus ditindak dengan Perda yang baru,” kata drh Sasa, Kamis (25/7/2024).
Seperti diketahui, Sintesia Animalia Indonesia (sebelumnya Animals Internasional dan Bali Animal Defender) telah memulai pendataan dan pembinaan sejak 2017.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh drh Sasa, diketahui bahwa masyarakat tertentu terlibat dalam perdagangan daging anjing di Bali, meskipun beberapa pedagang adalah masyarakat pendatang.
Ketua Sintesia Animalia Indonesia, Jovand Imanuel Calvary memberikan tanggapan, baik masyarakat asli ataupun pendatang harus menghormati peraturan yang diberlakukan di Bali.
“Karenanya Sintesia Animalia Indonesia terus mendata pedagang dan bekerjasama dengan Satpol PP Provinsi Bali untuk menindak pedagang-pedagang daging anjing yang masih aktif, tanpa pertimbangan khusus apakah mereka adalah masyarakat lokal atau pendatang – semuanya adalah pelanggar aturan,” papar Jovand.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.