Gempa Megathrust

ANALISIS Gempa Megathrust di Bali 9 SR, Warga Kuta, Nusa Dua dan Lainnya Perhatikan Alat ini

ANALISIS Gempa Megathrust di Bali 9 SR, Warga Kuta, Nusa Dua dan Lainnya Perhatikan Alat ini

balai3.denpasar.bmkg.go.id
Peta sumber gempabumi merusak wilayah Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ancaman potensi gempa megathrust dengan kekuatan mencapai 9,0 magnitudo di Bali dikhawatirkan membuat wisatawan takut berkunjung. 

Diwawacara mengenai hal tersebut, PJ Gubernur Bali, Mahendra Jaya mengatakan tenang saja, semoga gempa megathrust tidak terjadi. 

“Yang jelas semoga tidak terjadi deh itu saja. Tenang saja tidak terjadi kok. Kita percaya dan siap,” jelas Mahendra Jaya usai ditemui di Rapat Paripurna DPRD Bali, Senin 19 Agustus 2024. 

Baca juga: ANCAMAN Gempa Megathrust 9 SR Hantui Bali, Simak Bangunan Tenggelam ke Dalam Tanah dan Tsunami

PJ Gubernur mengimbau, masyarakat agar berpikiran positif agar musibah bencana gempa megathrust tersebut tak terjadi di Bali.

“Semoga tidak terjadi kita yakin tidak terjadi. Jadi kita harus pikiran itu positif pasti semesta akan menuntun ke arah positif. Kita bilang tidak terjadi, ya tidak terjadi,” imbuhnya. 

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan mengenai gempa megathrust secara ilmiah didalam peta gempa memang Bali ini dalam jalur megathurst.

Jalur gempa megathrust sendiri  dimulai dari Aceh, Selatan Sumatra, Selatan Jawa, Selatan Bali, selatan NTB dan NTT belok ke utara. 

“Dari peta memang jalurnya besar. Itu sebabnya maka daerah yang dilalui megathrust harus membuat early warning, tsunami early warning.

Baca juga: PULAU DEWATA Dihantui Gempa Megathrust 9 SR, Warga Bali Diimbau Waspada, Segera Lakukan Ini!

Itu sebabnya kenapa di Kuta, Nusa Dua, dan Serangan serta berapa yang lain sudah kami buatkan sirine tsunami.

Sirine itu adalah early warning sytem kenapa di sana karena sudah tahu di sana jalur gempa megathrust,” ucap, Dewa Indra. 

Lebih lanjutnya ia mengatakan jika peringatan dini tidak diikuti respons dengan baik maka akan percuma membuat peringatan dini.

Kapasitas respons pun telah dibangun pada jalur Pantai Selatan Pulau Bali yang telah dijadikan tempat evakuasi dan melatih hotel-hotel untuk Sertifikasi kesiapsiagaan menghadapi bencana.

Simulasi saat bencana gempa terjadi masih terus dilakukan. 

Sehingga dengan demikian ketika ada gempa megathrust dan berpotensi tsunami early warning system segera memberikan peringatan.

Kemudian masyarakat di pinggir pantai sudah bisa merespons dengan baik.

Meresponsnya itu adalah itu sudah buat shelter dan juga tempat penampungan sementara.

“Bahwa apakah gempa megathrust semua terjadi? Semua itu tidak tahu. Secara ilmiah garisnya ada (di Bali). Mari bersama-sama media ikut bersama sama meyakinkan wisatawan potensi gempa dan tsunami bisa terjadi di mana-mana. Tidak hanya di Bali,” bebernya. 

Yang terpenting Bali memiliki system peringatan dini untuk tsunami dan juga telah membangun kapasitas respons yang baik.

Sehingga dengan demikian tsunami boleh terjadi tetapi Bali cepat mendapat peringatan dini.

Sirine bunyi kemudian masyarakat sudah dilatih kita sudah simulasi berapa kali untuk merespons. Hotel-hotel dalam posisi siap Assembly Point.

“Tak usah cemas. Jangan juga persoalkan Bali potensi tsunami. Semua daerah berpotensi dimana saja bisa berpotensi karena jalurnya itu.

Yang terpenting kalau kita tahu berpotensi bangunlah early warning system bangunlah respons capacity. Itu sebabnya kita selalu teriak Bali tangguh itu ya,” tutupnya.

Gempa megatrust bukan prediksi

Dikutip dari Kompas.com, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono meluruskan, informasi potensi gempa megatrust yang ramai diberitakaan saat ini bukanlah prediksi ataupun peringatan dini.

Namun, sebagai pengingat akan keberadaan zona Megatrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang diduga oleh para ahli sebagai kekosongan zona gempa besar (seismic gap).

"Munculnya kembali potensi gempa ini bukanlah peringatan dini yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian," tegasnya.

Selain itu menurutnya, peristiwa gempa berkekuatan M7,1 di Jepang pada Kamis (8/8/2024) lalu menjadi momen yang tepat untuk mengingat potensi gempa Megatrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.

Gempa yang menyerang Jepang diketahui berpusat di Tunjaman Nankai. Menurut catatan sejarah, gempa besar di zona tersebut terakhir terjadi pada 1946, sedangkan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797.

Oleh karena selisih waktunya yang lama, Daryono mengatakan, Indonesia dapat mulai mempersiapkan upaya mitigasi sejak dini.

"Kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam meniyiapkan upaya mitigasi," pungkasnya.

Namun, untuk saat ini BMKG mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa sembari memantau informasi gempa bumi dan tsunami yang dikeluarkan BMKG.

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved