Berita Buleleng

Mereka Disekap dan Tidak Digaji, 2 Warga Buleleng Diduga Jadi Korban TPPO

Pada sebuah video yang beredar, para korban berada di negara Myanmar. Mereka mengaku tidak diperbolehkan ke mana pun alias disekap.

Tribun Bali/MER
LAPOR POLISI - Ketut Alit Suryawan (kedua dari kanan), yang merupakan kakak dari Kadek Agus Ariawan, saat melapor ke Polres Buleleng, Selasa (3/9).  

TRIBUN-BALI.COM  - Puluhan Warga Negara Indonesia (WNI) diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Dari puluhan korban, ternyata ada dua korban berasal dari Buleleng. Informasi yang dihimpun, para korban awalnya dijanjikan bekerja di Thailand. Namun justru berakhir bekerja di tempat tidak jelas.

Pada sebuah video yang beredar, para korban berada di negara Myanmar. Mereka mengaku tidak diperbolehkan ke mana pun alias disekap.

Tak hanya itu, para korban disuruh kerja 15 jam sehari tanpa digaji. Apabila tidak mencapai target, para korban mengalami penyiksaan dengan cara disetrum.

Baca juga: Anggota Dewan Buleleng Ikut Kawal Kasus Perdagangan Orang di Buleleng 

Baca juga: Tak Hanya Lukis Wajah Jokowi, Koleksi Lukisan Dokter Bagus Darmayasa Hiasi RSUP Prof Ngoerah

Melalui video tersebut, para korban pun meminta tolong kepada Presiden Jokowi dan Prabowo agar bisa dibantu dipulangkan.

Dari puluhan warga tersebut, ternyata ada dua warga asal Buleleng yang menjadi korban. Dua warga itu diketahui bernama Kadek Agus Ariawan dan Nengah Sunarya.

Ketut Alit Suryawan yang merupakan kakak dari Kadek Agus Ariawan mengungkapkan, kejadian berawal dari pertengahan Juli 2024 lalu, Agus dijanjikan bekerja di sebuah restoran yang ada di Thailand oleh seorang warga Desa Jinengdalem bernama Komang Budayasa.

Hingga akhirnya pada 5 Agustus 2024, Agus bersama Nengah Sunarya diberangkatkan menggunakan visa liburan serta menyetor uang Rp 5 juta.

Keduanya transit di Jakarta dan bertemu dengan sejumlah warga dari luar Bali yang sama-sama akan diberangkatkan ke Thailand.

Hingga akhirnya diberangkatkan ke Malaysia pada 6 Agustus, untuk selanjutnya menunggu keberangkatan ke Thailand.

Alit mengatakan, tanggal 6 Agustus itulah terakhir kali ia berkomunikasi dengan adiknya. Hingga pada 9 Agustus ia menerima pesan singkat dari adiknya yang mengatakan telah berada di Thailand dan sudah mulai bekerja training sebulan.

Namun Alit merasa curiga sebab pola penulisan yang dikirim berbeda dengan bahasa adiknya.

"Saya sempat menghubungi Komang Budayasa lewat panggilan WhatsApp, menanyakan kondisi dan posisi alamat tempat tinggal, alamat perusahaan, nama perusahaan. Tetap ia mengatakan tidak mengetahui posisi adik saya, dan mengatakan adik saya dan yang lainnya sudah bukan tanggung jawab dia," ucapnya.

Alit mengatakan, adiknya ini baru pertama kali berangkat ke luar negeri. Ia mengaku percaya dengan Kadek Budayasa, sebab ia memang bekerja di Thailand.

"Saya berharap dari media, pihak kepolisian dan tim dari Gede Harja bisa membantu kepulangan adik saya dan lainnya," harapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved