Berita Bali

KISAH Kutus Kutus ke Sanga Sanga, Perjalanan Bambang Pranoto Menemukan Kembali Hak dan Jati Diri

KISAH Kutus Kutus ke Sanga Sanga, Perjalanan Bambang Pranoto Menemukan Kembali Hak dan Jati Diri

|
Tribun Bali
WAWANCARA - Owner PT Kutus Kutus Herbal, Bambang Servasius Pranoto dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Bali beberapa waktu lalu. KISAH Kutus Kutus ke Sanga Sanga, Perjalanan Bambang Pranoto Menemukan Kembali Hak dan Jati Diri 

TRIBUN-BALI.COM - Dari Kutus Kutus ke Sanga Sanga: Perjalanan Bambang Pranoto Menemukan Kembali Hak dan Jati Diri

Kutus Kutus adalah salah satu nama besar di dunia minyak herbal Indonesia.

Produk ini bukan sekadar minyak gosok, tapi simbol dari pendekatan holistik terhadap kesehatan yang menggabungkan warisan budaya, filosofi hidup, dan inovasi lokal.

Di balik popularitasnya, berdiri satu nama: Bambang Servasius Pranoto.

Seorang visioner yang membangun segalanya dari nol, bukan dengan modal besar, tetapi dengan keyakinan dan ketekunan.

Namun, di tengah kesuksesan itu, kisah Kutus Kutus ternyata menyimpan babak kelam.

 

Sebuah konflik keluarga yang menyeret persoalan hak merek, menggoyang fondasi bisnis yang di bangun selama dua dekade. 

Dan kini, setelah melalui proses panjang dan menyakitkan, Bambang Pranoto memutuskan untuk meninggalkan Kutus Kutus, dan melangkah ke babak baru lewat brand Sanga Sanga.

Baca juga: VIDEO Kasus Pemukulan Pecalang di Pura Besakih Karangsem Bali, 3 Pelaku Resmi Ditahan Polisi

Awal Mula Kutus Kutus

Bambang Pranoto bukan pebisnis biasa.

Ia bukan tipe yang mengejar angka semata.

Kutus Kutus ia lahirkan dari pengalaman spiritual dan pengobatan alternatif yang ia jalani sendiri.

Minyak herbal ini awalnya diracik untuk pengobatan pribadi, kemudian berkembang karena efektivitasnya menyebar dari mulut ke mulut.

Tanpa iklan besar-besaran, Kutus Kutus tumbuh menjadi fenomena nasional.

Kualitas produk dan komunitas pengguna yang loyal membuat brand ini bertahan selama bertahun-tahun, bahkan di tengah maraknya produk sejenis.

Namun seperti banyak kisah besar lainnya, ujian datang dari tempat yang paling tak terduga—dari dalam lingkaran sendiri.

Sengketa Merek

Pada 2023, Bambang dan timnya menerima kabar mengejutkan.

Merek Kutus Kutus tengah disengketakan secara hukum.

Pihak yang menggugat? Anak sambungnya sendiri.

Orang yang pernah ia percayai untuk mengurus pendaftaran HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) justru menuntut balik kepemilikan merek dan meminta uang kompensasi.

“Kami menerima kabar dari pengadilan niaga di Surabaya bahwa kita dimenangkan dalam perebutan merek Kutus Kutus,” ungkap Bambang dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Bali.

Ia menceritakan bahwa sejak tahun itu, brand Kutus Kutus sebenarnya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

“Anak sambung kami yang dulu saya suruh mendaftarkan merek, ternyata menuntut kami dengan sejumlah uang. Dan bukan hanya itu, dia juga memproduksi Kutus Kutus, minyak yang sudah kita produksi selama puluhan tahun.”

Di pengadilan, bukti dan fakta berbicara.

Hakim menilai bahwa pemilik sah merek ini adalah Bambang, bukan pihak yang hanya memegang selembar surat pendaftaran.

“Bagi saya ini adalah bukti bahwa kebenaran tidak bisa dimanipulasi. Kami bukan hanya pemilik merek di atas kertas, kami adalah pencipta, pengembang, dan penghidup merek itu.”

Transformasi: Kutus Kutus Ditutup, Sanga Sanga Dibuka

Meski berhasil memenangkan hak atas merek Kutus Kutus, Bambang justru membuat keputusan yang tidak banyak orang sanggup lakukan.

Ia memilih meninggalkan semuanya dan memulai dari awal.

Bukan karena kalah, tapi karena ingin menjaga nilai dan integritas yang sejak awal ia tanamkan dalam bisnis ini.

“Secara hukum, merek Kutus Kutus memang milik saya. Tapi saya katakan bahwa saya sudah 100 persen akan mentransformasikan Kutus Kutus menjadi Sanga Sanga.”

Langkah ini bukan pelarian. Ini adalah bentuk evolusi. Dari konflik, lahir brand baru bernama Sanga Sanga.

Nama yang sarat makna, mencerminkan transisi dan pencerahan.

Sebuah merek baru yang membawa semangat yang sama—kesembuhan, keseimbangan, dan keaslian—tetapi dengan babak yang lebih matang dan terbebas dari konflik masa lalu.

“Sanga Sanga sekarang sudah berjalan bagus. Dan saya tidak akan kembali. Kutus Kutus hanya akan saya simpan sebagai sejarah hidup saya.”

Cerita Bambang bukan hanya soal merek dan produk.

Ini adalah cerita tentang bagaimana visi dan idealisme bisa bertahan di tengah godaan dan tekanan.

Bagaimana seseorang bisa memilih jalan yang lebih berat demi menjaga nilai-nilai yang ia yakini sejak awal.

Kutus Kutus mungkin hanya nama, tapi bagi Bambang, ia adalah simbol dari mimpi dan perjuangan hidup.

Kini, lewat Sanga Sanga, ia melanjutkan perjalanan.

Bukan untuk membuktikan apa pun kepada siapa pun, tapi untuk tetap setia pada jalan yang ia mulai dua dekade lalu—membawa manfaat bagi sesama lewat alam dan kearifan lokal.

(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved