Berita Nasional

Hegemoni Indonesia Kedepan dan Falsafah Kepemimpinan yang Kuat

Bangsa ini pernah menjadi bangsa yang sangat perkasa hingga kekuasaannya meliputi seluruh teritorial negara Asia Tenggara

istimewa
Agus Widjajanto 

Mikrokosmos terdiri dari seluruh alam beserta isinya seperti manusia, hewan, tumbuhan, gunung, lautan, sungai. Sementara Macrokosmos berarti wilayah negara, bumi seutuhnya dan alam semesta (Galaksi Bima Sakti). 

Selain itu, raja - raja terdahulu juga menerapkan falsafah Manunggaling Kawulo Gusti, konsep falsafah kepemimpinan Jawa bukan hanya dimaknai kemanunggalan antara hamba dan Tuhan secara Jagad Cilik, akan tetapi harus dipahami sebagai hubungan antara rakyat  dengan pemimpinannya.

Raja yang menerapkan falsafah kepemimpinan tersebut dianggap raja yang merakyat. Falsafah kepemimpinan Manunggaling Kawulo Gusti tidak hanya diterapkan pada masa Mataram Hindu hingga Medang Kediri dan Singosari sampai Majapahit akan tetapi juga diterapkan hingga Mataram Islam. Falsafah ini diterapkan oleh Hamangkubuwono ke IX , saat pra kemerdekaan hingga setelah kemerdekaan. 

Falsafah kepemimpinan Jawa senantiasa berlatar belakang pada budaya dan agama/ spiritual Jawa. 

Faktor inilah yang membedakan antara falsafah kepemimpinan Jawa dengan falsafah kepemimpinan dari daerah lain di Indonesia  dan negara - negara lain di dunia.

Pada hakekatnya, falsafah tersebut dipahami sebagai pedoman untuk menjadi pemimpin berjiwa Jawi, yang artinya seorang pemimpin harus punya sikap, sifat, dan pemikiran yang mencerminkan kepribadian orang Jawa.

Adapun seorang pemimpin berjiwa Jawi senantiasa harus mampu menerapkan sikap bijaksana, diantaranya yaitu: 

1. Adil Ambeg Paramarta. Pemimpin harus bisa membedakan urusan penting dan tidak serta harus bersikap adil, harus menghilangkan urusan yang bersifat pribadi. 

2. Berbudi Bawa Laksana. Pemimpin Harus bermurah hati serta teguh memegang janji pada rakyat sesuai kampanye nya saat pilihan umum dan saat sumpah janji pelantikan jabatan yang diembannya sebagai raja. 

3. Wicaksana. Pemimpin harus bijaksana  dalam mengambil segala  keputusan kenegaraan. 

4.Eling lan Waspodo. Pemimpin sejatinya sebagai abdi rakyat, yang harus memenuhi dan mewujudkan aspirasi rakyat. 

5 Panditho Ratu. Pemimpin harus mempunyai sifat Sabdo Panditho Ratu, yang mempunyai makna memiliki watak Panditho sekaligus Raja  sebagai hamba Tuhan juga sebagai abdi masyarakat. Dengan demikian tugasnya sebagai raja adalah sebagai Dharma dalam kehidupannya untuk menyejahterakan rakyat  dan pengabdian pada Tuhannya. 

Pada Era pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan, kearifan lokal melalui ajaran luhur tentang kepemimoinan Nasional juga di ajarkan oleh pendiri perguruan/pendidikan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantoro, agar para pemimpin senantiasa memberikan contoh dan tindakan yang baik kepada bawahan atau masyarakat dan guru juga memberikan contoh yang mulia. 

Disamping mengajarkan falsafah luhur seperti: Ing Ngarso sung Tulodo dan  Tut Wuri Handayani. 

Demikian juga saat era Mataram Islam, Raden Mas Said Pangeran Samber Nyowo, Raja Pura Mangkunegoro I, juga mengajarkan falsafah hidup, Hangayomi, Handarbeni, Hangajeni yang arti atau maknanya: 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved