Berita Bali

LENYAP 11.985Ha 10 Tahun Terakhir, Lahan Tani Jadi Akomodasi, Bali Perintis Program Pangan Prabowo?

Ia mengaku telah melakukan penanaman di lahan sawah tadah hujan. Biasanya lahan ini ditanami padi satu kali dalam setahun.

Tribun Bali/I Putu Supartika
Ilustrasi sawah - Peluncuran Program Pilot Penyelamatan Pangan untuk Memantapkan Ketahanan Pangan dan Gizi di Provinsi Bali, Selasa (29/10). Lahan pertanian di Bali mengalami alih fungsi yang besar selama 10 tahun terakhir. 

TRIBUN-BALI.COM -  Lahan pertanian di Bali mengalami alih fungsi yang besar selama 10 tahun terakhir. Luas total lahan pertanian yang hilang mencapai 11.985 hektar. Sebagian besar berubah menjadi akomodasi wisata.

“Itu pengurangannya setiap tahun, dari tahun 2023 itu pengurangannya 3.895 hektar. Kalau kami ambil 10 tahun terakhir itu 11.985 hektar," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Wayan Sunada, Selasa (29/10).
 
"Itu pengurangannya, dialihfungsikan bisa lahan pertanian bisa ke perkebunan. Dari lahan pertanian yang irigasi teknis bisa menjadi vila, menjadi hotel menjadi restoran menjadi perumahan itu ya tinggi banget,” sambung Sunada.

Presiden Prabowo mengajak kabinetnya mewujudkan swasembada pangan dan energi periode 2024-2029. Dalam Sidang Kabinet Paripurna Perdana beberapa waktu lalu, Prabowo menegaskan pentingnya kemandirian Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian geopolitik global saat ini.

Baca juga: Jalan Sehat Relawan De Gadjah Berjalan Lancar, Suyasa Ucapkan Terimakasih Ke Krama Badung

Baca juga: BKN Buka Seleksi PPPK Tahap II di Jembrana, Bakal Diumumkan Per 1-30 November 2024, Ini Tujuannya

Peluncuran Program Pilot Penyelamatan Pangan untuk Memantapkan Ketahanan Pangan dan Gizi di Provinsi Bali, Selasa (29/10). Lahan pertanian di Bali mengalami alih fungsi yang besar selama 10 tahun terakhir. 
Peluncuran Program Pilot Penyelamatan Pangan untuk Memantapkan Ketahanan Pangan dan Gizi di Provinsi Bali, Selasa (29/10). Lahan pertanian di Bali mengalami alih fungsi yang besar selama 10 tahun terakhir.  (Tribun Bali/Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami)

Swasembada pangan dan energi merupakan salah satu dari 17 program prioritas Prabowo dalam visi Asta Cita. Dalam pidato pelantikan presiden, Prabowo optimistis Indonesia akan mencapai swasembada pangan dalam waktu 4-5 tahun ke depan, bahkan bisa menjadi lumbung pangan dunia.

"Saya yakin kita bisa mewujudkan ini dan tidak lagi bergantung pada pasokan pangan dari negara lain. Di masa krisis, tidak ada negara yang bersedia menjual makanan mereka kepada kita," tegas Prabowo.

Sunada mengatakan, Bali pernah mengalami surplus di pertanian begitu banyak, namun karena maraknya alih fungsi lahan surplus Bali semakin berkurang. Maka dengan tergerusnya lahan pertanian dan perkebunan, kata dia, jelas berpengaruh pada ketersediaan pangan di Bali.

“Memang masih ada surplus, kalau hitung di tahun terakhir, tetapi di bulan-bulan tertentu masih defisit pangan. Di bulan-bulan tertentu kita kan tidak ngitung seperti itu dan kita hitung di bulan Desember. Kalau kita hitung secara kumulatif itu masih surplus kita, masih surplus,” jelas dia.

Sunada  bilang, untuk ketersediaan pangan Bali, pihaknya menetapkan RP2B yakni lahan pertanian berkelanjutan yang ranahnya pada sektor pertanian di kabupaten. Untuk saat ini jumlah lahan pertanian yang masih aktif di Bali sekitar 68.059 hektar.

“Iya di Tabanan lah (lahan pertanian yang masih banyak aktif) mengingat Tabanan masih merupakan lumbung berasnya Provinsi Bali, lahan sawahnya juga paling tinggi di Tabanan,” demikian jelasnya.

Pemprov Bali menyiapkan lahan untuk program Swasembada Pangan yang dicanangkan Pemerintahan Pusat. Meski dikepung alih fungsi, Sunada yakin Bali dapat melakukan swasembada pangan.

“Kalau swasembada pangan, kami sudah menelusuri lahan-lahan kami yang akan siap kami tanami padi. Terutama di pangan strategis,” kata dia pada peluncuran Program Pilot Penyelamatan Pangan untuk Memantapkan Ketahanan Pangan dan Gizi di Provinsi Bali, kemarin.

Ia mengaku telah melakukan penanaman di lahan sawah tadah hujan. Biasanya lahan ini ditanami padi satu kali dalam setahun. Tahun ini sudah diusahakan untuk menjadi dua kali dalam setahun dengan cara memberikan bantuan pompanisasi.

“Kalau lahan tadah hujan mengharapkan air dari hujan saja kalau tidak ada hujan dia tidak akan bisa menanam padi. Makanya kami memberikan bantuan pompanisasi. Air yang ada di kali, yang ada sungai kita tarik untuk mengairi sawah-sawah," kata dia.

"Kami juga mendapat Irpom (irigasi pompa) untuk menyedot air tanah untuk mengairi sawah-sawah, itu yang sudah kita lakukan. Tahun ini kami mendapat 71 pompa air untuk mengantisipasi, bisa kok kita swasembada,” imbuhnya.

Kata dia, produktivitas padi di Bali dalam satu hektar naik dari 6 ton naik menjadi 6,2 ton per hektar. Jika dikalikan kelebihannya dengan luas tambah tanam (LTT) sekitar 134.000 hektar, maka angka itulah yang menjadi komoditi padi Bali.

“Komoditi padi itu kan pangan strategis itu dibutuhkan oleh masyarakat kita beras ya. Kalau tanaman cabai walaupun tidak ada cabai masyarakat kita masih bisa makan. Kalau beras tidak ada apa masyarakat kita makan cabai saja kan enggak bisa. Cabai itu nomor dua yang paling pertama adalah beras ya gitu oke,” tutupnya.

Ketua Pusat Inovasi Kesehatan (PIKAT) Bali sekaligus dosen FK Universitas Udayana, Pande Putu Januraga mengatakan, Program Pilot Penyelamatan Pangan untuk Memantapkan Ketahanan Pangan ini juga termasuk pada cara menjaga kecukupan pangan untuk masyarakat di masa yang akan datang.

“Swasembada pangan berfokus pada kecukupan pangan untuk masyarakat tidak hanya saat ini tetapi juga masa depan. Salah satu caranya adalah memanfaatkan pangan secara efisien dan berkeadilan, pilot ini mencoba memberi kontribusi pada aspek tersebut, efisiensi dalam memanfaatkan pangan dan berkeadilan dalam melakukan redistribusi dari yang berlebih ke yang membutuhkan,” kata Pande.


Industri Perhotelan 

Alasan Bali dipilih dalam program ini karena memiliki infrastruktur sosial dan industri yang memadai untuk melakukan penyelamatan pangan surplus. Selain itu juga terdapat partner kerja dalam melakukan kajian atau riset program ini.

“Kedua terdapat industri perhotelan dan F&B (Food and Beverage alias makanan dan minuman) yang memiliki pangan surplus yang bisa dimanfaatkan. Infrastruktur kebijakan juga tersedia lewat dukungan Badan Pangan Nasional dan juga Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali,” kata Pande Putu Januraga.

Pande mengatakan, data mengenai jumlah sampah makanan yang dihasilkan Bali secara pasti belum tersedia. Jika dilihat secara nasional, sampah makanan di Bali menduduki peringkat terbesar dengan proporsi mencapai 40 persen. “Bali dengan industri pariwisata saya kira memiliki proporsi yang tidak jauh berbeda,” kata dia.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Wayan Sunada mengatakan hingga kini ia melihat masyarakat masih boros terhadap pangan dan banyak pangan yang terbuang. “Mulai dari tingkat produksi, tingkat distribusi, sampai ke meja makan itu tinggi banget tingkat kehilangannya itu tinggi banget," ujarnya.

"Nah kalau sisa makanan itu belum ada angka, kita baru ini akan melakukan penelitian. Penelitian akan melakukan riset terhadap berapa angka yang keluar terhadap keborosan pangan saja,” sambung Sunada.

Mulai dari hulu tingkat gabah kering panen (GKP) ke gabah kering giling (GKG) sejumlah 4,9 persen. Sementara tingkat kehilangannya untuk menjadi beras 2,9 persen. Kalau dilihat masyarakat mengambil makanan sekarang itu begitu banyak tetapi tidak dihabiskan.

Proses untuk mendapatkan satu mangkok nasi satu piring nasi prosesnya cukup panjang. “Bagaimana kita sekarang untuk mengantisipasi hal tersebut sehingga kita tidak terlalu boros, mengingat kita masih kekurangan pangan untuk masyarakat kita yang di luar sana ya seperti itu,” jelasnya. (sar)

Denpasar Cover Lewat Perda 

Kota Denpasar dengan lahan pertanian yang minim melakukan upaya untuk menekan alih fungsi lahan. Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, Anak Agung Bayu Brahmasta mengatakan, Denpasar menetapkan 1.000 hektar lahan pertanian abadi yang tak bisa diubah lagi peruntukannya.

Kebijakan ini, sudah tertuang dalam Perda di Kota Denpasar sehingga itu tak bisa diubah yang selamanya jadi lahan pertanian. Hingga tahun 2023, luas lahan pertanian yang masih tersisa yakni 1.680 hektare. Sisa lahan yang belum ditetapkan menjadi lahan pertanian abadi, telah dilakukan berbagai upaya untuk menjaga keberadaan lahan tersebut.

Upaya tersebut utamanya untuk meningkatkan pendapatan petani. Cara pertama yakni dengan menekan biaya produksi petani sehingga penghasilannya bisa bersaing dengan sektor lainnya. “Kami lakukan diversifikasi usaha untuk pertanian ini, selain padi ada juga tanaman hortikultura. Selain itu kami juga berikan berbagai bantuan dari traktor sampai pupuk, sehingga menurunkan biaya produksi,” katanya.

Petani juga diarahkan untuk pengaturan manajemen masa tanam hingga saat panen tepat di waktu harga sedang tinggi. Biasanya, harga hasil pertanian hortikultura seperti cabai dan bawang akan meningkat akhir tahun ataupun saat hari raya. Sehingga waktu penanaman bisa ditentukan oleh petani. “Juga ada jalan usaha tani dengan tujuan memudahkan pengangkutan hasil pertanian,” terangnya.

Tak hanya itu, lahan pertanian juga mendapat kebijakan pembebasan pajak dan telah tertuang dalam Perda. Petani juga mendapatkan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan yang preminya dibayar oleh Pemkot Denpasar. “Sehingga nanti kalau ada yang meninggal atau kecelakaan akan langsung ditanggung semuanya,” katanya.

Terkait dengan pemasaran produk pertanian pihaknya mengaku tidak ada kendala. Para tengkulak akan langsung mencari ke petani yang telah memiliki produksi. Sementara itu, sejak 2020 lalu, lahan pertanian di Kota Denpasar telah mengalami penyusutan sekitar 278 hektare. (sup)
 

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved