Berita Bali

Dari Perda, Pergub, Instruksi hingga SE, GPS Sebut Bali Overdosis Aturan Terkait Sampah

Dari Perda, Pergub, Instruksi hingga SE, GPS Sebut Bali Overdosis Aturan Terkait Sampah

Penulis: Putu Supartika | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN BALI/ I PUTU SUPARTIKA
Talkshow bertajuk Nyampaht(alk) di Gedung Dharmanegara Alaya, Denpasar, pada Rabu 16 April 2025 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Komunitas Malu Dong memperingati HUT ke-16 dengan menggelar talkshow bertajuk Nyampaht(alk) di Gedung Dharmanegara Alaya, Denpasar, pada Rabu 16 April 2025.

Salah satu narasumber dalam talkshow ini adalah praktisi hukum Gede Pasek Suardika yang akrab disapa GPS memaparkan secara kritis berbagai persoalan dalam penanganan sampah di Bali.

GPS menyoroti banyaknya regulasi pengelolaan sampah di Bali mulai dari perda, pergub, surat keputusan (SK), instruksi gubernur, hingga surat edaran (SE) gubernur. 

Ia menyebut kondisi ini sebagai overdosis aturan yang justru tidak efektif.

Baca juga: TERBARU! 1 Pelaku Pengeroyokan Pecalang di Besakih Resedivis Kasus Pembunuhan

Pihaknya juga menyebut SE tidak bisa memberikan sanksi.

"SE itu tidak bisa memberikan sanksi. Kalau ingin menindak, gunakan Perda yang memungkinkan penegakan oleh Satpol PP," tegasnya.

Dalam talkshow ia juga memutar video mengenai proses pengolahan botol plastik di India, yang berhasil diubah menjadi serat poliester untuk benang dan kain. 

Lebih lanjut, GPS menyampaikan bahwa pengelolaan sampah tidak cukup hanya dengan deklarasi simbolis atau seremonial semata. 

Menurutnya seremonial yang dilakukan tahun ini, sudah pernah digelar di Sakenan dan juga sama-sama menghadirkan menteri.

Baca juga: VIDEO Seorang Remaja Jadi Tersangka Kecelakaan Akibat Speeding di Jalan Ngurah Rai Bali

Untuk mengetahui keseriusan pemerintah daerah dalam menangani masalah sampah, menurutnya harus dilihat dari politik anggarannya.

Sementara menurutnya, untuk anggaran pengelolaan sampah di APBD Provinsi Bali hanya Rp 2,5 miliar setahun yang baginya lebih besar biaya untuk seremonialnya.

GPS juga menyinggung bahwa surat edaran seringkali hanya menjadi gimmick agar terlihat bekerja, padahal seharusnya cukup menjalankan aturan yang sudah ada sebelumnya.


Menururnya pentingnya pendekatan yang menyeluruh mulai dari identifikasi sumber dan jenis sampah, edukasi masyarakat, proyeksi jangka panjang, hingga aksi nyata seperti penyediaan alat dan sarana dari APBD. 


Proses ini harus dilengkapi dengan fasilitasi, supervisi, dan evaluasi secara berkelanjutan.


"Plastik bukan untuk dimusuhi. Kita harus mengendalikan, bukan meniadakan. Hidup kita sudah sangat dekat dengan plastik, dan jika semua diganti kertas, maka hutan yang akan habis," katanya.


Ia juga mengatakan, 28 persen sampah di Bali merupakan sampah non-organik, sisanya organik khususnya termasuk sampah upacara. 


GPS menekankan pentingnya strategi penanganan yang realistis dan tidak hanya berbasis aturan tanpa pelaksanaan di lapangan. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved