Berita Nasional

Pancasila sebagai Philosophische Grondslag, Harus Diterapkan Untuk Membangun Karakter Bangsa

Pancasila sebagai Philosophische Grondslag, Harus Diterapkan Untuk Membangun Karakter Bangsa

istimewa
Agus Widjajanto 

TRIBUN-BALI.COM - Pancasila lahir secara konsep perumusan Dasar Negara pada tanggal 1 Juni 1945, pada  saat Bung Karno menyampaikan pidato pandangan umum tentang perumusan Dasar Negara pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) atau Dokuritsu Junbi Casakai.

Pancasila sendiri berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti prinsip atau asas dalam pedoman berbangsa dan bernegara sebagai Sebuah Dasar Negara, falsafah dan pandangan hidup bangsa ( PhilocophiSche Grondslag ). 

Baca juga: PERMINTAAN Keramat Keluarga di Buleleng pada Luh Puspa yang Kini Jadi Orang Dekat Prabowo

Secara de Jure, Pancasila ada dan berlaku sebagai dasar Negara sejak 18 Agustus 1945 atau  sehari setelah Proklamasi, sebagai statement kemerdekaan sebuah Bangsa. Namun secara de Facto Pancasila sebagai sebuah landasan  falsafah dan pandangan hidup bangsa ( Philosophische Grondslag atau Weltanschauung) sudah ada sejak ribuan tahun sebelum ada negara yang bernama Indonesia di bumi Nusantara.

Pancasila telah hidup dan menjadi pedoman masyarakat sejak kerajaan besar di Jawa dan di Nusantara.

Sebagai hukum yang hidup dan berkembang, dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pedoman dalam bermasyarakat dan bernegara (Living Law). Hal ini terjadi baik sejak Mataram Hindu yang pernah mengalami masa  perang agama dalam sejarah masa lalu antara dinasti Sanjaya beragama Hindu  ( 732-1007 M)  dan dinasti  Syailendra beragama Budha, dimana saat pemerintahan Rakai Panangkaran Putra Raja Sanjaya, terjadi perang agama yang begitu dahsyat sehingga kerajaan  terbelah menjadi dua bagian, Mataram Hindu berada di Jawa bagian Utara dan Mataram Budha berada dibagian selatan.

Baca juga: PEMUDA Sumba Dikeroyok hingga Tewas di Gianyar, Keluarga Sebut Bukan Korban yang Unggah Video

Kedua golongan ini disatukan kembali oleh Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya dengan melakukan perkawinan politik,  mengawini Pramordhawardani dari keluarga Syailendra, yang sebagian para sejarawan meyakini bahwa Raja Rakai Pikatan yang mempunyai nama samaran "Resi Gunadarma " sebagai arsitek mendirikan candi bercorak Budha yang dikenal dengan Sambadha Budura (Borobudur) serta candi Sewu Roro Jonggrang yang bernama Candi  Prambanan di Klaten perbatasan Jogjakarta.  

Sejak saat, itu ajaran ajaran luhur tentang konsepsi Pancasila sebagai living law  sudah berlaku, sebagai pedoman penghormatan dalam kehidupan  terhadap sesama umat beragama dan antar umat beragama sesuai sila pertama dalam Pancasila.

Dilanjutkan dalam pemerintahan Kerajaan Kediri di Jawa Timur dan Singosari di Malang  kemudian dilanjutkan  pada masa  kerajaan Majapahit pada tahun 1293 hingga 1527 sebagai kerajaan bercorak Hindu dan Budha. 

Saat Majapahit mencapai kejayaan dalam pemerintahan Raja Hayam Wuruk, seorang Empu yang beragama Budha yakni Mpu Prapanca menulis  dalam kitab  Kakawin Nagara Kertagama, ditulis dalam bahasa Jawa kuno, menginspirasi  para pendiri bangsa kita (Founding Father) sebagai  konsep dalam berdirinya negara Kesatuan yang kemudian dikenal dengan nama Indonesia. 

Kakawin Nagara Kertagama ditemukan pertama kali di pulau lombok Nusa Tenggara Barat pada tahun 1894. Pertama disebut Kakawin Desa Warnana, yang melukiskan tentang pemerintahan saat itu dalam wilayah kerajaan Majapahit, termuat dalam bait (Ngk.pupuh 94: 4). 

Naskah Kakawin Nagara Kertagama ini menjadi sangat menarik dan istimewa lantaran memberikan keterangan langsung mengenai kondisi dan adat istiadat serta sistem pemerintahan, baik lokal (Daerah dalam lingkup Kadipaten), Desa, maupun pusat Kerajaan,  mengenai masyarakat Jawa kuno pada suatu masa dan dilihat dari sudut pandang tertentu. Kakawin Nagara Kertagama merupakan Kitab yang menjadi sumber nilai-nilai Pancasila yang kemudian menginspirasi Bung Karno dalam menyusun Dasar Negara Republik Indonesia dan juga Mr. Moh. Yamin dan Mr.  Soepomo   dalam memberikan masukan konsep tentang dasar negara  dan sistem ketatanegaraan dalam sidang BPUPKI

Bung Karno dalam Auto Biografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, halaman 240 menulis 
“Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila, apa yang aku kerjakan hanyalah menggali jauh kedalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku telah menemukan lima butir mutiara yang indah". 
Naskah Nagara Kertagama juga telah diakui oleh kalangan International dan secara resmi masuk dalam daftar Memory of The World UNESCO.

Dalam pupuh 43, Mpu Prapanca menulis "Agar kiranya berusaha memegang teguh pada Pancasila, lima kaidah tingkah laku utama". Disinilah sebenarnya sumber inspirasi dari para Pendiri bangsa yang lalu digali dan dirangkum menjadi sila - sila dalam Pancasila.

Disamping itu Harus diakui, sistem ketatanegaraan kita, tidak bisa lepas dari pendapat Mr. Soepomo , yang merupakan "Ikon" penting dalam dunia politik hukum di Indonesia. 

Dalam pidatonya di depan sidang BPUPKI, 31 Mei 1945, Soepomo mengemukakan dan melontarkan gagasan tentang "Negara Integralistik" sebagai bentuk paling tepat bagi Indonesia ketika merdeka. Gagasan ini pulalah yang dikemudian hari menjadi inspirasi pada saat disusunnya Undang - Undang Dasar 1945 ( UUD 1945).
Pada era reformasi kini, ide terbentuknya Negara Integralistik dari Soepomo dan dalam Kakawin Nagara Kertagama, yang menggambarkan situasi dan sistem kekuasaan saat itu dan terbentuknya Kontitusi dan Dasar Negara Pancasila saat Indonesia Merdeka, telah dirombak total melalui amandemen sampai empat kali. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved