Berita Bali
Ratusan Mahasiswa Bali Utara Kepung Kantor DPRD Buleleng, Sampaikan Lima Tuntutan
Zena Sinatri pada kesempatan itu mengatakan, Ambara merasakan keresahan akan adanya keinginan dari Baleg DPR RI untuk mengubah keputusan MK.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Aliansi Mahasiswa Bali Utara (Ambara) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Buleleng, Jumat 23 Agustus 2024.
Mereka menyampaikan berbagai tuntutan yang wajib segera ditindaklanjuti DPRD Buleleng.
Diperkirakan ada ratusan mahasiswa yang hadir pada aksi unjuk rasa tersebut.
Seluruhnya datang dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Bali Utara.
Baca juga: Jokowi dan PBNU Bahas Tambang Saat Rakyat Demo, Ramai Tagar Darurat Demokrasi
Mengenai tuntutannya, setidaknya ada lima hal yang diminta oleh Ambara.
Meliputi tegakkan demokrasi yang substantif dan tegak lurus secara konstitutif; Mengawal putusan Mahkamah Konstitusi No 60 PUU-XXII/2024; Mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset; Menegakkan supremasi sipil dengan mencegah multifungsi ABRI dan terakhir menuntut DPRD Kabupaten Buleleng untuk menyampaikan tuntutan ini kepada DPR RI dengan tempo yang secepatnya-cepatnya.
Ketua Aksi Ambara, Zena Sinatri pada kesempatan itu mengatakan, Ambara merasakan keresahan akan adanya keinginan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk mengubah keputusan MK.
Menurut mahasiswa upaya ini merupakan pencorengan terhadap konstitusi bangsa.
Sebab Baleg yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan putusan mahkamah konstitusi, justru membuat tandingan dengan membuat revisi undang-undang Pilkada yang sangat tidak etis untuk dilakukan Baleg.
"Baleg yang memiliki banyak UU prioritas yang masuk dalam Prolegnas membutuhkan waktu yang sangat banyak. Akan tetapi RUU ini perlu segera diputuskan. Karena itu dilakukan banyak aksi di seluruh penjuru Indonesia secara serentak, untuk menggagalkan pengesahan RUU tersebut," ungkapnya.
Hingga pada Kamis 22 Agustus 2024, ada pernyataan dari wakil ketua DPR-RI yang menyatakan bahwa Pilkada akan dilaksanakan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Pihaknya merasa keadaan ini harus terus diamankan dengan menjaga keputusan Mahkamah Konstitusi dan marwah Indonesia.
"Bagaimanapun caranya pemerintah ingin mengubah, kami ingin hal tersebut tetap dikawal dan dilaksanakan di Indonesia," ucapnya.
Alasan pengawalan dari perspektif mahasiswa, kata Zena, karena banyak hal-hal yang membuat pihaknya kecewa.
Kendati saat ini DPR RI memberikan statement membatalkan, pihaknya ingin putusan MK tetap dikawal sampai benar-benar pada pelaksanaan Pilkada tanggal 27 November 2024, sesuai putusan MK.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.