Berita Bali

LENYAP 11.985Ha 10 Tahun Terakhir, Lahan Tani Jadi Akomodasi, Bali Perintis Program Pangan Prabowo?

Ia mengaku telah melakukan penanaman di lahan sawah tadah hujan. Biasanya lahan ini ditanami padi satu kali dalam setahun.

Tribun Bali/I Putu Supartika
Ilustrasi sawah - Peluncuran Program Pilot Penyelamatan Pangan untuk Memantapkan Ketahanan Pangan dan Gizi di Provinsi Bali, Selasa (29/10). Lahan pertanian di Bali mengalami alih fungsi yang besar selama 10 tahun terakhir. 

“Komoditi padi itu kan pangan strategis itu dibutuhkan oleh masyarakat kita beras ya. Kalau tanaman cabai walaupun tidak ada cabai masyarakat kita masih bisa makan. Kalau beras tidak ada apa masyarakat kita makan cabai saja kan enggak bisa. Cabai itu nomor dua yang paling pertama adalah beras ya gitu oke,” tutupnya.

Ketua Pusat Inovasi Kesehatan (PIKAT) Bali sekaligus dosen FK Universitas Udayana, Pande Putu Januraga mengatakan, Program Pilot Penyelamatan Pangan untuk Memantapkan Ketahanan Pangan ini juga termasuk pada cara menjaga kecukupan pangan untuk masyarakat di masa yang akan datang.

“Swasembada pangan berfokus pada kecukupan pangan untuk masyarakat tidak hanya saat ini tetapi juga masa depan. Salah satu caranya adalah memanfaatkan pangan secara efisien dan berkeadilan, pilot ini mencoba memberi kontribusi pada aspek tersebut, efisiensi dalam memanfaatkan pangan dan berkeadilan dalam melakukan redistribusi dari yang berlebih ke yang membutuhkan,” kata Pande.


Industri Perhotelan 

Alasan Bali dipilih dalam program ini karena memiliki infrastruktur sosial dan industri yang memadai untuk melakukan penyelamatan pangan surplus. Selain itu juga terdapat partner kerja dalam melakukan kajian atau riset program ini.

“Kedua terdapat industri perhotelan dan F&B (Food and Beverage alias makanan dan minuman) yang memiliki pangan surplus yang bisa dimanfaatkan. Infrastruktur kebijakan juga tersedia lewat dukungan Badan Pangan Nasional dan juga Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali,” kata Pande Putu Januraga.

Pande mengatakan, data mengenai jumlah sampah makanan yang dihasilkan Bali secara pasti belum tersedia. Jika dilihat secara nasional, sampah makanan di Bali menduduki peringkat terbesar dengan proporsi mencapai 40 persen. “Bali dengan industri pariwisata saya kira memiliki proporsi yang tidak jauh berbeda,” kata dia.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Wayan Sunada mengatakan hingga kini ia melihat masyarakat masih boros terhadap pangan dan banyak pangan yang terbuang. “Mulai dari tingkat produksi, tingkat distribusi, sampai ke meja makan itu tinggi banget tingkat kehilangannya itu tinggi banget," ujarnya.

"Nah kalau sisa makanan itu belum ada angka, kita baru ini akan melakukan penelitian. Penelitian akan melakukan riset terhadap berapa angka yang keluar terhadap keborosan pangan saja,” sambung Sunada.

Mulai dari hulu tingkat gabah kering panen (GKP) ke gabah kering giling (GKG) sejumlah 4,9 persen. Sementara tingkat kehilangannya untuk menjadi beras 2,9 persen. Kalau dilihat masyarakat mengambil makanan sekarang itu begitu banyak tetapi tidak dihabiskan.

Proses untuk mendapatkan satu mangkok nasi satu piring nasi prosesnya cukup panjang. “Bagaimana kita sekarang untuk mengantisipasi hal tersebut sehingga kita tidak terlalu boros, mengingat kita masih kekurangan pangan untuk masyarakat kita yang di luar sana ya seperti itu,” jelasnya. (sar)

Denpasar Cover Lewat Perda 

Kota Denpasar dengan lahan pertanian yang minim melakukan upaya untuk menekan alih fungsi lahan. Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, Anak Agung Bayu Brahmasta mengatakan, Denpasar menetapkan 1.000 hektar lahan pertanian abadi yang tak bisa diubah lagi peruntukannya.

Kebijakan ini, sudah tertuang dalam Perda di Kota Denpasar sehingga itu tak bisa diubah yang selamanya jadi lahan pertanian. Hingga tahun 2023, luas lahan pertanian yang masih tersisa yakni 1.680 hektare. Sisa lahan yang belum ditetapkan menjadi lahan pertanian abadi, telah dilakukan berbagai upaya untuk menjaga keberadaan lahan tersebut.

Upaya tersebut utamanya untuk meningkatkan pendapatan petani. Cara pertama yakni dengan menekan biaya produksi petani sehingga penghasilannya bisa bersaing dengan sektor lainnya. “Kami lakukan diversifikasi usaha untuk pertanian ini, selain padi ada juga tanaman hortikultura. Selain itu kami juga berikan berbagai bantuan dari traktor sampai pupuk, sehingga menurunkan biaya produksi,” katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved